Unwira Kupang
Fakultas Filsafat Unwira Kupang Gelar Seminar Nasional
Seminar nasional itu, ia memandang sebagai sebuah arena perjumpaan sekaligus pembagian akademik oleh para narasumber.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Mesin cerdas bukan mahluk moral yang dapat terluka atau merasa kehilangan; bukan mahluk yang memiliki Bildung dengan pengalaman personal, bukan mahluk yang memiliki Sorge, hati, kalbu, benak dan bukan mahluk yang mampu bertindak dengan sengaja dari dirinya sendiri.
Mesin cerdas sudah ada dan akan makin cerdas, tetapi tidak akan menjadi bijaksana. Ada artificial intelligence, tetapi artificial wisdom tidak ada karena wisdom hanya mungkin ada pada suatu mahluk sadar diri yang dapat melampaui dirinya.
Transendensi itulah yang tidak dapat dilakukan mesin secerdas apapun. Ungkapan transendensi sekaligus wisdom itu adalah memperlakukan alat sebagai alat agar tidak diperalat oleh alat.
Baca juga: Wawancara Eksklusif Rektor Unwira Kupang: Menuju Kampus IT, Unwira Akan Buka Fakultas Ilmu Komputer
"Memang ada mesin cerdas, tetapi tidak ada mesin bijaksana karena kebijaksanaan direservasi hanya untuk suatu mahluk yang berkesadaran, bersuara hati, dan dapat mengasihi dan terluka," ujar Prof Budi Hardiman.
RD Leonardus Mali, menambahkan autotransendensi tidak hanya sebagai upaya melampaui rintangan dan batasan diri, ruang dan waktu tetapi juga sebagai realisasi menuju "yang tidak terbatas" sebagai sebuah kenyataan obyektif ke mana seluruh human desire terarah
Keterarahan pada yang tidak terbatas secara empiris tampak dalam pelbagai upaya untuk mencari nilai-nilai yang dirindukan manusia seperti kebahagiaan, keadilan, kesejahteraaan, keindahan. Keterarahan ini tampak pada pilihan-pilihan tindakan mengada manusia, entah sebagai individu maupun secara kolektif sebagai satu masyarakat.
Kehadiran mesin-mesin Al sebagai anak kandung modernitas dalam masyarakat teknologi menunjukkan kecerdasan manusia dalam membuatnya.
Tapi di sisi yang lain, ia juga menegaskan bahwa keterbatasan manusia adalah "harta karun" bagi mesin-mesin Al yang telah memanfaatkan secara kreatif paradoks manusia ini "yang terbatas" tetapi selalu terarah pada "yang tidak terbatas.
"Kerinduan hati manusia akan yang tidak terbatas ini hanya dapat dijawab oleh yang tidak terbatas itu sendiri. Inilah pertanyaan paling ultim yang sebenarnya paling dicari manusia dan Inilah pertanyaan yang tetap penting dan harus dijawab oleh filsafat," ujar dia. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.