Unwira Kupang

Fakultas Filsafat Unwira Kupang Gelar Seminar Nasional 

Seminar nasional itu, ia memandang sebagai sebuah arena perjumpaan sekaligus pembagian akademik oleh para narasumber.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Seminar Nasional fakultas Filsafat Unwira Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Fakultas Filsafat Unwira Kupang menggelar seminar nasional. 

Seminar berlangsung Sabtu 18 Mei 2024 di lantai 4 rektorat Unwira Kupang dengan tema artificial intellegence (AI)dan masa depan Filsafat. 

Kegiatan itu menghadirkan tiga narasumber yakni Prof Budi Hardiman dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Frederikus Fios dari Universitas Bina Nusantara, RD Leonardus Mali dengan moderator RD Antonius Kapitan. 

Rektor Unwira Kupang Pater Dr. Philipus Tulle SVD mengatakan, dalam situasi zaman yang ditandai dengan kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan oleh para ilmuwan, tak terkecuali filsuf. 

Kecenderungan mengabaikan iman dan ketidakpedulian terhadap masalah religi, sosial maupun kultural manusia. Bahkan ada ilmuwan maupun yang filsuf yang mengklaim tentang kebenaran yang dihasilkan. 

"Tapi apakah benar tidak ada relasi, pertalian antara teori dan praktik kehidupan?. Apa benar bahwa tidak ada relasi antara teologi dan Filsafat, antara kehidupan," kata Pater Philipus Tulle

Seminar nasional itu, ia memandang sebagai sebuah arena perjumpaan sekaligus pembagian akademik oleh para narasumber.

Pembicara itu akan memaparkan pemikiran akademis dan individu yang bernas. 

Baca juga: Seminar Nasional di Unwira Kupang, Frederikus Flos Bahas Konstruksi dan Validasi AI

Hal itu menunjukkan bahwa ada pertalian yang tidak bisa dipisahkan antara teori dan praktik, Filsafat dan teologi, berbagai disiplin ilmu dan mengusahakan sesuatu yang seimbang dari berbagai pendekatan. Ia menyebutkan, antara filsafat dan teologi, seringkali diperhadapkan dengan perkembangan terminologi baru. 

Namun, kata dia, terminologi baru atau artificial (buatan) itu sering dipertentangkan. Lebih jauh, pada bagian itu perlu ada permenungan secara mendalam. Ketika seorang filsuf bergumul dengan AI, sebetulnya ada pemikiran yang ingin terlihat lebih dalam. 

Oleh karena itu, seminar dengan tema ini menjadi penting. AI menjadi penting dalam filsafat. Menurut dia, filsafat kontemporer tentang AI adalah ketergantungan ilmu. Para filsuf memiliki pemikiran tentang mind sebagai sebuah sistem seperti di dalam komputer. 

"Karena itu mereka berusaha, kita para filsuf berusaha untuk memahami bagaimana semua rumus algoritma, dapat kita meniru fungsi dan pikiran manusia. Meskipun meniru tapi hasilnya berbeda," kata dia. 

Pada era seperti ini, ujar dia, filsuf giat menemukan sesuatu yang disebut AI. Hal itu juga dipikirkan mengenai AI yang otentik pada rujukan pemikiran manusia yang bijak. Sebagai filsuf, tentu menyadari bahwa AI filsafat merupakan sebuah ilmu. 

Penelitian tentang ini berdampak pada etika hingga kehendak bebas dengan kaitannya pada otak manusia. Lahirnya AI filsafat adalah untuk menjawabi berbagai pertanyaan yang ada. Sumbangan pemikiran dari forum itu, menurut dia, akan sangat baik bagi Unwira. 

Sebab, perkembangan AI terus melakukan tranformasi dan tetap dimintai oleh banyak orang. AI, muaranya adalah sebuah produktivitas. Berbeda dengan filsuf yang lebih kepada pertimbangan etik dan moral yang harus lebih tinggi. 


Prof Budi Hardiman mengatakan, AI seperti mesin berpikir. Hal itu merupakan penanda suatu zaman yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Al adalah novum dalam sejarah. Berpikir tidak lagi merupakan ciri khas manusia karena mesin juga berpikir. Dalam hal Al manusia bahkan menghadapi ambiguitas. 

Ambiguitas itu, kata dia, mesin berpikir dan pikiran memiliki ciri mesin. Namun hal itu memunculkan beberapa pertanyaan. 

Ambiguitas ini terbukti pada hubungan antara pikiran manus dan mesin berpikir (AI). 

Baca juga: Polisi dan Basarnas Sempat Mencari Mahasiswa Unwira Kupang yang Tersesat di Gunung Fatuleu

Manusia mengalihkan pikirannya ke mekanisme berpikir Al, misal: ke Chat GPT atau Serendipity-Al, sehingga manusia diringankan dari tugas berpikir, tetapi mekanisme berpikir Al itu pada gilirannya diadaptasi pikiran manusia, sehingga manusia berpikir seperti Al. 

Hal ini mungkin karena ada 'mesin berpikir' dalam pikiran yang mengadaptasi Al. Perilaku digital saat ini menunjukkan bahwa pikiran bukanlah suatu cogito atau subjectum, melainkan hanya bagian kecil suatu sistem informasi digital. 

"Teknologi di luar kepala kita disambungkan dengan teknologi di dalam kepala kita," kata dia. 

Ambisi untuk menghubungkan hakikat kecerdasan dan struktur otak itu sudah ada dalam diri Bapak Al, yaitu Alan Turing atau lebih dikenal dengan tes Turing. Kalau mesin direspon sehingga tidak bisa membedakan lagi responnya maka dia lulus dari tes Turing. 

Namun ada dua hal yang dilupakan dengan teknologi AI  yaitu dibelakang tes Turing ada pengamatan manusia dan kedua adalah ciri pengamatan tidak lebih dari behavioristis. 

Julian Nida- Rümelin dalam teorinya mengatakan Al tidak dapat memecahkan dilemma moral yang autentik karena praktik deliberasi tidak dapat dialgoritmakan (bdk Buridan's Ass). 

"Cara kerjanya utilitarian. Hasil tes Turing tidak pernah ambigu; hal ini cukup menjadi alasan bahwa Al tidak memiliki "rasio praktis," katanya. 

Kebijaksanaan terdapat pada kemampuan untuk mengenali kodrat manusia yang paradoksal, juga ketika memproyeksikan kemanusiaan di masa depan, jika teknologi Al menjadi keseharian dan interaksi dengan Al masuk ke dalam akal sehat manusia. 

Bagaimana, kata dia, sosialitas dan individualitas dipahami di era ketika Al menjadi 'liyan' bagi manusia. 

Menurut dia, mesin cerdas mungkin dapat menghilangkan ambiguitas informasi dan data, tetapi tidak akan dapat menghapus ambiguitas makna bahasa yang diucapkan oleh suatu mantak moral yang ambigu dan paradoksal. 

Mesin cerdas bukan mahluk moral yang dapat terluka atau merasa kehilangan; bukan mahluk yang memiliki Bildung dengan pengalaman personal, bukan mahluk yang memiliki Sorge, hati, kalbu, benak dan bukan mahluk yang mampu bertindak dengan sengaja dari dirinya sendiri.

Mesin cerdas sudah ada dan akan makin cerdas, tetapi tidak akan menjadi bijaksana. Ada artificial intelligence, tetapi artificial wisdom tidak ada karena wisdom hanya mungkin ada pada suatu mahluk sadar diri yang dapat melampaui dirinya. 

Transendensi itulah yang tidak dapat dilakukan mesin secerdas apapun. Ungkapan transendensi sekaligus wisdom itu adalah memperlakukan alat sebagai alat agar tidak diperalat oleh alat.

Baca juga: Wawancara Eksklusif Rektor Unwira Kupang: Menuju Kampus IT, Unwira Akan Buka Fakultas Ilmu Komputer


"Memang ada mesin cerdas, tetapi tidak ada mesin bijaksana karena kebijaksanaan direservasi hanya untuk suatu mahluk yang berkesadaran, bersuara hati, dan dapat mengasihi dan terluka," ujar Prof Budi Hardiman. 

RD Leonardus Mali, menambahkan autotransendensi tidak hanya sebagai upaya melampaui rintangan dan batasan diri, ruang dan waktu tetapi juga sebagai realisasi menuju "yang tidak terbatas" sebagai sebuah kenyataan obyektif ke mana seluruh human desire terarah

Keterarahan pada yang tidak terbatas secara empiris tampak dalam pelbagai upaya untuk mencari nilai-nilai yang dirindukan manusia seperti kebahagiaan, keadilan, kesejahteraaan, keindahan. Keterarahan ini tampak pada pilihan-pilihan tindakan mengada manusia, entah sebagai individu maupun secara kolektif sebagai satu masyarakat. 

Kehadiran mesin-mesin Al sebagai anak kandung modernitas dalam masyarakat teknologi menunjukkan kecerdasan manusia dalam membuatnya.

Tapi di sisi yang lain, ia juga menegaskan bahwa keterbatasan manusia adalah "harta karun" bagi mesin-mesin Al yang telah memanfaatkan secara kreatif paradoks manusia ini "yang terbatas" tetapi selalu terarah pada "yang tidak terbatas. 

"Kerinduan hati manusia akan yang tidak terbatas ini hanya dapat dijawab oleh yang tidak terbatas itu sendiri. Inilah pertanyaan paling ultim yang sebenarnya paling dicari manusia dan Inilah pertanyaan yang tetap penting dan harus dijawab oleh filsafat," ujar dia. (fan) 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved