Unwira Kupang
Fakultas Filsafat Unwira Kupang Gelar Seminar Nasional
Seminar nasional itu, ia memandang sebagai sebuah arena perjumpaan sekaligus pembagian akademik oleh para narasumber.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Sebab, perkembangan AI terus melakukan tranformasi dan tetap dimintai oleh banyak orang. AI, muaranya adalah sebuah produktivitas. Berbeda dengan filsuf yang lebih kepada pertimbangan etik dan moral yang harus lebih tinggi.
Prof Budi Hardiman mengatakan, AI seperti mesin berpikir. Hal itu merupakan penanda suatu zaman yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Al adalah novum dalam sejarah. Berpikir tidak lagi merupakan ciri khas manusia karena mesin juga berpikir. Dalam hal Al manusia bahkan menghadapi ambiguitas.
Ambiguitas itu, kata dia, mesin berpikir dan pikiran memiliki ciri mesin. Namun hal itu memunculkan beberapa pertanyaan.
Ambiguitas ini terbukti pada hubungan antara pikiran manus dan mesin berpikir (AI).
Baca juga: Polisi dan Basarnas Sempat Mencari Mahasiswa Unwira Kupang yang Tersesat di Gunung Fatuleu
Manusia mengalihkan pikirannya ke mekanisme berpikir Al, misal: ke Chat GPT atau Serendipity-Al, sehingga manusia diringankan dari tugas berpikir, tetapi mekanisme berpikir Al itu pada gilirannya diadaptasi pikiran manusia, sehingga manusia berpikir seperti Al.
Hal ini mungkin karena ada 'mesin berpikir' dalam pikiran yang mengadaptasi Al. Perilaku digital saat ini menunjukkan bahwa pikiran bukanlah suatu cogito atau subjectum, melainkan hanya bagian kecil suatu sistem informasi digital.
"Teknologi di luar kepala kita disambungkan dengan teknologi di dalam kepala kita," kata dia.
Ambisi untuk menghubungkan hakikat kecerdasan dan struktur otak itu sudah ada dalam diri Bapak Al, yaitu Alan Turing atau lebih dikenal dengan tes Turing. Kalau mesin direspon sehingga tidak bisa membedakan lagi responnya maka dia lulus dari tes Turing.
Namun ada dua hal yang dilupakan dengan teknologi AI yaitu dibelakang tes Turing ada pengamatan manusia dan kedua adalah ciri pengamatan tidak lebih dari behavioristis.
Julian Nida- Rümelin dalam teorinya mengatakan Al tidak dapat memecahkan dilemma moral yang autentik karena praktik deliberasi tidak dapat dialgoritmakan (bdk Buridan's Ass).
"Cara kerjanya utilitarian. Hasil tes Turing tidak pernah ambigu; hal ini cukup menjadi alasan bahwa Al tidak memiliki "rasio praktis," katanya.
Kebijaksanaan terdapat pada kemampuan untuk mengenali kodrat manusia yang paradoksal, juga ketika memproyeksikan kemanusiaan di masa depan, jika teknologi Al menjadi keseharian dan interaksi dengan Al masuk ke dalam akal sehat manusia.
Bagaimana, kata dia, sosialitas dan individualitas dipahami di era ketika Al menjadi 'liyan' bagi manusia.
Menurut dia, mesin cerdas mungkin dapat menghilangkan ambiguitas informasi dan data, tetapi tidak akan dapat menghapus ambiguitas makna bahasa yang diucapkan oleh suatu mantak moral yang ambigu dan paradoksal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.