Opini
Opini: Pemimpin yang Melayani
Menurut catatan KPK selama tahun 2004 sd 2022 ada 22 gubernur dan 154 bupati/walikota yang terjerat kasus rasuah. Keadaan yang sangat memprihantinkan.
Oleh: Herman Musakabe
Gubernur Nusa Tenggara Timur 1993-1998
POS-KUPANG.OM - Pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan umat manusia. Disebut dengan ungkapan sine qua non, atau conditio sine qua non, yaitu tindakan, kondisi atau unsur yang sangat diperlukan dan penting.
Istilah hukum Latin untuk kondisi yang "tanpanya tidak mungkin", atau "tanpanya akan tidak ada apa-apa".
Pemimpin dan kepemimpinan diperlukan dalam menjalankan roda organisasi dan menentukan kemajuan atau kemunduran suatu organisasi, baik dalam bidang pemerintahan, politik, militer, bisnis perusahaan maupun bidang rohani atau agama.
Ketika terjadi kekosongan pemimpin karena berhalangan sementara, berhalangan tetap atau habis masa kepemimpinannya, maka harus segera diisi oleh seorang pemimpin baru melalui prosedur atau aturan yang ditentukan.
Setelah perhelatan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) tahun 2024, rakyat Indonesia kini bersiap-siap menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) yaitu pemilihan 37 gubernur (pilgub), 415 bupati dan 93 walikota serentak pada 27 November 2024. Termasuk pilgub NTT dan 21 pilbup serta pilwalkot Kupang.
Pilkada ini tidak kalah penting dari pilpres. Di media sosial dan media massa mulai ramai bermunculan sejumlah nama yang digadang-gadang akan maju dalam pilkada. Selain untuk memperkenalkan bakal calon kepada masyarakat juga untuk menjajagi elektabilitas dan popularitas kandidat.
Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan seseorang atau partai politik sedangkan popularitas adalah tingkat keterkenalan seseorang.
Elektabilitas dipakai sebagai instrumen untuk mengukur apakah seseorang dianggap layak atau tidak layak maju di pilkada. Biasanya dilakukan lembaga survei untuk mengetahui elektablitas seseorang calon.
Seorang calon perlu memiliki modal sosial, politik dan finansial untuk bertarung di pilkada. Dukungan masyarakat, partai poliitik atau gabungan parpol serta dukungan dana diperlukan untuk mengikuti semua proses pemilihan, sampai kampanye dan pencoblosan surat suara di TPS pada hari
H pilkada.
Para kandidat menyiapkan tim pemenangan atau tim sukses untuk membantu dalam sosialisasi dan kampanye.
Tidak ketinggalan pula diselenggarakan debat para pasangan calon agar masyarakat dapat mengenali dan menilai visi misi dan program para paslon untuk kemudian menentukan pilihannya.
Masa kampanye adalah masa untuk menarik hati dan simpati pemilih dengan janji-janji untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat, kemudahan pendidikan sampai sekolah gratis, penyediaan lapangan kerja, fasilitas kesehatan dan sebagainya.
Namun, ternyata banyak janji kampanye yang tidak ditepati setelah sang kandidat terpilih. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu munculnya “raja-raja kecil†dan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Masyarakat kecewa dengan pemimpin yang telah dipilihnya, daerah tidak bertambah maju dan sejahtera tapi makin miskin dan terpuruk. Sang pemimpin tidak bekerja untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan diri sendiri dan golongan. Bahkan sebagian harus berurusan dengan aparat penegak hukum atau KPK.
Menurut catatan KPK selama tahun 2004 sd 2022 ada 22 gubernur dan 154 bupati/walikota yang terjerat kasus rasuah. Keadaan yang sangat memprihantinkan.
Penyebabnya adalah biaya politik yang mahal, politik transaksional, hutang yang harus dibayar, nafsu keserakahan untuk memperkaya diri, penyalahgunaan wewenang dan hukuman yang relatif ringan untuk koruptor.
Kita sedang mengalami krisis kepemimpinan. Hanya sebagian pemimpin yang bisa menjalankan amanat dengan baik dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Pemimpin Seperti Apa yang Diperlukan
Pemimpin seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bagaimana mengatasi krisis kepemimpinan? Ternyata elektabilitas dan popularitas seseorang calon pemimpin tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pemimpin dan kepemimpinannya.
Elektabilitas dan popularitas adalah ciptaan manusia dan teknologi sedangkan pemimpin sejati lahir dan tumbuh berkembang dari karakter pribadi, integritas (jujur, rendah hati dan sifat melayani) serta rekam jejak (track record) yang sudah teruji dari seorang calon pemimpin.
Firman Tuhan tentang pemimpin dan kepemimpinan mengingatkan kita. "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (Matius 20 : 26-27).
"Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan." (Lukas 22 -26).
Tuntunan ini lebih akurat dan aktual dari teori dan ilmu kepemimpinan yang ada dan bersifat universal bagi para calon pemimpin.
Apa pemimpin yang melayani dan bagaimana ciri kepemimpinan yang melayani (servant leadership) itu? Kepemimpinan yang melayani adalah tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang sedang dialami suatu masyarakat dan bangsa.
Para pemimpin pelayan (servant leader) tidak mengutamakan kekuasaan (power) tetapi cenderung mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas kepentingan dirinya.
Orientasnya adalah melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi
dengan standar moral spiritual. Beberapa karakterristik atau sifat-sifat pemimpin dan kepemimpinan yang melayani adalah sebagai berikut.
(1) Berorientasi pada pelayanan, hubungan antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpin berorientasi pada sifat melayani untuk kepentingan rakyatnya.
(2) Memiliki Visi yang kuat. Visi identik dengan pemimpin itu sendiri. Visi pemimpin untuk membangun daerah dan mengatasi kemiskinan, harus menjadi ciri pemimpin dan menginspirasi tindakan bawahannya.
(3) Membangun kepengikutan (followership). Pemimpin harus menciptakan kepengikutan karena keberhasilan tugas lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau pemimpin dibawahnya (80 persen) sedangkan pemimpin 20 persen. Kepengikutan bukan hanya segi kuantitatif tapi juga kualitatif yaitu sifat melayani itu sendiri.
(4) Bekerja dengan Tim, bukan tipe “one man showâ€. Pemimpin harus membentuk tim kerja dan bekerja dengan tim/staf yang merupakan orang-orang pilihannya yang berkualitas dan berkompeten.
(5) Keteladanan. Keteladanan pemimpin sangat penting, melebihi kata-kata atau instruksi. Pemimpin menjadi teladan dalam bekerja keras, anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
(6) Piawai berkomunikasi, pemimpin harus membangun komunikasi
yang baik dengan pengikutnya. Komunikasi pemimpin dan pengikutnya sangat penting dan menentukan efektivitas kepemimpinan. Sebaliknya, miskomunikasi bisa menghambat dan menggagalkan misi.
(7) Berani mengambil keputusan. Ada ungkapan : the power to manage is the power to make decisian. Pemimpin harus berani mengambil keputusan yang berpihak kepada rakyat dan kemajuan daerah (bidang ekonomi,sosbud, pendidikan, hukum).
(8) Kesetaraan Gender. Pemimpin menggunakan manajemen “Omega†yaitu gaya kepemimpinan Alpha yang maskulin dan Betha yang feminin untuk mendapatkan energi spiritual gender mendukung kepemimpinannya yang melayani.
(9) Kerelaan berkorban. Pemimpin yang melayani harus berani dan rela berkorban untuk kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Pengorbanan berupa waktu, tenaga, pikiran, bahkan jiwa raganya bagi rakyat tanpa pamrih.
Semoga lebih banyak muncul calon pemimpin di NTT yang berjiwa melayani dan semoga rakyat lebih cerdas menentukan pilihannya dengan hati nurani yang jernih. Karena pilihan rakyat menentukan nasib dan masa depan daerahnya lima tahun ke depan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.