Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 7 April 2024, Allah yang Maharahim

kebaikan Tuhan, membuat manusia terjebak lebih jauh ke dalam mekanisme pertahanan diri dan semakin mengucilkan diri dari Tuhan.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALINA LANGA WOSO
Romo Leo Mali menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 7 April 2024 dengan judul Allah yang Maharahim. 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 7 April 2024 dengan judul  Allah yang Maharahim.

Renungan Harian Katolik Minggu 7 April 2024 dengan judul  Allah yang Maharahim ditulis oleh Romo Leo Mali dan mengacu dalam Bacaan: Kis. 4:32-35;  1Yoh. 5:1-6 dan Bacaan Injil: Yohanes. 20: 19-31

Setelah kematianYesus,  para murid berusaha saling menguatkan. Karena  ketakutan yang amat besar meliputi mereka. Mereka berkumpul bersama dalam sebuah ruang yang tertutup.

“Pada malam pertama sesudah Sabat, berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang yahudi.” (Yoh. 20:19).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 6 April 2024, Pergilah ke Seluruh Dunia

Drama malam  pertama

Malam pertama, Ketika Betlehem lelap dalam senyap dan pintu-pintu rumah terkunci, Juru selamat mendatangi manusia. Manusia tidak menerimaNya tapi IA tetap datang dan Ia lahir di kandang hewan di Betlehem

Kisah yang sama terulang kembali pada malam pertama, sesudah sabat, sesudah Yesus wafat, ketakutan meliputi kehidupan para murid. Mereka menutup diri dan berusaha mencari selamat. Tapi Yesus yang bangkit menembusi pintu-pintu yang tertutup. 

Dan seperti Adam dan Eva yang berusaha bersembunyi dari hadapan Tuhan setelah ketahuan berdosa (bdk. Kej.3:8), demikian manusia berulangkali berusaha menutup diri pada Tuhan.

Sikap menutup diri yang ditandai oleh pintu-pintu rumah yang tertutup, merupakan perulangan dari rasa malu manusia setelah kejatuhan dalam dosa. Dosa yang terjadi karena manusia mencurigai kebaikan Tuhan, membuat manusia terjebak lebih jauh ke dalam mekanisme pertahanan diri dan semakin mengucilkan diri dari Tuhan.

Manusia hendak bersembunyi dari Allah dengan menutup pintu-pintu rumah menggambarkan bahwa manusia cukup yakin bahwa mereka mampu menjamin keamanan diri mereka. Tapi dalam kenyataan manusia keliru. Karena sumber ketakutan tidak terdapat pada sebuah ruangan sehingga untuk mengatasinya orang harus menutup pintu.

Melainkan sumber ketakutan ada pada hati manusia, maka jalan untuk mengatasinya  adalah membuka diri. Maka di hadapan rasa malu Adam dan Eva, Tuhan datang menyapa. Lalu di malam Betlehem yang senyap Tuhan tetap lahir. Demikian pula Tuhan datang menemui murid-murid yang mengurung diri dalam ketakutan.

IA menembusi pintu-pintu ruangan yang terkunci rapat. Entah pada kejatuhan manusia pertama, pada malam pertama saat Yesus lahir di Betlehem, maupun pada malam pertama sesudah sabat lewat, saat setelah Yesus Kristus bangkit,  manusia dalam rupa yang sama;  yang takut,  yang pengecut, yang lemah dan selalu merasa terancam, merasa tidak aman dan terus menerus menutup diri.

Namun di sisi yang lain  tampak Allah yang selalu hadir juga dalam rupa yang ramah dan tidak pernah berubah. Seperti pertama kali IA memandang dengan penuh haru murid-murid yang mendatangiNya (bdk. Yoh.1:38), kali ini IA sekali lagi mendatangi mereka.

IA tidak menghardik mereka yang sedang ketakutan terhadap orang-orang Yahudi yang sesewaktu akan datang menangkap mereka. Ia tidak menghukum mereka yang tentu saja merasa malu karena sudah lari meninggalkanNya sendirian di salib. Ia juga tidak memaksa  mereka untuk membuka pintu rumah yang terkunci.

IA mendatangi mereka, berdiri di tengah mereka dan meyampaikan “Damai sejahtera bagi kamu dan menyampaikan salam damai kepada mereka.” (Yoh. 20:19, 21).  Dengan kehadiranNya seperti itu IA memulihkan mereka dari ketakutan yang menjauhkan mereka dariNya.

Rahim Allah yang melahirkan Gereja

Dalam Injil hari ini, Yesus yang bangkit dua kali menampakkan diri dan menjumpai para Murid.

Pertama, pada kumpulan murid-murid yang sedang ketakutan setelah Sabat pertama lewat.

Kedua, pada delapan hari setelah itu, saat Thomas hadir dalam kawanan mereka. Pada kedua kesempatan itu IA menyampaikan salam damai yang membebaskan mereka dari ketakutan, tetapi juga salam yang membangkitkan iman serta kepercayaan diri yang baru.

Yesus Kristus menunjukkan kasihNya yang tidak berubah kepada para Murid.  Sikap ini mendasari perayaan hari ini sebagai hari minggu kerahiman Allah.

Predikat “Maharahim” kita lekatkan pada pribadi Allah untuk melukiskan figur seorang ibu yang melahirkan kehidupan baru. Nabi Yesaya membandingkan hubungan antara  manusia dan Allah dengan hubungan antara seorang ibu dengan anak anaknya. 

“Mungkinkah seorang ibu melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun ia melupakannya, Aku (Allah) tidak akan melupakan engkau” (Yes.49:15).

Perbandingan ini  menjadi nyata dalam perayaan Paskah kebangkitan Tuhan. Paskah menandai awal dari kehidupan baru yang lahir kembali dari kerahiman Allah. Kristus yang bangkit tidak menghukum murid-muridNya yang rapuh, dalam seluruh ketakutan mereka.

IA memeluk mereka seperti kehangatan pelukan seorang ibu. Lihatlah apa yang kemudian terjadi.Dari balik pintu-pintu terkunci itu lahirlah sebuah generasi baru para saksi iman.

Para murid yang awalnya ketakutan itu mendapatkan iman yang dibentuk oleh perjumpaan dengan Yesus Kristus yang bangkit. Iman seperti inilah yang mengalahkan dunia. (IYoh.5:1-6).

Santo Yohanes Paulus ke II dalam Ensikliknya Redemptoris Missio menegaskan : “Manusia jaman sekarang lebih percaya kepada para saksi yang memberi teladan ketimbang para guru, lebih percaya kepada pengalaman ketimbang doktrin, lebih percaya kepada hidup dan contoh ketimbang teori. Kesaksian hidup kristiani adalah bentuk pertama  dari misi yang tidak tergantikan: Kristus, yang tentang DIA kita bersaksi adalah saksi per eccelenza”  (Redemptoris Missio, 42). 

Kita semua dipanggil menjadi saksi-saksi kebangkitan Kristus melalui perubahan hidup secara pribadi, tetapi juga secara bersama seperti dalam cara hidup jemaat perdana di Yerusalem.

Perjumpaan dengan Tuhan Yang Bangkit serta pengalaman mereka akan kerahiman dan kemurahan hati Allah menjadikan mereka juga murah hati dan rela berbagi. Hati dan jiwa mereka terikat satu sama lain oleh kerahiman Kristus yang bangkit (Kis.4:32-35).

Kemurahan serta kerahiman hati Tuhan Yesus Kristus yang bangkit menjadi rahim dari kemurahan dan sukacita sejati murid-murid Kristus. Gereja lahir dari kemurahan hati Allah yang rahim.

Demikian pula Gereja selalu terpanggil untuk menjadi tanda sejati dari kerahiman Allah bagi dunia.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved