Oknum Pegawai Notaris Dipolisikan

Sempat Dijanjikan Fee Hasil Jual Tanah, Atniel Kore Mega Dilaporkan Gelapkan Sertifikat Tanah

Atniel Kore Mega mengungkapkan rasa penyesalan terhadap laporan dugaan penggelapan sertifikat tanah dari Rudolof Gili sebab ada rangkaian peristiwa

Penulis: Mutiara Christin Melany | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Atniel Kore Mega alias Nyenye, Warga Kambaniru, Kabupaten Sumba Timur yang dilaporkan kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Christin Malehere

POS-KUPANG.COM, WAINGAPU - Dugaan penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan oleh Rudolf Gili juga menyeret orang kepercayaannya bernama Atniel Kore Mega alias Nyenye, warga Kambaniru, Kabupaten Sumba Timur.

Saat ditemui POS-KUPANG.COM, Rabu 3 April 2024, Atniel Kore Mega mengungkapkan rasa penyesalan terhadap laporan dugaan penggelapan sertifikat tanah dari Rudolof Gili sebab ada rangkaian peristiwa lain hingga sampai penjualan tanah tersebut.

Menurut Nyenye, bidang tanah seluas 10,3 hektare di wilayah Padadita tersebut dibeli dengan uang hasil penjualan tanah keluarga besarnya di Laipori, Desa Palakahembi seluas 7 hektare. Tanah itu kemudian terjual 3 hektare dan uang hasil penjualannya hendak dibagikan kepada saudara-saudara dari pelapor.

“Terjualnya tanah seluas 3 hektare itu, saya juga yang mencari dan memasarkannya sehingga mendapatkan pembeli. Setelah itu pelapor dengan janji semua saudara-saudaranya untuk membagikan uang hasil jual tanah tersebut, namun yang terjadi, pelapor setelah dapat uang dia ke Bali, saya juga tidak dapat apa-apa,” ungkap Nyenye.

Transaksi jual beli tanah di Laipori oleh pelapor dengan pembelinya yang merupakan hasil usaha Nyenye, diakuinya tidak lagi melibatkannya. Namun demikian, dirinya mengaku tetap yakin akan diingat oleh pelapor, apalagi pelapor dikenal merupakan tokoh gereja.

Uang hasil jual tanah di Laipori itulah, kemudian pelapor membeli tanah di Padadita. Sehingga dari mulanya ada hubungan kerja yang baik dan saling percaya antara Nyenye dengan Rudolof, sehingga Nyenye akan mendapat bagian apabila tanah di Padadita berhasil terjual di kemudian hari.

“Sertikat tanah di Padadita itulah yang kemudian diberikan ke saya, yang mana sebelunya ada di notaris. Lalu saya tunggu-tunggu sudah ini bagian saya hasil jual tanah di Laipori tidak juga ada. Jadi saya tahan sudah itu sertifikat tanah Padadita yang kini masalah itu,” timpal Nyenye.

Nyenye pada kesempatan itu juga menegaskan layak untuk mendapatkan fee atas jasanya menjual tanah 3 hektar di Laipori seharga Rp 7 miliar. Belum didapatkan feenya membuatnya menahan sertifikat.

“Saya bilang kasih dulu saya punya bagian baru saya kasih sertifikatnya. Karena saya tidak kasih dia (pelapor) bilang mau dilaporkan ke polisi. Saya bilang kau mau lapor saya di polisi? Kau sudah nikmati semua hasil dari usaha saya, saksi ada semua, hasil usaha itu bahkan kau sudah beli rumah di Bali, saya bilang gitu,” urai Nyenye.

Namun demikian, Nyenye mengakui setelah berpikir lebih jauh dirinya akhirnya mengambil keputusan untuk mengantarkan kembali sertifikat itu ke notaris. Dirinya mengembalikan sertifikat dimaksud dengan perjanjian jika nantinya tanah itu laku akan diberikan bagiannya.

“Seiring jalannya waktu tanah itu laku, saya juga tidak tahu itu tanah laku. Kemudian Montes menghubungi saya untuk datang mengambil uang, setelah beberapa waktu berlalu, saya justru dituntutnya dengan penggelapan Kok bisa seperti itu, sedangkan sebelumnya ada hubungan baik kita dan saling pengertian, saling bantu. Sebelum laku itu tanah-tanah hampir tiap hari Pelapor datang dan tidur di rumah saya," terang Nyenye.

Dirinya juga tidak pernah mengetahui bahwa tanah tersebut telah laku terjual.

Terkait proses hukum kasus penggelapan sertifikat tanah tersebut, Nyenye mengakui siap untuk menghadapinya dengan nurani yang bersih.

Baca juga: BREAKING NEWS: Rudolf Gili Laporkan Oknum Pegawai Kantor Notaris ke Polres Sumba Timur

“Janganlah saya yang orang kecil ini diperlakukan begitu, karena tanah itu sekarang ada harga dan mungkin ada yang tawar lebih tinggi. Jangan kita Cuma mau lihat kelemahan orang tapi kelemahan kita juga ada sebenarnya. Saya tidak terima jika dibilang penggelapan, karena sebelumnya kita ada hubungan yang baik , jadi mestinya tidak harus sampai ada laporan polisi dan jangan sampai lihat saya ini sebagai orang jahat sehingga di harus dikawal ketat sama polisi, sampai kita mau ketemu dan omong langsung dengan dia saja sulit sekali,” ujarnya. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved