Pemilu 2024

Evaluasi: Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilu Harus Segera Dibenahi Agar Mengurangi Jatuhnya Korban

Pola rekrutmen penyelenggara pemilu ad hoc mendesak diperbaiki agar tidak jatuh korban lagi saat perhelatan pemilu.

Editor: Agustinus Sape
kOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Diskusi "Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024: Kematian Petugas KPPS dan Upaya Perbaikan Sistem Tahapan Pemilu yang Adil bagi Pemilih" yang diselenggarakan Komnas HAM, Kementerian Kesehatan, dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, di Jakarta, Rabu (27/3/2024). 

Ia menengarai, kematian petugas pemilu disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya beban pekerjaan yang berat, rekrutmen sumber daya manusia (SDM), manajemen krisis yang kurang, serta jaminan sosial.

Dari sisi beban pekerjaan, rata-rata petugas KPPS bekerja penuh selama tiga hari dua malam, bahkan bisa lebih. Mereka mendirikan TPS, membagikan formulir pemberitahuan memilih, mengurusi proses pemungutan dan penghitungan suara, hingga mengisi Sistem Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu 2024 (Sirekap). Pemilu 2024 juga masih terdiri atas lima kotak suara, yaitu memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dengan jumlah pemilih per TPS maksimal 300 pemilih. Beban ini cukup berat bagi KPPS.

”Pasal 383 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa penghitungan suara hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPS luar negeri yang bersangkutan pada hari pemungutan suara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20 Tahun 2019 juga memperpanjang waktu penghitungan suara menjadi 12 jam tanpa jeda sehingga beban pekerjaan KPPS memang berat,” papar Pramono.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kebijakan penyalinan formulir C.Hasil secara elektronik dari yang semula manual ternyata tidak berhasil menurunkan durasi waktu kerja KPPS. Sirekap justru menambah beban KPPS menjadi lebih berat.

Baca juga: Kabar Duka, Anggota PPK di Flores Timur Meninggal Dunia

Selain itu, KPU juga dinilainya tidak berhasil membuat kebijakan atau inovasi untuk mengurangi beban kerja KPPS. KPU masih menerapkan batas usia petugas KPPS 55 tahun. Sementara Bawaslu RI bahkan tidak menerapkan batas usia maksimal. Rekomendasi Komnas HAM idealnya batas usia maksima petugas pemilu adalah 50 tahun.

”Temuan lain adalah cuaca pada hari pemungutan suara tidak mendukung karena ada hujan dan angin sebelum, saat, dan setelah hari-H pemungutan suara yang menghambat pekerjaan KPPS di TPS selesai tepat waktu. Lingkungan TPS tidak sehat karena masih ada makanan ringan berupa gorengan, minuman kopi yang berlebihan, juga asap rokok,” katanya.

Komisioner KPU periode 2017-2022 itu meyakini pekerjaan berat ujung tombak penyelenggaraan pemilu itu bisa dikelola lebih baik lagi. Misalnya, jika usulan KPU untuk membuat penghitungan suara dua panel bisa disetujui DPR dan diterapkan. KPU memang sempat mengusulkan penghitungan suara dua panel, tetapi ditolak oleh Komisi II DPR.

Bimbingan teknis

Pendiri Akademik Pemilu dan Demokrasi Masykurudin Hafidz mengatakan, temuan Komnas HAM dan Kemenkes itu seharusnya bisa diperbaiki lagi ke depan. Soal beban pembangunan TPS, misalnya, sebenarnya bisa jauh-jauh hari dibangun dengan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga beban kerja KPPS tidak terlalu berat. Ada anggaran yang disiapkan untuk membangun TPS yang bisa dioptimalkan agar KPPS tidak kelelahan.

Selain itu, di TPS juga ada anggaran untuk konsumsi yang bisa dibelanjakan untuk membeli makanan sehat dengan budget yang tersedia. Bahkan, di TPS juga sudah disediakan vitamin.

”Pemilu memang berat, tetapi jika dikelola dengan baik, pemilu bisa lebih baik dan lebih sehat,” kata Masykur.

Ia juga berharap proses bimbingan teknis (bimtek) penyelenggara ad hoc itu bisa dilakukan lebih awal dengan dicicil sehingga pemahaman para petugas KPPS lebih baik. Sering kali yang ditemui di lapangan, petugas KPPS tidak membaca dokumen bimtek atau bimtek diselenggarakan mepet waktu sehingga pemahaman mereka saat menjadi petugas KPPS minim. Akhirnya, mereka kerap bingung dan bertanya karena tidak memahami masalah. Sementara jawaban yang diberikan oleh otoritas berwenang, baik KPU maupun Bawaslu, juga sangat minim.

”Ini juga mendesak dibenahi ke depan,” ucapnya.

(kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved