Pemilu 2024

Evaluasi: Pola Rekrutmen Penyelenggara Pemilu Harus Segera Dibenahi Agar Mengurangi Jatuhnya Korban

Pola rekrutmen penyelenggara pemilu ad hoc mendesak diperbaiki agar tidak jatuh korban lagi saat perhelatan pemilu.

Editor: Agustinus Sape
kOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Diskusi "Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024: Kematian Petugas KPPS dan Upaya Perbaikan Sistem Tahapan Pemilu yang Adil bagi Pemilih" yang diselenggarakan Komnas HAM, Kementerian Kesehatan, dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, di Jakarta, Rabu (27/3/2024). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan mencatat ada 171 petugas pemilu yang meninggal dunia selama perhelatan pemilu serentak 2024. Agar situasi serupa tidak terulang di pilkada serentak 2024, Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar standar rekrutmen penyelenggara ad hoc lebih ditaati karena masih ditemukan petugas pemilu yang meninggal berusia di atas 55 tahun. Padahal, sesuai aturan, syarat menjadi petugas pemilu adalah maksimal usia 55 tahun.

Kementerian Kesehatan mencatat, hingga 20 Maret 2024, sebanyak 171 petugas pemilu dilaporkan meninggal dunia di fasilitas kesehatan pemerintah. Jumlah petugas pemilu yang meninggal dunia itu di antaranya 87 orang Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), 40 orang Perlindungan Masyarakat (Linmas), 16 petugas pemilu lainnya, 10 saksi, 9 orang Panitia Pemungutan Suara (PPS), 8 orang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan 2 orang Panitia Pemilihan Kecamatan.

”Dari catatan kami, 30 persen yang meninggal dunia itu adalah petugas pemilu yang berusia 51 tahun-60 tahun. Padahal, sesuai aturan, usia maksimal penyelenggara ad hoc adalah 55 tahun,” kata Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan Obrin Parulian saat diskusi ”Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024: Kematian Petugas KPPS dan Upaya Perbaikan Sistem Tahapan Pemilu yang Adil bagi Pemilih”, Rabu (27/3/2024).

Parulian menambahkan, dari data yang masuk ke Kemenkes pada 10 Februari-25 Maret 2024, petugas pemilu paling banyak meninggal dunia pada H+2 pemungutan dan penghitungan suara, yaitu pada 15 Februari 2024 sebanyak 31 orang. Kematian petugas pemilu ini bahkan sudah dilaporkan tiga hari menjelang pemungutan suara, yaitu pada 11 Februari lalu.

Diskusi
Diskusi "Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024: Kematian Petugas KPPS dan Upaya Perbaikan Sistem Tahapan Pemilu yang Adil bagi Pemilih" yang diselenggarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Kesehatan, dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, di Jakarta, Rabu (27/3/2024). (KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI)

Penyebab kematian masih sama

Adapun penyebab kematian tertinggi masih sama seperti pada pemilu sebelumnya, yaitu penyakit jantung 38 orang, shock septik atau infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah yang sangat rendah sebanyak 15 orang, death on arrival (DOA) atau datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan meninggal dunia sebanyak 13 orang, penyakit pernapasan akut 10 orang, kecelakaan 10 orang, hipertensi 10 orang, penyakit serebrovaskular 10 orang, diabetes melitus 7 orang, dan sebagainya.

Untuk mencegah agar situasi serupa tidak terulang di kemudian hari, terutama perhelatan pilkada serentak 2024 pada November mendatang, Parulian menyarankan kepada penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, untuk taat dan patuh pada syarat administratif khususnya syarat batasan umur. Ia menyarankan agar penyelenggara pemilu melibatkan generasi muda seperti mahasiswa.

Dengan mengambil generasi muda, asumsinya mereka tidak memiliki atau bahkan hanya sedikit memiliki faktor risiko kesehatan atau komorbid, berstatus sehat atau layak.

Selain itu, Kemenkes juga menyoroti soal pentingnya penguatan aspek teknis seperti pembatasan jam kerja, dan kepatuhan untuk berperilaku hidup sehat untuk mengurangi risiko kesakitan dan kematian.

”Jika sejak awal sudah ada batasan usia 55 tahun untuk skrining rekrutmen penyelenggara pemilu ad hoc seharusnya ditaati. Harus ada sinkronisasi data antara jajaran KPU kabupaten, kota, provinsi dengan KPU RI,” ucap Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Nida Rohmawati.

Manajemen pemilu

Nida mengingatkan bahwa pengelolaan tahapan pemilu juga harus diatur mulai dari penyelenggara ad hoc dilantik, penyiapan tempat pemungutan suara seperti membangun tenda dan TPS, serta pengelolaan surat suara harus diatur.

Para petugas KPPS, misalnya, harus diingatkan bahwa menjelang pemungutan dan penghitungan suara, mereka harus tidur cukup dan tidak boleh begadang.

”Jika memang merasa kurang sehat, segera hubungi petugas kesehatan, jangan kemudian memaksakan diri karena dedikasi akhirnya malah sakit, bahkan meninggal dunia. Harus dipahami bahwa menjadi KPPS itu seperti naik haji. Karena pekerjaan berat, kondisi fisik harus bugar, tidur yang cukup, makan dan minum yang cukup dan sehat,” tutur Nida.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pramono Ubaid Tanthowi, menyebutkan, dari hasil pemantauan Tim Pemantauan Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, ada perbedaan data jumlah petugas yang meninggal dunia antara Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Kesehatan. Data KPU menyebutkan jumlah penyelenggara ad hoc yang meninggal pada pemilu kali ini turun menjadi 289 orang. Adapun pada Pemilu 2019, jumlah penyelenggara ad hoc yang meninggal dunia mencapai 894 orang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved