Berita Belu

Kapolres Belu Diduga Rusak Hutan Lindung Saat Buka Jalan untuk Warga, PMKRI Atambua Gelar Demo

komunikasi dari masyarakat bahwa sampai saat ini masyarakat terisolasi serta kurangnya akses perekonomian

Penulis: Agustinus Tanggur | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/AGUS TANGGUR
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua, Kabupaten Belu, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan NTT Wilayah Kabupaten Belu. Selasa, 26 Maret 2024. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur

POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua, Kabupaten Belu, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan NTT Wilayah Kabupaten Belu, Selasa, 26 Maret 2024.

Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan karena diduga Kepala Kapolres Belu dan jajarannya merusak kawasan hutan lindung di wilayah Dusun Weberliku dan Dusun Bubur Lulik, Desa Tukuneno, Kecamatan Tasifeto Barat, Belu.

"Kami menduga ada aktivitas pelanggaran yang terjadi pada kawasan hutan lindung di Wilayah Dusun Weberliku dan Dusun Bubur Lulik, Desa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat yang diduga dilakukan oleh Kapolres Belu bersama jajaran," ujar Oktovianus Mau, selaku kordinator lapangan.

Lanjutnya, berdasarkan hasil investigasi dan advokasi, kami datang ke UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu untuk menanyakan beberapa hal terhadap sejumlah fakta dilapangan seperti peningkatan jalan sepanjang kurang lebih 3 km, penebangan pohon kurang lebih 20 batang pohon.

Baca juga: Bupati Agus Taolin Lantik Sejumlah Pejabat Lingkup Pemda Belu

Selain itu, pembukaan jalan baru menuju lokasi tambang galian c kurang lebih 50 m dan penambangan galian c dengan radius lingkaran sepanjang kurang lebih 30 m dan kedalaman kurang lebih 6-8 m. 

Terhadap sejumlah fakta-fakta tersebut, PMKRI mengajukan sejumlah pertanyaan kepada UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu

"Apakah fakta tersebut di atas terjadi dalam kawasan hutan lindung atau bukan dan Apakah aktivitas aktivitas tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak?," ujarnya Okto. 

Lebih lanjut, Jika melanggar peraturan perundang-undangan yang belaku, maka undang-undang apa, nomor berapa dan pasal berapa yang dilanggar?

"Apakah UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu sudah mengetahui aktivitas - aktivitas di lokasi tersebut dan apa yang sudah dilakukan oleh UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu terhadap peristiwa tersebut?. Langkah hukum apa yang akan dilakukan oleh UPT KPH Wilayah Kabupaten Belu terhadap peristiwa tersebut, kapan akan dilakukan dan sampai kapan?," tambahnya. 

Menanggapi hal itu, dalam audiens bersama PMKRI, Plt Kepala UPT Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Wilayah Belu, Edel Mery Asa menyampaikan setelah mendapatkan informasi pihaknya sudah melakukan pengecekan dilokasi. 

"Sudah kami cek ke lokasi untuk melihat apa yang terjadi dan telah kami cek titik koordinat kemudian kita buktikan sesuai fakta yang ada berupa di dusun weberliku telah dilaksanakan peningkatan jalan sekitar 2,5 kilometer dan lebar jalan kurang lebih 3 meter yang masuk dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, itu sesuai fakta dilapangan," ujarnya. 

Akibat dari pembukaan jalan tersebut, terjadilah penggusuran beberapa pohon akasia, pohon putih kurang lebih 10 sampai 20 pohon. 

"Kami sudah lakukan kordinasi dengan pihak Desa Tukuneno bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh Kapolres Belu. Terhadap itu, tindakan yang sudah dilakukan adalah kami sampaikan kepada kepala Dinas lingkungan Hidup provinsi Nusa Tenggara Timur, sambil menunggu petunjuk lebih lanjut," jelasnya. 

Baca juga: Kepala BKKBN RI Sosialisasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Belu

Sementara Johanes Bulin, Kabid di UPT KPH wilayah Belu menambahkan bahwa betul aktivitas tersebut berlangsung dikawasan hutan lindung yang tercatat dalam RTK 184.

Menurutnya, kejadian tersebut karena tidak berkoordinasi terlebih dahulu, dimana sebenarnya ada aturan turunan Peraturan Menteri (Permen) LHK No 7 tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan.

"Kalau kita lihat fakta dilapangan, bahwa sebenarnya kordinasi yang kurang. Sebenarnya kita bisa memaafkan ruang yang ada, karena pemanfaatan hutan sangat memungkinkan dengan persetujuan pemanfaatan kawasan hutan yang disahkan oleh Gubernur dibawah 5 hektar, dengan persetujuan Menteri. Itu dimungkinkan karena untuk tujuan kepentingan masyarakat. Jalan tersebut sudah dibangun tahun 1982. Artinya, kalau kordinasi lancar hal seperti ini tidak akan terjadi," jelasnya. 

Terpisah, Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak yang dikonfirmasi Pos Kupang, Selasa,  26 Maret 2024 malam membantah adanya pengerusakan hutan saat pembukaan jalan tersebut. 

"Tujuan kami untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang saat ini tidak mendapat akses jalan, karena ini merupakan jalan lama dari tahun 1982. Peningkatan jalan itu merupakan komunikasi dari masyarakat bahwa sampai saat ini masyarakat terisolasi serta kurangnya akses perekonomian di daerah tersebut," ujarnya. 

Ia juga mengakui bahwa pihaknya sudah melakukan kordinasi dengan pihak Kehutanan. 

"Sudah ada koordinasi dengan pihak kehutanan. Dan benar, itu adalah jalan lama. Dan tidak ada niatan lain, hanya berbelas kasih dan membantu kesulitan masyarakat kecil," pungkas Kapolres Belu. (Cr23). 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved