Berita NTT
Pemegang Saham PT SIM dituntut Hukuman 10 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Sebut Tak Manusiawi
Jamaruba Silaban menyebut, tuntutan oleh JPU juga berlebihan karena yang mengalami kerugian dalam perkara ini adalah para terdakwa.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tim penasehat hukum PT SIM menilai tuntutan hukuman yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) kepada empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) di Labuan Bajo yang dibangun Hotel Plago berlebihan dan tidak manusiawi.
Hal tersebut disampaikan tim kuasa hukum PT SIM, Jamaruba Silaban, S.H. usai sidang pembacaan tuntutan kasus yang digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Senin, 25 Maret 2024 malam.
Jamaruba Silaban menyebut, tuntutan oleh JPU juga berlebihan karena yang mengalami kerugian dalam perkara ini adalah para terdakwa.
"Ini kan bangun guna serah (BGS), uang milik investor, tanah milik pemerintah, tanah sudah diambil alih, bangunan sudah diambil alih, manusianya dinyatakan korupsi. Tapi biarlah pengadilan yang menilai. Kita percaya pengadilan itu tempat mencari keadilan," pungkasnya.
JPU menuntut para terdakwa dengan hukuman yang berbeda-beda. Terdakwa Thelma Bana, dituntut 5 tahun kurungan penjara dan denda Rp 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.
Terdakwa Hari Pranyoto dituntut 7 tahun kurungan penjara dan pidana denda Rp 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.
Lidya Sunaryo dituntut 10 tahun kurungan penjara dan pidana denda Rp 500 juta atau diganti pidana kurungan enam bulan.
Sedangkan terdakwa Bahasili papan dituntut 10 tahun dan pidana denda Rp 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.
Bahasili Papan juga dituntut untuk mengganti kerugian sebesar Rp 8,5 miliar lebih untuk mengganti kerugian keuangan negara atau disita harta kekayaannya untuk mengganti kerugian keuangan negara.
Jamaruba Silaban, S.H. juga mengatakan, tuntutan merupakan kewenangan dari JPU. "Jadi terserah menurut keyakinan mereka," ujarnya.
Meski begitu, dirinya menilai tuntutan tersebut sangatlah tidak manusiawi jika melihat fakta persidangan yang sudah tersaji selama proses sidang kasus ini, terutama tuntutan mengganti kerugian negara sebesar Rp8,5 miliar untuk terdakwa Bahasili Papan.
Baca juga: Sidang Lanjutan Hotel Plago, Ahli Penilai BPAD NTT Sulit Jelaskan Perhitungan Kontribusi PT SIM
Tuntutan penggantian kerugian keuangan negara oleh JPU kepada Bahasili Papan sebesar Rp 8,5 miliar merupakan nilai kerugian yang sama dengan hasil audit oleh BPKP Provinsi NTT yang dipakai untuk menjerat para terdakwa.
"Menurut kami tidak ada seperti itu, karena tidak ada norma hukum yang mengatur untuk melakukan penilaian ulang. Tidak ada regulasi ditingkat undang-undang maupun peraturan, baik itu peraturan presiden dan peraturan menteri yang mengamanatkan bahwa perjanjian kerja sama (PKS) yang sudah ditandatangani antara pemerintah dan swasta itu dapat dinilai ulang," jelasnya.
Jamaruba Silaban menambahkan, terdapat empat variasi nilai kontribusi yang terungkap dalam persidangan, diantaranya, nilai yang terdapat di dalam PKS, kemudian nilai kontribusi yang mau diadendumkan, penilaian dalam PKS Pemprov NTT dan PT Flobamor sebesar Rp 800 juta dan nilai yang dipakai JPU sebesar Rp 1,5 miliar.
Menurutnya, nilai kerugian keuangan negara yang pasti yang disebabkan oleh para terdakwa tidak terungkap dalam persidangan. "Tentunya nilai kerugian itu harus pasti dan tidak berubah-ubah," tambahnya.
Telkomsel, Wajah Baru Gaya Inovatif yang Menghipnotis |
![]() |
---|
Sejarah Baru, Atlet Gymnastik Pertama dari NTT Langsung Naik Podium Juara di Jakarta |
![]() |
---|
Pengamat Undana Nilai Hakim MK Tidak Berprinsip Hapus Parlemen Threshold |
![]() |
---|
Pj Bupati Kupang Ajak Pemuda Katolik NTT Sinergi dengan Pemerintah Daerah |
![]() |
---|
Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe Minta Warga NTT Eratkan Rasa Persatuan dan Persaudaraan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.