Berita Alor
73 Ternak Babi di Teluk Mutiara Mati, Pemda Alor Imbau Warga Waspada Penyakit ASF
Melakukan disinfeksi terhadap manusia, peralatan, alat angkut / kendaraan, alas kaki, dan pakaian pada saat masuk dan keluar area kandang.
Penulis: Rosalia Andrela | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrela
POS-KUPANG.COM, KALABAHI - Sebanyak 73 ternak babi mengalami kematian di Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Dugaan sementara ternak babi ini terserang African Swine Fever (ASF) atau Virus Demam Babi Afrika.
Kepada POS-KUPANG.COM, Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan), Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Pengolahan dan Pemasaran Dinas Peternakan Kabupaten Alor, Kanisius Radja, STP mengungkapkan ternak yang mati ini belum dilakukan uji laboratorium, namun gejalanya mengarah pada dugaan ASF.
“Untuk Kecamatan Teluk Mutiara, kematian ternak babi ini sudah tersebar di 11 desa/kelurahan. Sementara dari kecamatan lain, belum ada laporan masuk ke Dinas Peternakan. Saat ini kami masih menduga, bahwa kematian ini akibat terserang virus ASF. Tetapi kami belum melakukan uji coba laboratorium, untuk membuktikan bahwa ini kematian akibat ASF atau bukan,” ungkap Kanis di ruang kerjanya Senin, 18 Maret 2024.
Lebih lanjut Kanis menuturkan bahwa sejak awal Februari pihaknya telah mengeluarkan himbauan waspada ASF kepada camat di 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Alor.
Baca juga: BNPB Pusat Tetapkan Status Siaga Darurat Rabies, Pemda Alor Imbau Warga Waspada Penularan
“Awal Februari kami sudah mengeluarkan surat imbauan Kewaspadaan ASF. Surat ini sudah disampaikan kepada Camat. Kemudian kami keluarkan surat himbauan lagi, untuk desa dan lurah. Kami minta untuk disampaikan ke pemuka agama, agar dihimbau ke umat di rumah-rumah ibadah,” tutur Kanis.
Virus ASF sendiri menurut Kanis masuk ke Indonesia tahun 2019. Kemudian menyebar hingga ke Kabupaten Alor pada tahun 2020. Pada tahun 2021 yang lalu bersamaan dengan virus Covid-19, terjadi kasus kematian ternak babi hampir mendekati angka 5.000 ekor. Paling banyak terjadi di wilayah Pulau Pantar. Tahun 2022 ada 166 kasus, tahun 2023 ada 121 kasus kematian ternak babi di Alor.
Dinas Peternakan Kabupaten Alor mengambil langkah pencegahan dengan melakukan sosialisasi hingga ke Kecamatan, penyemprotan disinfektan di kandang babi, dan pemberian vitamin pada babi. Hal ini dilakukan karena hingga saat ini belum ada, dan belum ditemukan vaksin serta obat-obatan untuk kasus ASF.
Kanis menjelaskan bahwa virus ini dapat bertahan dalam pengaruh lingkungan dan stabil pada PH 4 -13, dapat bertahan hidup dalam darah di suhu 4 derajat celcius selama 18 bulan, virus dapat bertahan pada daging dingin selama 15 minggu, dan dalam daging beku selama beberapa tahun serta di kandang babi selama 1 bulan. Masa inkubasi virus 3 -15 hari.
Gejala klinis babi yang terserang ASF yakni demam hingga 42 derajat celcius, nafsu makan menurun, malas bergerak, pendarahan pada kulit, ada bintik merah di belakang telinga, daerah perut, dan pendarahan organ dalam, keguguran pada babi bunting, muntah dan diare, warna kulit kebiruan.
Adapun imbauan yang dikeluarkan Pemda Alor yakni :
1. Setiap orang atau peternak dilarang memasukan ternak babi, daging babi serta semua produk olahan daging babi ke wilayah Kabupaten Alor.
2. Melakukan Pengawasan Lalulintas Ternak Babi dan Produknya serta fasilitas / peralatan dan bahan yang terkontaminasi (fomite) dari peternakan di masing-masing wilayah.
3. Meningkatkan upaya pengendalian di lokasi kematian ternak babi (jika terjadi kasus) dengan melakukan isolasi babi sakit, dan melakukan dekontaminasi (pembersihan sumber penyakit) dan desinfeksi kandang.
4. Jika terjadi kasus kematian babi secara mendadak maka segera melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan terdekat dan bangkai babi mati harus segera dikuburkan, dengan kedalaman kurang lebih 1 meter dan jauh dari area perkandangan.
Baca juga: Kasus DBD Bertambah di Puskesmas Alor Kecil
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.