Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 17 Maret 2024, Bagaimana Agar Hidup Bisa Lebih Berarti?

Yang diberikan Yesus adalah sebiuah seruan, ungkapan dan sekaligus pengajaran kepada mereka soal waktu

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/PATER CHRIS SURINONO
Pater Chris Surinono, O.C.D menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 17 Maret 2024 dengan judul Bagaimana Agar hidup Bisa Lebih Berarti? 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 17 Maret 2024 dengan judul Bagaimana Agar hidup Bisa Lebih Berarti?

Renungan Harian Katolik Minggu 17 Maret 2024 dengan judul Bagaimana agar hidup bisa lebih berarti? ditulis oleh Chris Surinono, O.C.D dan mengacu dalam Bacaan Injil: Yohanes12: 20-33.

Bagaimana agar hidup bisa lebih berarti?

Kita memasuki minggu ke-lima pra-paskah, minggu terakhir sebelum memasuki pekan suci. Bacaan-bacaan pada hari ini bertemakan tentang bagaimana agar hidup bisa lebih berarti bagi diri, bagi sesama dan bagi Allah.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 15 Maret 2024: Jangan Takut Menjadi Orang Benar

Perikop Injil Yohanes: 12: 20-33 bisa dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah kisah tentang bagaimana murid Yesus membantu menghubungkan keinginan orang untuk bertemu Yesus. Bagian kedua adalah penjelasan Yesus soal bagaimana Putra Manusia (Yesus sendiri) dimuliakan.

Dalam merayakan Paskah orang Yahudi, ada orang-orang yang mungkin sudah mendengar banyak tentang Yesus, sehingga mereka begitu ingin, rindu dan berusahauntuk bertemu dengan Yesus. Namun, tentu tidak segampang yang mereka pikirkan. Cara terbaik untuk bertemu adalah melalui para murid-Nya. Mereka mendekati Filipus.

Namun ia tidak langsung memberitahukan itu kepada Yesus. Ia memberitahukan lagi kepada Andreas, lalu keduanya menyampaikan kepada Yesus. Jalan berliku ini bukan apa yang sering kita dengan soal birokrasi yang berbelit dan beliku. Ini soal tradisi dalam memberika kesaksian yang harus harus lebih dari seorang.

Maka, bias dimengerti seakan ada proses panjang agar keinginan orang-orang dari Betsaida di Galilea ini sampai kepada Yesus. Filipus dan Andreas pun setia meneruskan keinginan mereka kepada Yesus. Heranya, Yesus tidak memberikan jawaban boleh atau tidak. Yang diberikan Yesus adalah sebiuah seruan, ungkapan dan sekaligus pengajaran kepada mereka soal waktu, saatnya bahwa Putra Manusia itu dimuliakan.

Pertama. Mereka berkata kepada Filipus: Tuan, kami ingin bertemu Yesus. Kata kerja yang digunakan oleh penulis Injil ini di sini adalah “bertemu”. Bertemu dalam konteks Injil Yohanes, bukan sekedar keinginan untuk mengetahui ciri-ciri fisik, tinggi, wajah, warna kulit, seyum-Nya atau suara-Nya, namun jauh lebih dalam dan melampaui apa yang terlihat.

Seorang yang ingin bertemu, karena orang itu rindu untuk masuk dan mengetahui suasana batin orang lain itu. Ingin menemukan dan merasakan getaran hati orang yang ingin dijumpainya itu. Bertemu berarti tahu, mengenal nilai apa yang ada dalam hati orang lain itu; apa yang membuatnya lelah, apa yang menjadi inspirasi; apa yang menjadi motivasi utama. Ini adalah arti dari kata bertemu.

Jadi, mereka ingin tahu alasan utama mengapa Yesus mau dan siap menderita. Mereka ingin masuk ke dalam relung batin Yesus untuk mendapatkan alasan utama mengapa cinta-Nya kepada dunia sampai membuat-Nya siap dan iklas menderita dan wafat di Salib.

Kedua. Menanggapi keinginan orang yang mau bertemu-Nya, Yesus katakan demikian: Telah tiba saatnya Putra Manusia dimuliakan. Jawaban Yesus ini adalah penegasan dan sekaligus pengajaran soal jalan terbaik dan mudah untuk bertemu, atau mengenal Yesus, apa yang ada dalam hati-Nya,  apa yang menjadi prioritas hidup-Nya dan hal penting apa bagi-Nya adalah melihat dalam Salib dan Penderitaan-Nya.

Salib dan Penderitaan Yesus adalah cermin yang memantulkan kepada kita apa yang ada dalam hati-Nya; apa yang menggetarkan jiwa-Nya. Kita bisa mengenal siapa Yesus itu dan bagaimana cinta-Nya kepada kita hanya lewat Salib dan penderitaan-Nya. Artinya kalau kita ingin mengenal dan mengalami getaran cinta dalam hati-Nya bagi kita, maka kita perlu menemukan apa yang mendorong dan memotivasi-Nya untuk meninggal.

Hidup dan kematian itu sesungguhnya bukan beroposisi, tetapi keduanya saling melengkapi dan mengisi. Melepaspergikan atau lepas bebas, artinya mati terhadap segala ego dan keinginan diri adalah jalan terbaik untuk menjadikan hidup ini berarti. Tanpa menemukan apa yang harus dilepaskan-pergikan, korbankan, atau nomorduakan, hidup sebenarnya tidak akan berarti dan tidak menjadi berarti apa-apa, meski bagi dirinya sendiri.

Kalau kita tidak punya alasan mendasar untuk berkorban, meninggalkan atau lepas bebas dari diri dan ego kita, maka sebenarnya kita tidak memiliki alasan mendasar untuk hidup. Hanya mereka yang mampu menemukan alasan untuk berkorban, melepaspergikan dan lepas bebas dari segala ikatan diri, mereka ini memiliki alasan, semangat dan cinta untuk hidup dan menjadikan hidupnya berarti bagi dirinya, orang lain dan bagi Allah.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved