Opini

Opini: Tanggung Jawab Pelestarian Bahasa Daerah

Artinya, mereka tidak lagi menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan dengan orang tuanya sendiri.

|
Editor: Dion DB Putra
ilustrasi
Bahasa daerah 

Hal ini tentu beralasan karena bila tidak dilakukan pelestarian bagi generasi niscaya suatu waktu senjakala kepunahan bahasa segera menjemput.

Pengalaman punahnya sebelas bahasa daerah tersebut adalah pelajaran nyata betapa bahasa-bahasa daerah tersebut tanggal dari para penuturnya dalam relasi komunikasi.

Kesadaran kolektif

Sebagaimana disebut di atas versi Kemendikbudristek, terdapat 11 bahasa daerah di Indonesia yang sudah mengalami kepunahan. Kabar tak sedap ini tentu bukan harus diratapi.

Namun, lebih dari itu dibutuhkan kesadaran kolektif para pihak (stakeholder) bergerak menyelamatkan bahasa daerah di Indonesia.

Mengapa? Bahasa daerah sebagaimana pula Bahasa Indonesia adalah identitas dan jati diri bangsa.

Upaya melestarikan bahasa daerah sangat urgen demi mencegah kepunahan bahasa daerah bersangkutan sekaligus menyadarkan masyarakat terutama penutur asli sedini mungkin. Paling kurang dimulai dari anak-anak dan remaja di bangku sekolah.

Materi muatan lokal (mulok) terkait pelestarian bahasa daerah menjadi ruang terbuka para pemangku kepentingan di semua satuan pendidikan.

Langkah itu paling kurang menjadi pintu masuk efektif merawat keberlangsungan bahasa daerah dari intaian kepunahan.

Berbagai upaya sudah, sedang dan terus dilakukan pemerintah untuk melestarikan bahasa daerah melalui Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa provinsi.

Upaya-upaya ini menunjukkan perhatian, komitmen dan konsistensi pemerintah terhadap keberadaan bahasa daerah demi mengantisipasi ancaman kepunahan.

Pertama, digalakan penulisan dan penerjemahan cerita anak dwibahasa yang diselenggarakan oleh kantor-kantor bahasa di setiap provinsi.

Melalui kegiatan ini, anak-anak usia sekolah diharapkan termotivasi dan terdorong untuk rutin membaca cerita dwibahasa anak. Muaranya, anak-anak akan termotivasi untuk mempelajari dua bahasa sekaligus yakni bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

Kedua, kolaborasi dan sinergi dari komunitas-komunitas sastra yang dengan rutin mengadakan penulisan puisi dwibahasa. Sebut saja, komunitas sastra Taman Inspirasi Sastra Indonesia.

Komunitas ini diimunisasi para penyair atau sastrawan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved