Opini

Lima Tahun DPRD Nagekeo: Sudah Bikin Apa?

Kabupaten Nagekeo adalah satu dari 514 daerah kabupaten/kota di Indonesia yang juga akan menyelenggarakan Pileg dan Pilpres 2024.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Greg Retas Daeng. 

Oleh: Greg Retas Daeng, S.H.
Advokat HAM dan Pegiat Demokrasi

POS-KUPANG.COM - Kabupaten Nagekeo adalah satu dari 514 daerah kabupaten/kota di Indonesia yang juga akan menyelenggarakan Pileg dan Pilpres 2024.

Berdasarkan data KPU Nagekeo, sebanyak 119.724 orang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jumlah ini pada 14 Februari 2024 diperebutkan hak suaranya oleh para Capres dan Caleg sudah gencar melakukan kampanye.

Janji-janji manis sudah pasti tersaji demi memastikan langkah mereka memperebutkan kursi kekuasaan. Apalagi di level kabupaten, yang gema dinamika politik sangat terasa sekali.

Di tengah riuh ramai proses kampanye politik yang sudah usai, dari 25 anggota DPRD Nagekeo yang aktif saat ini, terdapat 23 orang petahana yang akan maju kembali dalam percaturan politik Legislatif di Nagekeo.

Sementara dua orang lainnya memilih untuk naik kelas yakni 1 menuju kursi DPRD provinsi dan satunya lagi bertarung untuk kursi DPR RI. Mereka akan bertarung dengan 336 caleg pendatang baru yang maju dari tiga daerah pemilihan (Dapil) di Nagekeo .

Tulisan ini secara spesifik akan mengulas tentang potret kerja Lembaga Legislatif di Nagekeo dalam lima tahun terakhir.

Hal ini penting mengingat sebagian besar dari para legislator daerah (baca: Nagekeo) itu, akan maju lagi sebagai caleg dari partai dan dapil masing-masing. Pertanyaanya, apakah mereka layak untuk dipilih kembali?

Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi warna dari ulasan tulisan dan sekaligus memberikan ruang pendidikan politik bagi para pemegang hak suara untuk menentukan hak pilihnya secara tepat.

Sudah bikin apa?

Sejak awal pemekaran dari kabupaten induk (baca:Ngada), kiprah pembangunan di Kabupaten Nagekeo senantiasa bertumbuh dari waktu ke waktu.

Hal ini tentu tidak lepas dari kehadiran lembaga legislatif sebagai simbol kedaulatan rakyat yang memberikan kontribusi tersendiri terhadap aspek-aspek pembangunan melalui kewenangan yang dipunyai.

Lembaga ini hadir sebagai mata dan telinga masyarakat Nagekeo untuk menyuarakan persoalan atau aspirasi yang seringkali tidak tersampaikan kepada Pemerintah Nagekeo.

Kendatipun demikian persoalan-persoalan serius di Nagekeo yang menjadi urusan pembangunan terus ada dan cenderung bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Nagekeo mencapai 18.570 jiwa.

Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan series data tahun sebelumnya yang berjumlah 18.010 jiwa.

Atau bila dikonversi ke skala presentasi maka angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Nagekeo pada tahun 2022 berada pada level 12,05 persen dan meningkat pada tahun 2023 pada level 12,33 persen.

Lantas, pertanyaannya, sudah bikin apa DPRD Nagekeo atas masalah-masalah itu? Apakah mereka hanya sibuk bheo (debat kusir) atau omon-omon saja dan tiap bulan makan gaji buta (Gabut) dari pajak rakyat?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan mengupas satu per satu berdasarkan tiga kewenangan yang dimiliki.

Pertama, kewenangan Legislasi. Harus diakui bahwa kewenangan ini merupakan kewenangan yang paling miskin sepanjang sejarah Lembaga legislatif Nagekeo berdiri.

Bagaimana tidak, selama 5 tahun menjabat, tidak ada satupun Peraturan Daerah (Perda) inisiatif yang keluar dari institusi wakil rakyat itu.

Padahal sama-sama kita ketahui, banyak sekali persoalan masyarakat Nagekeo yang salah satu solusinya adalah pengaturan melalui regulasi daerah.

Dalam kasus ini, para legislator itu seharusnya tidak berbangga diri bahwa mereka sudah bisa melahirkan Perda yang secara rutin tiap tahun itu ada, seperti Perda APBD, Perda APBD Perubahan, Perda retribusi dan Perda tentang pembentukan organisasi perangkat daerah.

Sebab itu merupakan bentuk aturan yang bersifat pengulangan dan hanya mengubah angka/nomenklatur semata serta bisa dilakukan oleh Pol PP yang hanya tamatan SMA.

Dalam lapangan masalah sosial di Nagekeo, beberapa isu berikut ini yang menurut penulis semestinya sudah harus ada pengaturan Perda-nya.

Sebut saja Perda tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat, Perda tentang Bantuan Hukum untuk masyarakat miskin, Perda tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Perda tentang Pelindungan dan penempatan pekerja migran.

Dan satu Perda terakhir yang tidak kalah penting adalah Perda tentang sistem pertanian berkelanjutan.

Perda ini penting untuk menjawab tantangan global yang hari ini menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah.

Kedua, kewenangan Anggaran. Karakter dasar dari kewenangan ini adalah peranan Lembaga legislatif dalam membahas dan menyetujui anggaran pembangunan daerah bersama eksekutif.

Sasaran dari kewenangan ini berupa model kerja pemerintah yang terencana berbasiskan skema teknokratik yang matang dan ditopang dengan anggaran yang memadai.

Namun, seringkali benturan kepentingan dan dinamika politik tingkat lokal yang sangat kental, ikut mempengaruhi kondusifitas pembahasan anggaran.

Fakta mirisnya, model persetujuan anggaran pun kemudian hanya berbasiskan pada “transaksi politik yang modalnya adalah kepentingan.

Dan pada gilirannya, harus diterima kenyataan pahit seperti terjadinya penundaan sidang anggaran, fraksi politik tidak menyetujui usulan anggaran dan pelambatan sistem kerja eksekutif karena belum mendapatkan persetujuan keuangan negara.

Ketiga, kewenangan pengawasan. Fungsi pengawasan oleh Legislatif hadir untuk memastikan kebijakan dan program pemerintah harus pro pada kesejahteraan rakyat.

Dalam Konteks Nagekeo, peran pengawasan dilakukan hanya sebatas formalitas semata. Akibatnya kesan publik terhadap Legislatif Nagekeo hari ini rubber stamp legislatures.

Sebab, keberadaan Lembaga yang terhormat itu justru seperti macan ompong dan hanya mengikuti apa mau pemerintah.

Lihat saja kasus mangkrak Pembangunan Gedung DPRD, kasus Pembangunan bandara, kasus waduk lambo, kasus pengadaan APD Covid-19, dana pokir dan beberapa kasus lainnya yang luput dari pengawasan maksimal Lembaga DPRD.

Layakkah dipilih kembali?

Dari sederetan nama-nama caleg incumbent, ada beberapa yang merupakan bekas aktivis mahasiswa yang dulunya cukup vokal.

Mereka sangat terkenal dan menjadi contoh karena garang menyuarakan aspirasi rakyat baik di jalanan maupun di kampus.

Tetapi kini, sayang sungguh sayang, watak singa itu kemudian berubah jadi bunglon politik. Ini pun diperparah dengan wajah DPRD Nagekeo hari ini yang nir perwakilan perempuan.

Jika melihat preferensi di atas, mereka yang menjadi anggota DPRD Nagekeo saat ini, layaknya tidak dipilih kembali untuk periode berikutnya (2024-2029).

Tentu ini adalah pendapat pribadi. Segala perdebatan pro dan kontra bisa saja muncul. Namun, satu hal yang harus diingat bahwa, potensi untuk mengulangi kelalaian yang sama bisa saja terjadi jika mereka-mereka itu terpilih lagi.

Karena biar bagaimanapun historis position harus dilihat sebagai rujukan untuk menentukan pilihan pada tanggal 14 Februari 2024.

Dalam usianya yang ke-17, sudah selayaknya Nagekeo butuh penyegaran politik. Butuh wajah legislator yang tidak hanya baru, tetapi juga energik dan punya visi yang tulus untuk memajukan daerah.

Semangat too jogo waga sama/teti puun wangkas lobhon harus terpatri dalam jejak langkah kerja para legislator nantinya. Sehingga hak politik yang sudah dimandatkan seluruh masyarakat Nagekeo, harus dibayar tuntas dengan kewajiban melalui kerja nyata para wakil rakyat. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved