Opini
Anies, Prabowo, dan Ganjar
Ketiga paslon adalah putera terbaik bangsa yang berkesempatan tampil melalui dukungan koalisi partai dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki.
Kedua, mau tidak mau atau suka tidak suka ketiga paslon dengan berbagai daya dan upaya meyakinkan koalisi partai bahwa ia (paslon) diberi kesempatan berkompetisi pada pilpres. Paslon yakin mampu mengemban mandat rakyat jika kepercayaan ada dalam genggamannya.
Masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif bahwa ketiga paslon tersebut merupakan produk politik koalisi yang disodorkan ke publik (rakyat) untuk diseleksi sebelum akhirnya dipilih di bilik suara. Rabu (14/2/2024) adalah hari penentu mana produk koalisi menjadi presiden dan wakil presiden.
Ketiga, ibarat menu, ketiga paslon itu sudah disodorkan koalisi untuk di-‘santap’ (baca: dipilih) rakyat di bilik suara. Bukan saatnya mempersoalkan siapa tukang masak atau racikannya tak sesuai selera.
Sikap minimalis adalah mengabaikan (tak memilih) di luar selera. Bukan pula membanding-bandingkan menu kesukaan dengan menu orang lain yang dipandang lebih ‘sedap’. Di bilik suara, masing-masing rakyat pemilih punya daulat penuh kepada siapa (paslon) suara hatinya tertambat.
Keempat, Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud adalah putera bangsa dengan rekam jejak (track record) berbeda-beda.
Ketiga paslon tak elok ditajam-tajamkan satu dengan yang lain serampangan abai tata krama dan etika politik. Siapapun paslon terpilih adalah pemimpin pilihan rakyat. Politik akomodatif dan oposisi dalam pemerintahan juga akan terjadi di elite partai koalisi.
Meski demikian, semua memiliki satu tujuan yaitu menjadikan Indonesia lebih aman, damai, dan sejahtera melalui kerja kolaboratif untuk dan demi rakyat.
Karena itu, esensi dan makna politik segera menemukan ruangnya dan menjadi panduan bagi pemimpin dan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makna asali
Paslon mana yang akan memenangkan pilpres masih misteri. Begitu akan muncul pertanyaan apakah pilpres kali ini akan berlangsung satu atau dua putaran juga masih teka-teki.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pun sudah mengatur ketentuan ketika pilpres belangsung satu putaran dan dua putaran.
Satu hal pasti, paslon presiden dan wakil presiden terpilih adalah realitas kerja politik koalisi partai.
Dalam konteks pilpres kali ini, bobot politik dan bobot partai terlihat bekerja dalam proses politik bernama pilpres terkait rekrutmen pemimpin (baca: presiden dan wakil presiden) menuju Indonesia yang lebih aman, damai, dan sejahtera.
Dalam Restorasi: Rekonstruksi Menuju Keadaban Politik (2017), Edu Lemanto menyebut, bobot politik bertumpu pada bobot partai politik.
Sementara bobot partai diukur dari seberapa banyak politisi bermutu mengisinya. Singkatnya, parameter keberbobotan politik, partai politik, dan politisi diukur dari mutu orientasi politik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.