Opini
Mempertanyakan Visi dan Misi Capres
Alhasil, spektrum visi dan misi ketiga Capres terkesan berorientasi jangka panjang, sementara mereka hanya memimpin Indonesia lima tahun.
Program apa dari masing-masing Capres yang dapat dikaitkan dengan pencapaian sasaran visi ini? Dalam 5 tahun pertama berapa pendapatan per kapita yang ingin dicapai?
Bagaimana dengan ketimpangan pendapatan secara spasial yang terjadi saat ini? Bagaimana dengan pendapatan per kapita daerah luar Jawa yang jauh dari pendapatan per kapita nasional, bagaimana strategi pada Capres untuk mengatasi kesenjangan tersebut?
Tak ada satu Capres pun yang mengelaborasi gagasannya dalam kaitan dengan pencapaian sasaran visi ini.
Terkait Visi Indonesia Emas kedua: Kemiskinan menuju 0 persen dan ketimpangan berkurang. Program penurunan kemiskinan apa yang ditawarkan para Capres?
Memberi makan gratis? Melanjutkan IKN? Internet gratis? Harga serba murah?
Program-program yang ditawarkan tersebut enak didengar, tetapi tidak jelas kaitannya dengan transformasi yang mana yang hendak didorong dan bagaimana implikasinya terhadap penurunan kemiskinan menuju nol persen.
Belum lagi angka kemiskinan yang tinggi di luar Jawa, seperti NTT misalnya, apa tawaran pada Capres untuk menurunkan kemiskinan di NTT dari 20 persen menjadi sekian persen dalam lima tahun pemerintahannya?
Terkait Visi Indonesia Emas ketiga; Kepemimpinan dan Pengaruh di dunia internasional meningkat (Global Power Index/GPI, dari 34 menjadi 15 besar pada 2045).
Tidak jelas bagaimana para Capres memahami dan menyampaikan gagasannya tentang meningkatkan GPI Indonesia dari 34 menjadi 15.
Apa problematik pokok yang dihadapi? Bagaimana peta kekuatan global dan peluang Indonesia untuk mengambil manfaat dari dinamika global untuk mendongkrak GPI nya?
Model kepemimpinan nasional seperti apa yang perlu ditampilkan untuk meningkatkan pengaruh internasional Indonesia?
Para Capres saking sibuknya mendandani diri dalam berkampanye, kemudian melupakan bagaimana meningkatkan GPI Indonesia.
Terkait Visi Indonesia Emas keempat: Daya saing SDM meningkat (Indeks Modal Manusia meningkat dari 0,54 menjadi 0,73 pada 2045).
Para Capres membicarakan daya saing SDM dalam konteks yang sangat praktis: memberi makan gratis, buka 300 Fakultas Kedokteran; Satu Sarjana dari satu Keluarga Miskin dan kewajiban negara membiayai menyediakan biaya pendidikan tinggi bagi mahasiswa.
Mereka lupa bahwa daya saing SDM yang diukur dari Indeks Modal Manusia, mengharuskan mereka menciptakan sistem layanan kesehatan berkualitas bagi semua dan pendidikan bermutu dan merata bagi semua, sehingga kesehatan dan pendidikan benar-benar dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan produktivitas SDM.
Opini: Frustrasi Melahirkan Anarki, Benarkah Demokrasi Kita Telah Gagal? |
![]() |
---|
Opini: Maulid Nabi dan Tantangan Pendidikan Karakter di Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Deteksi Dini Kanker Paru melalui Pemeriksaan Radiologi, Langkah Awal Selamatkan Nyawa |
![]() |
---|
Opini: Meneladani Gaya Hidup Sehat Nabi di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
Opini: Kepemimpinan Sekolah dari Mengatur ke Membereskan Diri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.