Liputan Khusus
Tak Ada Sumber Mata Air, Masyarakat Weliman NTT Alami Krisis Air Bersih
Menurut Meliana, selama ini mereka sangat kesulitan air dan untuk pertama kalinya Pemerintah desa mulai mendistribusikan air bersih secara gratis
Penulis: Novianus L.Berek | Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM, BETUN - Masyarakat Desa Taaba, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT, mengalami krisis air bersih. Hal ini terjadi karena curah hujan sedikit dan di wilayah itu tidak memiliki sumbar mata air.
Akibatnya, kebutuhan air bersih masyarakat harus benar-benar diperhitungkan, apalagi harga air per mobil tangki sebesar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per 5.000 liter.
"Untuk mendapatkan air bersih kami harus mengambilnya dari mobil tangki air dengan harga Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per tangki," kata warga Desa Taaba, Klau, Sabtu (20/1).
Baca juga: Krisis Air Bersih Mendera, Warga Desa Taaba Minta Bantuan Mobil Tangki Air
Baca juga: Kodim Belu Gelar Karya Bakti Perbaiki Pompa Hidram, Atasi Kesulitan Pasokan Air Bersih
Untuk bisa membeli air dari mobil tangki, Klau mesti bekerja lebih keras untuk mengumpul batu dari Sungai Motadelek, batas Desa Taaba dengan Desa Biris, di Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka.
"Selain kumpul batu, jual ternak dan hasil bumi untuk kepentingan beli air bersih dari mobil tangki," jelasnya.
Selama ini Klau bekerja sebagai pengumpul batu, bertani dan beternak. Harga jual tumpukan batu Rp 175.000 per tumpukan. Uang itu dibagi untuk pengepul Rp 100.000 dan kondektur truk yang menaikkan batu ke atas truk Rp 75.000.
"Biasanya 1 bulan kami habiskan sebanyak satu sampai tiga fiber penampungan air ukuran 1.200 liter sampai 2.300 liter," tuturnya.
Warga desa lainnya, Meliana Hoar, Gabriel Nahak, dan Yosep Manek mengatakan, masyarakat yang tidak memiliki uang untuk membeli air tangki, terpaksa mengambil air bersih di sumber mata air.
Jaraknya dari rumah ke sumber mata air itu sekitar 7 kilometer. Sumber mata air itu ada di Desa tetangga yakni Desa Haitimuk Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka.
"Jarak ke sumber mata air jauh sekali sehingga biasanya kami numpang truk pengangkut batu di Sungai Motadelek batas Desa Taaba ini untuk bisa dapat air bersih," jujurnya.
Menurut Meliana, selama ini mereka sangat kesulitan air dan untuk pertama kalinya Pemerintah desa mulai mendistribusikan air bersih secara gratis kepada masyarakat.
"Ini sejarah pertama kali sejak Desa Taaba terbentuk 20 tahun yang lalu, kami baru pernah mendapat distribusi air dari desa, tapi itu pun belum rutin sehingga kami masih sulit air," ungkapnya.
Sedangkan saat musim hujan, maka masyarakat akan menampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi saat ini hujan tidak merata sehingga kami teta kesulitan air bersih.
"Pada saat musim penghujan biasanya kami tadah air hujan dengan fiber penampungan air bagi yang ada. Dan yang tidak ada biasanya kami tadah dengan jeriken ukuran besar," jelasnya.
Meliana berharap agar pemerintah daerah bahkan Presiden Jokowi bisa menyumbangkan mobil tangki air tuk Desa Taaba sehingga mereka tidak lagi kedulitan untuk mendapatkan air bersih.
"Kami di Desa Taaba sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia ke-78 belum merdeka karena kami masih mengalami krisis air bersih," kata Wilhelmina Luruk.
Sumber mata air di desanya juga tidak ada sehingga masyarakat benar-benar menderita karena tidak ada air.
"Satu-satunya solusi adalah pesan mobil tangki air. Walaupun dibayar dengan harga mahal yakni per tangki air Rp 100 ribu," jelasnya.
Setiap bulan dia bisa beli 1 sampai 4 mobil tangki air karena kebutuhan selain untuk manusia juga untuk beri minum ternak sapi/ babi," katanya.
Gaspar Fahik, mengatakan, air merupakan kebutuhan prioritas. "Kami benar-benar butuh air bersih untuk bisa bertahan hidup. Karena itu sekalipun tidak ada uang, utangpun jadi. Intinya kami bisa beli air bersih, atau ya masyarakt jalan kaki ambil air di desa tetangga," ujarnya diaminkan warga lainnya Andreas Bere, Fidelis Teti, Rosalinda Bano, dan Brigitta Bano.
Tiga Metode
Kepala Desa (Kades) Taaba, Ida Hoar Nahak mengtakan, selama ini masyarakat Desa Taaba memang selalu kesulitan air bersih. Menurut Kades Ida, untuk mengatasi krisis air bersih di Desa Taaba hanya bisa menggunakan 3 metode pendekatan yakni, pendekatan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
"Jangka pendek dengan cara pembagian air bersih, jangka menengah dengan pembangunan sumur bor dan kangka panjang dengan pengadaan mobil tangki air sendiri," rinci Kades Ida, Sabtu (20/1).
Namun, selain 3 metode pendekatan itu, kata Kades Ida, khusus untuk tahun 2024, pihaknya akan melakukan pengadaan fiber penampungan air dengan daya tampung 1.200 liter sampai 2.200 liter untuk masyarakat. Fiber itu akan diberikan secara gratis dengan memanfaatkan Dana Desa (DD).
"Dalam waktu dekat kita sudah membagikan fiber penampungan air kepada masyarakat yang khususnya belum memiliki fiber yang dimaksud," ucapnya.
Terkait pembangunaan sumur bor, Kades Ida menambahkan, hal itu akan dilakukan namun pihaknya akan mengkaji lebih mendalam. Sebab pada masa kepemimpinan Kades Taaba Marsela Hoar Seran, hal itu tidak bisa dipenuhi.
"Nanti akan dikaji dulu oleh orang yang tepat sehingga bisa tahu dimana titik-titik sumur bor yang tepat," sebutnya.
Untuk metode pengadaan mobil tangki air, menurut Kades Ida, tentu juga membutuhkan anggaran yang besar. Namun sebelum itu terealisasi, pihaknya akan menggunakan cara membagikan air gratis dan pengadaan fiber penampungan air.
Karena, bagi masyarakat yang tidak memiliki fiber penampungan air terpaksa mengambil air di sumber mata air yang jarak tempuhnya mencapai 7 kilometer.
"Kalau ada fiber penampungan air di rumah, maka anggaran desa hanya dipakai untuk beli air dari mobil tangki air saja lalu mendistribusikan secara gratis ke rumah-rumah," ujarnya.
Menurut Kades Ida, krisis air bersih di Desa Taaba yang terjadi setiap tahun itu puncaknya pada bulan September hingga November. Dan ida yang baru menjabat sebagai kades selama 11 bulan itu, mengambil solusi alternatif yakni mendistribusikan air bersih kepada masyarakat secara bertahap.
Selama tahun 2023, Kades Ida telah mendistribusikan air bersih sebanyak 130.000 liter, yang dibagi dalam lima tahap sejak September hingga Desember 2023.
"Pada saat itu kita distribusi 5 tahap dalam 4 bulan yakni bertepatan dengan musim kemarau dari September hingga Desember," katanya.
Dan ketika sudah mulai musim penghujan, pendistribusian air bersih ke masyarakat mulai dikurangi. Tapi jika ada kedukaan, atau hujan tak menentu maka pemerintah desa akan membantu mendistribusikan air bersih, khususnya bagi masyarakat secara ekonomi keluarga kurang mampu.
"Distribusi air bersih tetap dilaksanakan bagi masyarakat yang secara ekonomi keluarga kurang mampu dan mengalami kedukaan," tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Kades Ida, krisis air bersih berkepanjangan di Desa Taaba ini terjadi karena di desa tersebut tidak ada sumber mata air yang bisa dimaksimalkan. Sehingga jika musim kemarau, masyarakat terpaksa membeli air dari mobil tangki harga kisaran Rp 100.000 - Rp 150.000 per mobil tangki yang berisi air 5.000 liter.
"Rata-rata tiap rumah memiliki fiber penampungan air ukuran 1.200 sampai 2.200 liter untuk menampung air," katanya.
Pengadaan 25 Fiber
Ketua BPD, Petrus Seran, mengatakan setiap Musrembangdes masyarakat sudah mengusulan pengadaan mobil tangki air sebagai alternatif untuk atasi air bersih. Selama 4 tahun terakhir masyarakat selalu mengusulkan solusi atasi air bersih.
"Usulan ini mulai dari Musdus - Musrenbangdes hingga Musrembangcam hanya tidak terealisasi sampai dengan saat ini. Entah apa masalahnya," tegas Petrus.
Sehingga pada tahun 2019, wacana untuk pembelian tangki air sudah diusulkan untuk pengadaan tahun 2020. Namun bersamaan dengan itu ada Covid-19 sehingga semua kebijakan pemerintah pusat seluruh anggaran dialihkan penggunaannya untuk penanganan Covid-19 ketimbang pembangunan fisik di desa.
"Sehingga pengadaan mobil tangki air tidak bisa direalisasikan. Kemudian tahun 2021, masyarakat kembali mengusulkan agar tahun anggaran 2022 dianggarkan pembangunan sumur bor di masa kepemimpinan Kepala Desa periode 2016 -2022," katanya.
Usulan pembangunan sumur bor itu dilakukan di masa kepemimpinan Kepala Desa Taaba, Marsela Hoar Seran.
"Usulannya bangun 1 unit sumur bor dengan nilai Rp 335.000.000, namun pembangunan sumur bor juga belum direalisasikan," kata Petrus.
Dan sekarang sudah ada pergantian Kepala Desa Taaba dari Marsela Hoar Seran kepada Ida Hoar Nahak untuk periode 2023-2029. Masyarakat berharap di masa kepemimpinan kepada desa Ida Hoar Nahak ini, akan ada pembangunan sumur bor.
"Yang saya tahu, dalam konsep penanganan air bersih, Kades Ida Hoar Nahak menggunakan 3 metode pendekatan yakni pendekatan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Semoga tiga metode ini bisa mengatasi krisis air bersih di Taaba," harap Petrus.
Pada tahun 2023, pola sudah dijalankan. Sedangkan untuk tahun 2024, rencananya akan dilakukan pengadaan 25 buah fiber penampungan air untuk dibagikan kepada masyarakat. "Semoga hal ini juga bisa direalissikan," tutupnya.
Tak Ada Supir
Camat Weliman, Heni Antoneta Benu membenarkan krisis air yang dialami masyarakat Dasa Taaba saat ini. Heni menjelaskan, secara keseluruhan wilayah Kecamatan Weliman memiliki 14 Desa dengan jumlah penduduk sekitar 92.800 jiwa.
Sebanyak 14 desa itu yakni Desa Taaba, Desa Leunklot, Desa Bone Tasea, Desa Haliklaran, Desa Umalawain, Desa Lakulo, Desa Laleten, Desa Wesey, Desa Haitimuk, Desa Keseleon, Desa Angkaes, Desa Wederok, Desa Lamudur, dan Desa Forekmodok.
"Dari 14 Desa di Kecamatan Weliman, masyarakat Desa Taaba yang paling sulit mengakses air bersih. Sehingga salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah distribusi air bersih dengan mobil tangki kecamatan," kata Camat Heni, Selasa (23/1).
Namun, kata Camat Heni, pendistribusian air bersih dengan mobil tangki kecamatan ini macet karena ketiadaan sopir. Solusinya, demikian Camat Heni, Desa Taaba menyesiakan sopir sehingga distribusi air ke wilayah itu bisa kembali rutin.
"Andaikan dari Desa Taaba sediakan sopir untuk menggunakan mobil tangki angkut air bersih, boleh. Pada prinsipnya, bikin surat ke kecamatan untuk dipertanggungjawabkan bila ada kerusakan dan lain sebagainya," kata Camat Heni memberi solusinya.
Menurutnya, usulan pengadaan sumur bor di Desa Taaba, sudah pernah diajukan saat kepemimpinan Kepala Desa Taaba, Marsela Hoar Seran. Tapi saat itu usulan tersebut tidak berhasil sehingga warga pada wilayah tersebut masih mengalami krisis air hingga saat ini.
Karena itu, Camat Heni berharap dalam Musrembangcam mendatang, semoga ada usulan lagi dari Desa Taaba terkait dengan penanganan krisis air bersih di wilayah tersebut.
"Kita akan melaksanakan Musrembangcam pada 7 Februari, sehingga besar harapannya, masyarakat Desa Taaba hanya beri satu usulan atau satu ide untuk penanganan air bersih. Entah itu berupa pengadaan sumur bor atau lainnya. Nanti akan diperjuangkan dalam Musrembangcam," janji Camat Heni. (nbs)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.