Uskup Anton Pain Ratu Wafat

Pain Ratu: Miskin Sampai Mati

Robert Bala menulis kisah tentang Mgr. Anton Pain Ratu SVD, uskup emeritus Keuskupan Atambua yang wafat di RSUD Atambua, Sabtu 6 Januari 2024 pagi.

|
Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM/HO
Mgr. Anton Pain Ratu SVD, uskup emeritus Keuskupan Atambua. 

Catatan tentang Uskup Anton Pain Ratu, SVD

Oleh Robert Bala

POS-KUPANG.COM - Hal apa yang paling menarik dari Uskup Anton Pain Ratu, SVD yang lahir 2 Januari 1929 dan wafat 6 Januari 2024? Bagi saya, sebuah pertemuan bisa menjawab hal ini. Tetapi sebuah pertemuan kecil pada Natal 1988 sudah memberikan jawaban: kemiskinannya.

Saat itu, sahabat saya seasal dari Tanah Boleng,P. Matias Daton Doni, SVD (kini misionaris di Chile), yang saat itu masih menjadi novis SVD Nenuk,  mengajak saya bersalaman dengan Uskup Atambua. Karena dianggap keluarga, Uskup yang baru 3 tahun sebagai Uskup (1984, sebelumnya uskup auksilier dari 1982) mengajak kami ke kamarnya. Sebuah kamar yang serba sederhana. Tidak banyak barang yang dimiliki dalam kamar.

Karena diajak duduk lebih lama, saya melihat keluar dari kamar. Ada emperan kecil dan di emperan itu ada barbel. Bukan Girik Barbel Dumbbell buatan pabrik tapi barbell yang dibuat dari semen. Uskup Anton lalu sampaikan bahwa dia berolahraga setiap hari dengan mengangkat-menurunkan barbel itu. Murah tetapi dibuat secara konsisten. Hal itu tentu bukan sekadar basa-basi. Konsistensi pada olahraga itulah yang barangkali turut berpengaruh mengantarnya hingga berusia 95 tahun, yang dirayakan 4 hari sebelum ia wafat.

Kontradiksi - Ironi

Menyaksikan kemiskinan saat ia baru saja ‘menempati takhta uskup’ menjadi kesan kuat untuk sejak saat itu berpikir bahwa Pain Ratu memang berbeda. Dengan pengalamannya yang sangat luas dengan kontaknya yang mendunia, maka model kemiskinan seperti itu kontradiktif lagi ironis.

Sudah di tahun 1966, Pain Ratu sudah melanglang buana di Jerman untuk kursus bahasa selama hampir setahun. Ia lalu ke Liverpool (1967) untuk memahirkan bahasa Inggrisnya sebagai persiapan belajar di EAPI (East Asian Pastoral Institute) pada Universitas Ateneo de Manila (1968-1970) hingga mendapatkan gelar BA dan MA bidang Pendidikan Religius.

Dari segi jabatan pemerintahan, Pain Ratu bukan orang sembarangan. 1962-1966 ia sudah menjadi anggota DPR GR Kabupaten TTU. Jabatan itu kembali diembannya saat selesai belajar di Filipina (1970-1972).

Ternyata jabatan pemerintahan itu hanyalah awal. Ia kemudian diangkat menjadi Regional SVD Timor (1972-1979). Sebuah jabatan 3 kali berturut-turut di SVD hal mana tidak biasa terjadi karena hanya bisa 2 masa jabatan.

Dari  jabatan regional, Pain Ratu diangkat menjadi Anggota Dewan Jenderal SVD di Roma (1979-1982). Dengan jabatan ini, Anton harus berkeliling ke seluruh dunia mengadakan visitasi ke hampir semua tempat di mana SVD berkarya.

Bisa dipastikan kemampuan berbahasa harus sangat baik. Malah anggota dewan harus belajar bahasa lain dalam waktu singkat agar bisa lebih berkomunikasi saat kunjungan.

Jabatan sebagai anggota Dewan Jenderal SVD seharusnya 1 periode untuk 6 tahun. Tetapi baru menjalani setengahnya, ia sudah dipanggil kembali ke Atambua karena diangkat menjadi Uskup Auksilier Atambua (1982-1984) dan Uskup Atambua (1984-2007).

Dengan demikian secara personal, Pain Ratu memang bukan orang sembarangan. Orang yang kaya dari segi pengalaman, jabatan (baik gerejawi maupun duniawi). Jaringannya sangat luas untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang bisa memanjakan diri dengan berbagai fasilitas. Tetapi ia tidak lebih dari sebuah barbell dari semen. Ia menghadirkan model hidup yang kontradiktif lagi ironis dengan jabatan yang pernah diemban.

Maranatha 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved