Lewotobi Erupsi
Leluhur Restui Tua Adat Nawokote Gelar Ritual di Gunung Lewotobi
Tuan Tanah Suku Puka sekaligus pemilik Gunung Lewotobi, Tobias Lewotobi Puka (44), mengatakan leluhur dan alam sudah merestui ritual Tuba Ile.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA - Ritual adat 'Tuba Ile' atau memberi makan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan bakal digelar beberapa waktu ke depan.
Ritual sakral oleh tetuah adat Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur itu menyusul ritus permulaan sebagai permohonan maaf ke gunung kembar yang dipercaya masyarakat sebagai nenek moyang.
Tuan Tanah Suku Puka sekaligus pemilik Gunung Lewotobi, Tobias Lewotobi Puka (44), mengatakan leluhur dan alam sudah merestui ritual Tuba Ile.
Baca juga: Pengungsi Lewotobi Bertambah, Stok Beras Menipis
"Setelah kami buat ritus lalu terjadi hujan, itu dari pandangan kearifan lokal bahwa leluhur sudah menyetujui apa yang kami minta," katanya, Jumat, 5 Januari 2023.
Menurutnya, hujan lebat selama beberapa jam sejak kemarin, Kamis, 4 Januari 2023 hingga hari ini, Jumat, 5 Januari 2023 bukan sekadar tanda, tetapi bukti bahwa adat menjadi relasi antara manusia dengan Tuhan, alam, dan leluhur.
Ritual untuk Gunung Lewotobi Perempuan dan Gunung Lewotobi Laki-Laki atau bahasa adat setempat disebut 'Ile Bele' (gunung besar) itu melibatkan suku Puka, Tobi, Kwuta, Wolo, Noba, dan Tapun.
Baca juga: 102 Personel Polda NTT ke Flores Timur Bantu Tangani Imbas Lewotobi Erupsi
Mereka membawa anak kambing dan sesajen lain seperti, sirih, pinang, telur ayam, arak, tembakau, dan braha atau penyatuan benang dan kapas warna merah-putih.
Penyembelihan kurban untuk Ile Lake (gunung laki-laki) dan Ile Wae (gunung perempuan) itu dilakukan suku Puka karena menjadi komando dalam ritus sakral itu.
Tobias mengatakan ada dua Mesbah, tempa melangsungkan ritual Tuba Ile. Sesajen yang mereka bawa kemudian diletakan di bawah batu besar yang menyerupai payung.
"Ada Mesbah, jarak masing-masing 10 meter. Itu batu membentuk seperti payung. Ada lubang dalam batu itu, kemudian kami letakan sesajen di bawah batu," ungkapnya.
Dalam ritual dengan melantunkan mantra adat untuk menghormati gunung, tuan tanah suku Puka dan tetuah adat Nawokote akan menancapkan besi dalam tanah.
"Itu semacam penonggak, kita paku bumi dan tahan Ile (gunung) supaya jangan tumbang," katanya.
Usai ritual, tetuah adat Nawokote langsung berlutut dan menghormati gunung, kemudian berjalan mundur dari Mesbah pertama ke Mesbah kedua yang berjarak 10 meter.
Sementara dari Mesbah kedua hingga kembali ke Desa Nawokote, para tetuah adat maupun siapa saja yang terlibat dalam ritual itu tidak boleh mengengok ke belakang. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.