Pilpres 2024
Gegara Dana Kampanye Hanya Rp1 Miliar, Anies-Muhaimin Kini Dilaporkan ke Bawaslu RI
Gara-gara dana kampanye paling minim dalam Pilpres 2024 ini, pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dilaporkan ke Bawaslu RI.
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
Pakar menilai bahwa sistem pemilu di Indonesia memang tidak mendukung tata kelola dana kampanye yang bertanggung jawab.
Ivan Yustiavandana Sudah Curiga
Pembiayaan kampanye di luar rekening resmi juga tercium dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait peningkatan transaksi mencurigakan jelang Pemilu 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa indikasi transaksi mencurigakan muncul dari kejanggalan aktivitas RKDK yang cenderung tak bergerak.
Logikanya, dengan kegiatan kampanye yang semakin intens, arus transaksi di RKDK seharusnya "sibuk" karena uang yang tersimpan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan.
Namun, pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening-rekening bendahara partai politik dengan nominal yang disebut lebih dari setengah triliun rupiah.
"Semua sudah kita lihat. Semua sudah diinformasikan ke KPU dan Bawaslu. Kita masih menunggu, ini kan kita bicara triliunan," kata Ivan di sela-sela acara Diseminasi PPATK, Jakarta pada 14 Desember 2023.
Jauh sebelum itu, pada Rapat Koordinasi Tahunan PPATK, 19 Januari 2023 lalu, Ivan telah mengungkit bahwa PPATK mengendus dugaan aliran dana jumbo hasil kejahatan lingkungan seperti tambang ilegal dan tindak pidana lain mengalir ke partai politik yang ditengarai untuk kepentingan elektoral.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono memaparkan, pada 2021, Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dalam kategori itu meningkat dari 60 LTKM bank menjadi 191 LTKM bank pada 2022.
Nominalnya juga membengkak signifikan, dari Rp 883,2 miliar pada 2021 tiba-tiba meroket ke angka Rp 3,8 triliun pada 2022.
Pada LTKM nonbank, uang hasil tindak pidana lingkungan hidup juga naik.
Pada 2021, tercatat 49 LTKM nonbank dengan nominal Rp 145,3 miliar.
Pada 2022, jumlahnya menjadi 160 LTKM non-bank dengan nominal Rp 184,3 miliar.
"Luar biasa terkait GFC (green financial crime) ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasus dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota parpol," ujar Danang kala itu.
Danang juga mengungkapkan, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, tidak dilakukan aktor independen.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.