Nyamuk Wolbachia

Berdasarkan Studi Risiko, Wolbachia Tidak Membuat Nyamuk Semakin Menggigit

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi menepis kekhawatiran pasca penyebaran nyamuk Wolbachia.

Editor: Agustinus Sape
Kementerian Kesehatan
Ilustrasi nyamuk yang terinfeksi Wolbachia. Wolbachia tidak membuat nyamuk semakin menggigit. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi menepis sejumlah kekhawatiran pasca penyebaran nyamuk Wolbachia di beberapa provinsi di Indonesia. Ia memastikan nyamuk ber-Wolbachia tidak akan semakin ganas menyerang manusia.

“Sebelum kami memutuskan untuk melepaskan nyamuk tersebut, kami telah melakukan studi risiko dengan melibatkan 25 ahli multidisiplin. Studi tersebut menemukan bahwa beberapa risiko yang muncul dapat diabaikan, dan nyamuk tidak akan menjadi lebih ganas dalam menyerang manusia,” katanya dalam sebuah acara bincang-bincang, Selasa 19 Desember 2023.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2021 oleh Profesor Adi Utarini dari Universitas Gadjah Mada (UGM), metode Wolbachia terbukti mampu menurunkan jumlah kasus dan angka rawat inap infeksi demam berdarah dengue sebesar 77,1 persen dan 82,6 persen.

Pambudi mengatakan penerapan metode Wolbachia di Indonesia juga berbeda dengan Singapura yang selama ini menggunakan metode tersebut.

“Singapura melakukan sterilisasi, jadi nyamuknya jantan semua. Sedangkan di Indonesia, nyamuknya tidak kita sterilkan. Nyamuknya tetap berkembang biak yang mengandung Wolbachia,” jelasnya.

Namun, dia memastikan pemerintah akan mencegah nyamuk ber-Wolbachia agar tidak bermutasi.

“Nyamuk yang terinfeksi Wolbachia selalu memiliki mekanisme untuk bertahan hidup. Tidak mengherankan jika dalam lima tahun ke depan, misalnya, mereka dapat beradaptasi atau bermutasi. Ini adalah mekanisme alami untuk mempertahankan diri, dan kita harus mencegah hal tersebut terjadi,” kata Pambudi.

Baca juga: Peneliti Sebut Nyamuk Wolbachia Tidak Bisa Menginfeksi Manusia

Terkait penolakan di beberapa daerah terkait pelepasan nyamuk ber-Wolbachia, Pambudi menyatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan tokoh terkait.

Ia mengatakan pelepasan nyamuk ber-Wolbachia ke lingkungan berpotensi menghilangkan kematian akibat demam berdarah dengue.

“Memang tidak sepenuhnya menghilangkan kasus DBD, tapi bisa menghilangkan kematian akibat penyakit tersebut. Menghilangkan kasus DBD dan menghilangkan kasus kematian itu berbeda. Semakin kita bisa menekan angka kasus, maka penanganan kasusnya akan semakin baik,” jelasnya.​​​​​​

Metode Wolbachia

Demam berdarah di Indonesia masih menjadi ancaman kesehatan serius yang perlu ditangani, dengan rata-rata jumlah kasus mencapai 74 ribu hingga 140 ribu per tahun.

Kementerian Kesehatan melaporkan angka kematian akibat DBD tertinggi terjadi pada kelompok usia 5-14 tahun dengan case rate sekitar 50-60 persen.

Apalagi wabahnya masih terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat.

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan melaporkan, sepanjang Januari hingga November 2023, tercatat pasien demam berdarah sebanyak 76.449 orang dengan jumlah kematian sebanyak 571 orang.

Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang jumlah pasiennya mencapai 143.300 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.236 orang.

Hal ini dicapai melalui intervensi yang dilakukan saat ini, yang meliputi fogging, penggunaan larvasida, dan penerapan gerakan 3M plus yang mencakup pembersihan wadah penyimpanan air, penutupan wadah penyimpanan air, dan penggunaan kembali atau daur ulang barang bekas.

Meski demikian, inovasi alternatif masih diperlukan untuk mencegah dan mengendalikan demam berdarah hingga kasus terendah di Indonesia serta mempercepat pencapaian eliminasi demam berdarah pada tahun 2030.

Salah satu bentuk inovasi terbaru yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah penggunaan bakteri Wolbachia yang disuntikkan ke dalam sel tubuh nyamuk Aedes aegypti. Inovasi ini terbukti efektif menurunkan laju kasus demam berdarah di 14 negara, termasuk Brazil, Australia, dan Singapura.

Peneliti Pusat Pengobatan Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Adi Utarini menyatakan, bakteri Wolbachia pertama kali ditemukan pada jaringan reproduksi nyamuk Culex pipiens oleh Hertig dan Wolbach pada tahun 1924, dan spesies tersebut kemudian diberi nama. Wolbachia pipientis.

Metode Wolbachia telah melalui proses penelitian panjang di Indonesia yang dimulai pada tahun 2011, mulai dari uji coba perangkap nyamuk di rumah hingga mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Wolbachia ditemukan di tubuh enam dari 10 jenis serangga di dunia, termasuk kupu-kupu, lalat buah, dan lebah.

Baca juga: Dukung Penerapan Teknologi Wolbachia, Unicef Sebut Perlu Ada Observasi

Penelitian di Yogyakarta pada tahun 2012 yang dilakukan di lima dusun, termasuk kawasan pemukiman dan pertanian di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, menunjukkan bahwa Wolbachia pipientis ditemukan pada 44,9 persen serangga, seperti kupu-kupu, ngengat, nyamuk, dan lalat.

Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia atau vertebrata lain dan tidak menyebabkan manusia atau hewan jatuh sakit karena merupakan endosimbion obligat yang hanya dapat hidup di sel organisme serangga hidup.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan berdasarkan penelitian, Wolbachia dapat mengurangi replikasi virus dengue di tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga menurunkan kapasitas vektor nyamuk tersebut. demam berdarah.

Mekanisme kerja utamanya adalah melalui persaingan makanan antara virus dan bakteri. Dengan sedikitnya makanan yang dapat mendukung virus, maka virus tidak dapat berkembang biak, jelasnya.

Mekanisme

Penelitian tentang Wolbachia yang dilakukan oleh Center for Tropical Medicine UGM bersama Monash University Australia melalui pendanaan Tahija Foundation menunjukkan penurunan kasus DBD sebesar 77,1 persen dan penurunan pasien rawat inap sebesar 86,2 persen di Yogyakarta.

Utarini menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian, Wolbachia pada sel nyamuk Aedes aegypti akan menyebabkan virus demam berdarah pada nyamuk tidak berkembang sehingga tidak mampu menularkan penyakit demam berdarah ke manusia yang digigit.

Ada tiga penularan Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti. Pertama, terjadi ketika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, sehingga telur-telurnya menetas menjadi nyamuk ber-Wolbachia.

Tipe kedua adalah ketika nyamuk jantan tanpa Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, sehingga menghasilkan nyamuk ber-Wolbachia. Ketiga, terjadi jika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, sehingga telurnya tidak menetas.

Cara Wolbachia dilakukan dengan menggunakan ember berisi air bersih yang setiap embernya berisi 250 hingga 300 butir telur nyamuk, dengan tingkat penetasan telur sekitar 90 persen. Setiap ember ditempatkan pada jarak 75 meter persegi.

Jumlah ember minimal harus mencapai 10 persen populasi Aedes aegypti di wilayah tersebut, dan pelepasan dilakukan sebanyak 12 kali.

Di Kota Yogyakarta, metode ini telah diterapkan selama lebih dari 10 tahun, dan lebih dari 1,5 juta orang tinggal di daerah yang menjadi tempat terjadinya pelepasan awan nyamuk ber-Wolbachia. Sejauh ini, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan metode tersebut berbahaya bagi lingkungan, kesehatan manusia, dan hewan.

Evaluasi dan penelitian risiko juga telah dilakukan, yang hasilnya menunjukkan bahwa metode dan manfaat Wolbachia dapat diperluas untuk membantu melindungi jutaan orang di Indonesia dari demam berdarah.

Keamanan
Berdasarkan penelitian dan hasil yang menjanjikan tersebut, Kementerian Kesehatan kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pilot Project Pengendalian DBD melalui Wolbachia sebagai salah satu strategi pengendalian yang termasuk dalam strategi nasional pencegahan DBD yang dilaksanakan. di lima kota: Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang.

Kementerian bersama 25 peneliti Indonesia telah memastikan inovasi Wolbachia terbukti aman berdasarkan studi analisis risiko dan hasil uji efektivitas.

Hasil analisis tersebut kemudian dilaporkan ke WHO dan akhirnya pada tahun 2021 metode Wolbachia direkomendasikan oleh WHO.

Peneliti nyamuk ber-Wolbachia di Pusat Pengobatan Tropis UGM, Riris Andono Ahmad, membantah kabar inovasi Wolbachia merupakan hasil rekayasa genetika yang berpotensi memicu munculnya penyakit baru.

Ia yakin inovasi tersebut tidak akan menyebabkan perubahan genetik bakteri Wolbachia pada sel serangga dan nyamuk.

“Analoginya bakteri Wolbachia banyak terdapat pada serangga lalu masuk ke nyamuk Aedes aegypti. Ibarat kita mengonsumsi bakteri, misalnya susu probiotik. Begitu bakteri yang kita minum masuk ke dalam tubuh kita, kita tidak menjadi virus. manusia hasil rekayasa genetika,” jelasnya.

Bakteri tersebut hanya dapat hidup di dalam sel serangga, sehingga jika meninggalkan inangnya pasti akan mati.

Karena hasil yang baik, Kementerian Kesehatan kemudian memutuskan untuk memperluas wilayah pelepasan awan nyamuk ber-Wolbachia ke Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.

Meskipun telah menunjukkan hasil yang baik, penerapan metode Wolbachia tetap memerlukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk melihat kemajuan programnya.

Kementerian Kesehatan telah menerbitkan buku panduan pengendalian DBD di lima kota dengan menggunakan metode Wolbachia untuk memastikan program berjalan dengan baik sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Yogyakarta.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, pada tahun 2023, kota ini mencatat 67 kasus demam berdarah, yang merupakan angka terendah dalam tiga dekade terakhir.

Selain menurunkan angka kasus DBD, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia juga disebut-sebut menekan anggaran penanganan DBD di Kota Yogyakarta.

Salah satu anggaran yang bisa dikurangi adalah untuk fogging. Pada tahun 2022, fogging dilakukan sebanyak 200 kali, namun pada tahun 2023 hingga Oktober baru dilakukan sebanyak sembilan kali.

(antaranews.com)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved