Nyamuk Wolbachia
Berdasarkan Studi Risiko, Wolbachia Tidak Membuat Nyamuk Semakin Menggigit
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi menepis kekhawatiran pasca penyebaran nyamuk Wolbachia.
Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang jumlah pasiennya mencapai 143.300 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1.236 orang.
Hal ini dicapai melalui intervensi yang dilakukan saat ini, yang meliputi fogging, penggunaan larvasida, dan penerapan gerakan 3M plus yang mencakup pembersihan wadah penyimpanan air, penutupan wadah penyimpanan air, dan penggunaan kembali atau daur ulang barang bekas.
Meski demikian, inovasi alternatif masih diperlukan untuk mencegah dan mengendalikan demam berdarah hingga kasus terendah di Indonesia serta mempercepat pencapaian eliminasi demam berdarah pada tahun 2030.
Salah satu bentuk inovasi terbaru yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah penggunaan bakteri Wolbachia yang disuntikkan ke dalam sel tubuh nyamuk Aedes aegypti. Inovasi ini terbukti efektif menurunkan laju kasus demam berdarah di 14 negara, termasuk Brazil, Australia, dan Singapura.
Peneliti Pusat Pengobatan Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Adi Utarini menyatakan, bakteri Wolbachia pertama kali ditemukan pada jaringan reproduksi nyamuk Culex pipiens oleh Hertig dan Wolbach pada tahun 1924, dan spesies tersebut kemudian diberi nama. Wolbachia pipientis.
Metode Wolbachia telah melalui proses penelitian panjang di Indonesia yang dimulai pada tahun 2011, mulai dari uji coba perangkap nyamuk di rumah hingga mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Wolbachia ditemukan di tubuh enam dari 10 jenis serangga di dunia, termasuk kupu-kupu, lalat buah, dan lebah.
Baca juga: Dukung Penerapan Teknologi Wolbachia, Unicef Sebut Perlu Ada Observasi
Penelitian di Yogyakarta pada tahun 2012 yang dilakukan di lima dusun, termasuk kawasan pemukiman dan pertanian di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, menunjukkan bahwa Wolbachia pipientis ditemukan pada 44,9 persen serangga, seperti kupu-kupu, ngengat, nyamuk, dan lalat.
Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia atau vertebrata lain dan tidak menyebabkan manusia atau hewan jatuh sakit karena merupakan endosimbion obligat yang hanya dapat hidup di sel organisme serangga hidup.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan berdasarkan penelitian, Wolbachia dapat mengurangi replikasi virus dengue di tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga menurunkan kapasitas vektor nyamuk tersebut. demam berdarah.
Mekanisme kerja utamanya adalah melalui persaingan makanan antara virus dan bakteri. Dengan sedikitnya makanan yang dapat mendukung virus, maka virus tidak dapat berkembang biak, jelasnya.
Mekanisme
Penelitian tentang Wolbachia yang dilakukan oleh Center for Tropical Medicine UGM bersama Monash University Australia melalui pendanaan Tahija Foundation menunjukkan penurunan kasus DBD sebesar 77,1 persen dan penurunan pasien rawat inap sebesar 86,2 persen di Yogyakarta.
Utarini menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian, Wolbachia pada sel nyamuk Aedes aegypti akan menyebabkan virus demam berdarah pada nyamuk tidak berkembang sehingga tidak mampu menularkan penyakit demam berdarah ke manusia yang digigit.
Ada tiga penularan Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti. Pertama, terjadi ketika nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina ber-Wolbachia, sehingga telur-telurnya menetas menjadi nyamuk ber-Wolbachia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.