Sinode GMIT di Sabu Raijua
Sinode ke 35 Tetapkan Grand Design GMIT 2024-2047, Singgung Persoalan LGBTQ+
Grand Design GMIT itu ditetapkan dalam Sidang Pleno yang berlangsung pada Senin, 16 Oktober 2023 di arena Sidang Raya Sinode GMIT ke-35 Sabu Raijua.
POS-KUPANG.COM, Kupang - Sidang Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) ke-35 di Kabupaten Sabu Raijua NTT berhasil menetapkan Grand Design GMIT 2024-2047.
Grand Design GMIT itu ditetapkan dalam Sidang Pleno yang berlangsung pada Senin, 16 Oktober 2023 di arena Sidang Raya Sinode GMIT ke-35 Sabu Raijua. Adapun Grand Design itu juga memuat persoalan krusial seperti mutasi.
“Mutasi dalam konteks desain sumber daya manusia tidak hanya berpatokan pada satu dimensi, yakni dimensi waktu saja, tetapi berkaitan pula dengan visi, misi dan tujuan gereja serta konteks gereja yang ada," sebut narasumber penyusunan Grand Design GMIT, Dr. David Pandie.
Baca juga: Sidang Sinode GMIT ke-35 Sabu Raijua Diharapkan Tingkatkan Kebijakan Strategis Gereja Lokal
Dalam rilis yang diterima POS-KUPANG.COM menyebutkan, persidangan Sinode GMIT ke 35 Sabu Raijua memasuki Pleno dan pengambilan keputusan atas hasil kerja komisi-komisi yang menyoroti berbagai persoalan dalam dalam gereja yang dihadapi GMIT.
Salah satu persidangan komisi yang alot adalah persoalan LBGTQ. Yakni, apakah GMIT juga menerima keberadaan pendeta yang pro dan mempraktekan LGBTQ atau sama sekali menolak.
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, meyebut persoalan tersebut mengemuka sejak RM secara terbuka mengumumkan bahwa dirinya adalah seorang LGBTQ setelah ditahbiskan secara resmi ke dalam jabatan pendeta.
Yang menjadi masalah adalah mengapa yang bersangkutan baru mau mengaku LGBTQ dan mengumumkan secara luas di media massa setelah dia ditahbiskan kedalam jabatan pendeta.
Banyak kalangan menilai bahwa RM telah memanfaatkan pentahbisannya sebagai pendeta untuk mensosialisasikan kelompoknya di media sosial sehingga menimbulkan pro dan kontra.
Baca juga: Hampir 1.000 Peserta Hadiri Pembukaan Sidang Sinode GMIT ke-35 di Sabu Raijua
Dia menyebut beberapa gereja beraliran teologi liberal di negara-negara Barat memang telah menerima keberadaan kaum LGBTQ.
Mereka yang menganut paham teologi liberal dan dengan alasan kemanusiaan telah memilih untuk mendukung dan menyambut baik LGBTQ dalam jemaat mereka. Mereka telah mengizinkan pendeta LGBTQ dan bahkan memberikan dukungan pastoral serta mengizinkan pernikahan sesama jenis, entah laki-laki dengan laki-laki atau Perempuan dengan Perempuan.
"Sikap ini biasanya didasarkan pada interpretasi atau tafsiran teologi liberal terhadap ajaran agama dan kepercayaan bahwa setiap individu adalah anak Allah yang berhak mendapatkan cinta, dukungan, dan pengakuan. Apakah GMIT akan menuju kesini, kita menunggu hasil pleno dan pengambilan keputusan dalam persidangan sinode GMIT pada beberapa hari ke depan”, demikian Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA., Selasa, 17 Oktober 2023.
enurut Mesakh Dethan GMIT harus berhati-hati dalam mengambil keputusan, sehingga tidak jatuh dalam latah teologi dan penafsiran liberal atas teks-teks alkitab.
“Saya kira warga GMIT akan ada dalam gelombang protes yang besar jika persidangan sinode GMIT ke 35 tidak berhati-hati mengambil keputusannya ketika membahas persoalan ini," kata dia.
Pokok-pokok Ajaran GMIT yang akan dibahas oleh salah satu komisi sama sekali belum menyinggung persoalan LGBTQ itu.
Saya sendiri adalah salah seorang penulis khususnya Pokok-Pokok Ajaran GMIT khususnya bagian keenam tentang Ibadah dan Sakramen. Pada bagian saya tidak ada sedikitpun yang menyinggung persoalan tersebut.
Tentang hal ini bukanlah hal yang menimbulkan pro dan kontra, tetapi itu pun juga harus diputuskan secara matang, apalagi terkait masalah yang lagi hangat dan diperdebatkan di kalangan warga GMIT akhir-akhir ini.
Saya mengajak teman-teman yang membahas masalah pendeta RM hendaknya memberikan pertimbangan dan solusi yang tepat.
Pertimbangannya haruslah matang. Pada satu pihak bukan saja memperhatikan kepada gelombang protes kebanyakan warga GMIT yang masih memandang bahwa praktik LGBTQ atau homoseksualitas dan semua hal yang sejenis dengan itu adalah dosa, tetapi juga pada pihak lain bahwa Ajaran Gereja GMIT bagi dalam Pokok-pokok Eklesiologi, Tata GMIT, dan peraturan pokok lainnya, termasuk peraturan pastoral tidak memberikan ruang bagi perkawinan sejenis atau kesempatan bagi praktek LGBTQ”, demikian Akademisi dan dosen Pascasarjana UKAW ini.
Lagi menurut Dethan hal yang paling sederhana dalam “Pengakuan Iman GMIT” yang diucapkan oleh seluruh Warga GMIT pada kebaktian-kebaktian sama sekali tidak memberikan ruang bagi konsep, pemikiran dan apalagi praktek LBTQ.
Seringkali kelompok-kelompok liberal dan mereka yang mengklaim memperjuangan kesetaraan dan HAM mendorong agar Gereja harus menerima kelompok LGBTQ karena sikap Yesus sendiri yang katanya menerima dan mengampuni seorang Perempuan berdosa ketika hendak dihukum mati orang orang banyak pada jaman itu (Yohanes 8:1-11). (*)
Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.