TikTok
Negara Lain Mungkin Akan Mengikuti Indonesia Melarang Belanja Online Melalui TikTok.
Pengecer offline lainnya di Asia Tenggara yang kepentingannya terpengaruh oleh platform perdagangan sosial diperkirakan akan melobi pelarangan TikTok
- Pengecer offline lainnya di Asia Tenggara yang kepentingannya terpengaruh oleh platform perdagangan sosial diperkirakan akan melobi pelarangan TikTok Shop.
- Menyusul larangan belanja online melalui media sosial di Jakarta, negara tetangga Kuala Lumpur dilaporkan berniat untuk mempertimbangkan kebijakan tersebut.
POS-KUPANG.COM - Dorongan e-commerce TikTok, aplikasi video pendek global yang dimiliki oleh ByteDance, diperkirakan akan menghadapi lebih banyak tantangan di Asia Tenggara, karena larangan belanja online melalui media sosial di Indonesia mendorong negara-negara lain di kawasan ini untuk mengadopsi kebijakan serupa, menurut analis.
Indonesia, negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, mulai akhir bulan September memberlakukan larangan transaksi e-commerce melalui media sosial untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah di negara tersebut.
TikTok, yang berkantor pusat di Singapura, mematuhi arahan Jakarta pada 4 Oktober, ketika menghentikan penjualan di platform e-commerce TikTok Shop.
Di negara-negara Asia Tenggara lainnya, pasar offline dan pedagang yang kepentingannya terpengaruh oleh platform perdagangan sosial kemungkinan akan mengajukan keluhan kepada pemerintah mereka dan melobi untuk melarang TikTok Shop, menurut Li Jianggan, pendiri perusahaan ventura dan firma riset Momentum Works yang berbasis di Singapura.
“TikTok tidak ada bandingannya dalam hal konversi e-commerce di industri ini,” kata Li. Namun, dia menambahkan, TikTok akan lebih sulit memperluas aktivitas e-commerce jika penggunanya tidak bisa berbelanja langsung dari aplikasi tersebut.
TikTok, yang mulai menawarkan belanja dalam aplikasi pada pertengahan tahun 2021, tidak segera membalas permintaan komentar pada hari Rabu.
Taruhannya besar bagi TikTok, yang telah menggantungkan harapannya pada pertumbuhan e-commerce di masa depan, mengubah jutaan perhatian pada konten viral di platformnya menjadi aliran pendapatan yang stabil.
Tidak jelas dari pengumuman TikTok pada 3 Oktober tentang penghentian aktivitas penjualan online di Indonesia apakah mereka berencana membuat aplikasi e-commerce terpisah.
Menteri Komunikasi dan Digital Malaysia, Ahmad Fahmi bin Mohamed Fadzil, pekan lalu mengatakan Kuala Lumpur bermaksud untuk menyelidiki larangan Jakarta terhadap transaksi e-commerce melalui media sosial, menurut laporan surat kabar lokal The Malay Mail.
Sebelum adanya larangan di Jakarta, kehadiran TikTok Shop telah berkembang pesat di Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura, dan Thailand. TikTok Shop, yang juga beroperasi di Inggris dan Arab Saudi, mulai beroperasi di Amerika Serikat bulan lalu.
Larangan berbelanja melalui media sosial menandai pukulan besar terhadap rencana TikTok untuk mengubah klik menjadi keuntungan, menurut Li dari Momentum Works.
Di Tiongkok daratan, aplikasi kembaran TikTok, Douyin, telah mendorong penjualan e-commerce untuk ByteDance.
Namun, Li mengindikasikan bahwa nasib aktivitas perdagangan sosial di Asia Tenggara pada akhirnya bergantung pada hasil negosiasi antara TikTok, berbagai kelompok kepentingan, dan pemerintah mereka.
TikTok pernah menghadapi tantangan di Indonesia sebelumnya. Pada bulan Juli 2018, Indonesia menjadi negara pertama yang melarang aplikasi video pendek tersebut karena mendistribusikan “pornografi, konten tidak pantas, dan penistaan agama”.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.