Berita Lembata
Forum Penyelamat Lewotana Lembata Nilai Pengelolaan Dana Covid-19 Tidak Transparan
Menariknya, penyalahgunaan dana Covid-19 ini menjadi kasus yang paling disorot oleh FP2L saat aksi unjuk rasa kali ini.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Forum Penyelamat Lewotana Lembata (FP2L) menggelar aksi unjuk rasa di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata pada Senin, 25 September 2023.
Aksi unjuk rasa yang digelar di Kejari Lembata, Polres Lembata, DPRD Lembata dan Kantor Bupati Lembata ini, menuntut penyelesaian beberapa persoalan dugaan korupsi yang telah mereka laporkan.
Beberapa di antara kasus yang FP2L laporkan tersebut yakni penyalahgunaan dana Covid-19 sebesar Rp 16 miliar, pembangunan jaringan air Weilain dan pengelolaan dana PEN untuk pembangunan 50 paket jalan di Lembata.
Menariknya, penyalahgunaan dana Covid-19 ini menjadi kasus yang paling disorot oleh FP2L saat aksi unjuk rasa kali ini.
Baca juga: Ketua DPRD Lembata Bantah Ada Aliran Gelap Dana Covid-19
Menurut mereka, penanganan pandemi Covid-19 telah selesai, namun aroma korupsi di dalam pengelolaan anggaran Rp 16 miliar ini mulai terendus setelah FP2L mendapatkan pengaduan dari masyarakat terutama tenaga kesehatan.
“FP2L menerima pengaduan. Akhirnya FP2L melakukan laporan ke Kejari Lembata dan sekarang lagi dilakukan penyelidikan dan penyidikan. Kami akan terus melakukan pengawalan, bapak ibu sekalian. Di kantor kejaksaan saya bersumpah atas diri saya, leluhur tanah ini, bahwa akan terus mengawal kasus penyalahgunaan dana Covid-19 sampai tuntas,” kata Ali Kedang.
Dia mengungkap anggaran Covid 19 selama ini lebih diutamakan untuk pembayaran insentif para pejabat daerah. Sedangkan insentif tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan Covid 19 banyak yang tidak dibayar hingga saat ini.
Baca juga: BREAKING NEWS: Dua Terpidana Korupsi Dana Covid-19 Flores Timur Ajukan Banding
“Para pembesar kita mendapat insentif yang sangat besar. Dari anggaran Rp 16 miliar untuk Covid 19 terserap Rp 13 miliar lebih. Sebagian besar dana hanya untuk insentif,” ungkapnya.
"Rp 7 miliar di rumah sakit umum (RSUD Lewoleba), tapi kasihan, para nakes di rumah sakit umum banyak yang masih mengeluh insentif mereka belum terbayarkan. Dinkes mengelola sekitar Rp 2 miliar lebih, tapi Puskesmas Balauring masih berhutang Rp 80 juta. Ini contoh-contoh kasus bahwa penanganan Covid 19 di Kabupaten Lembata itu bermasalah,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Ali dan para pengunjuk rasa meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas kasus ini.
Dia juga meminta DPRD Lembata untuk terus mengawal laporan yang telah dilayangkan FP2L ke Kejari Lembata. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.