Tips Sehat
Dokter Regina Suriadi: Cegah Stunting dengan Protein Hewani
Stunting adalah kondisi perawakan pendek yang disebabkan karena kekurangan gizi kronis.
POS-KUPANG.COM - Stunting adalah kondisi perawakan pendek yang disebabkan karena kekurangan gizi kronis. Stunting dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya masalah kesehatan dan nutrisi ibu selama hamil, infeksi berulang, dan pemberian makanan yang kurang tepat.
Stunting memiliki dampak buruk baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, bukan hanya berdampak pada individu anak sendiri, tapi juga dapat berdampak pada keluarga dalam jangka panjang.
Stunting merupakan bentuk kekurangan nutrisi di 1000 hari pertama kehidupan, dimana 1000 hari pertama merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga paling baik untuk mendeteksi dan memperbaiki stunting dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Malnutrisi pada 1000 hari pertama ini dapat mengganggu fungsi otak anak, menurut penelitian, performa pendidikan anak dengan stunting biasanya lebih rendah dibandingkan anak yang tidak pernah mengalami stunting.
Selain itu malnutrisi juga memiliki dampak buruk pada sistem imun tubuh. Selain lebih rentan tertular infeksi menular, anak dengan malnutrisi juga memiliki risiko mengalami penyakit tidak menular pada usia lanjut, seperti kanker, kelainan jantung, stroke, hipertensi dan sebagainya.
Baca juga: Kecamatan Nubatukan Tertinggi Jumlah Balita Stunting di Lembata
Selain itu, menurut penelitian, karena perkembangan otak yang terganggu, anak yang pernah mengalami stunting ketika dewasa banyak yang hanya mampu menjadi pekerja kasar, sedangkan anak-anak yang tidak stunting dapat memiliki perkerjaan yang lebih layak, yang lebih banyak menggunakan pengetahuan dan keterampilan khusus.
Perawakan pendek/stunted belum tentu selalu sama dengan stunting, stunting merupakan kondisi yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis, sedangkan pada beberapa anak, perawakan pendek dapat pula disebabkan oleh faktor lain misalnya keluarga yang memang keturunan pendek.
Stunting diawali dengan weight faltering, yaitu kenaikan berat badan yang tidak adekuat atau biasa disebut berat badan ”seret”, berat badan mungkin naik namun tidak sesuai yang diharapkan, jika dibiarkan kondisi ini dapat berlanjut menjadi stunting.
Deteksi dini perlu dilakukan dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan setiap bulannya, kemudian di plot sesuai dengan kurva pertumbuhan anak.
Seringkali ibu menjadikan alasan tidak naiknya berat badan, dikarenakan anaknya mengalami batuk pilek berulang, baru sembuh lalu kembali tertular, karena batuk pilek anak jadi tidak nafsu makan dan minum.
Baca juga: Marsianus Jawa Harap Dukungan Gereja Berantas Stunting di Lembata
Hal ini tidak dapat dijadikan alasan, anak sakit sehingga berat badan tidak naik, juga termasuk suatu gejala weight faltering. Hal ini seperti lingkaran setan, dimana infeksi berulang akan membuat anak berisiko malnutrisi, dan kondisi malnutrisi sendiri juga akan menurunkan imun tubuh.
Pencegahan penyakit menular dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, selain itu untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak-anak perlu diberikan makanan yang bergizi.
Hal ini dimulai sejak janin berada di dalam kandungan, dilanjutkan inisiasi menyusui dini (IMD) 1 jam setelah bayi lahir, kemudian pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, dan dilanjutkan pemberian MPASI setelah usia 6 bulan.
MPASI harus diberikan tepat waktu, yaitu ketika ASI saja sudah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, selain itu MPASI juga harus mengandung nutrisi yang adekuat baik makronutrien seperti kebutuhan karbohidrat, lemak, protein, dan mikronutrien yaitu vitamin dan mineral.
Kebutuhan nutrisi anak dan orang dewasa berbeda, pada anak proporsi yang tepat adalah protein 10-15 persen, karbo 35-55 % , lemak 30-45 % , sedangkan sayur buah sedikit saja hanya untuk dikenalkan.
Baca juga: Lions Club Bantu 800 Anak Penderita Stunting di Lembata
Secara kualitas untuk mencegah stunting, prioritaskan pemberian protein hewani, hal ini dikarenakan protein hewani mengandung asam amino esensial yang paling lengkap dan berkualitas tinggi, asam amino ini tidak bisa diproduksi oleh tubuh, dan hanya bisa didapatkan dari makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Lemak juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak, kebutuhan lemak didapatkan dari santan atau minyak-minyakan.
Sayur dan buah yang baik dikonsumsi dalam jumlah banyak oleh orang dewasa, justru mengandung beberapa komponen yang dapat mengganggu penyerapan beberapa zat penting yang diperlukan oleh tubuh anak.
Kapasitas lambung bayi terbatas, sehingga kita harus selektif dalam memilih makanan mana yang menjadi prioritas.
Tips praktis untuk menghitung kebutuhan protein anak dapat diilustrasikan sebagai berikut, pada usia 6-8 bulan minimal 1 butir telur perhari, usia 9-11bulan minimal 1butir telur + 1/2 potong hati ayam, usia 12-24 bulan minimal 1 butir telur + 1 potong hati ayam + 1 susu UHT 125ml, dan untuk usia 2-5 tahun 2 butir telur + 1 potong hati ayam / 30gr teri.
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena Sebut Angka Stunting di NTT Alami Penurunan
Untuk pengolahan makanan, memasak tidak boleh menggunakan suhu terlalu tinggi, dan waktu pengolahan yang terlalu lama, cukup pastikan makanan sudah matang benar.
Lalu jika tidak langsung dimakan, tidak boleh menyimpan makanan di suhu ruangan >32oC selama lebih dari 1 jam, atau 25-32oC selama lebih dari 2jam, jika tidak langsung dikonsumsi baiknya makanan disimpan di freezer di suhu <5oC>
Protein hewani ada banyak macam, kalau memang dicurigai adanya alergi pada satu jenis makanan, coba hentikan sementara, catat, lalu coba berikan lagi beberapa hari kemudian, sambil menunggu boleh diberikan protein hewani yang lain. Kalau bisa mengkombinasikan beberapa protein hewani, hal tersebut lebih baik bagi tubuh anak.
Pemilihan tekstur juga penting bagi pemberian MPASI. Pemberian makanan potongan besar pada awal masa pemberian MPASI tidak dianjurkan.
Awal pemberian MPASI saat usia 6 bulan, bayi memang masih perlu disuapi oleh ibunya, dan tekstur makanan yang cocok adalah bubur halus, hal ini disesuaikan dengan perkembangan bayi, dimana bayi usia 6 bulan belum dapat mengunyah makanan potongan besar.
Baca juga: Angka Stunting Semester 1 Tahun 2023 di NTT Capai 15,7 Persen, Tertinggi di Kabupaten TTU
Hal ini perlu diperhatikan karena ketika kita memaksakan pemberian makanan mandiri dengan potongan besar, anak berisiko tidak dapat menghabiskan makanannya dan berisiko untuk mengalami malnutrisi.
Ketika sudah masuk ke usia 8-9 bulan, kemampuan oromotor bayi baru sesuai dan siap untuk mengolah makanan dengan potongan yang lebih besar.
Diatas usia 1 tahun kebanyakan ASI ibu sudah mulai berkurang, sehingga anak sudah boleh konsumsi susu UHT. Namun pada usia tersebut konsumsi susu perlu dibatasi maksimal 500ml/hari.
Hal ini dikarenakan pada usia 1 tahun seharusnya anak sudah bisa makan makanan keluarga, sehingga anak tidak bisa terus diberikan susu saja secara bertahap anak perlu diberikan berbagai jenis makanan, untuk melatih kemampuan oromotor anak.
Diatas usia 1 tahun anak akan mengalami fase dimana anak tidak mau diperkenalkan dengan makanan baru, hal ini bisa mengarah kepada kondisi picky eater, kondisi dimana anak masih mau mengkonsumsi semua kelompok makanan (karbohidrat, protein dan lemak) namun hanya terbatas pada beberapa makanan tertentu, kondisi ini masih merupakan kondisi yang normal.
Baca juga: Anggota DPR RI Melki Laka Lena Tegaskan Anggaran Stunting Harus Tepat Sasaran
Kondisi kedua, anak mungkin menjadi, selective eater yaitu kondisi dimana anak benar-benar menolak 1 kelompok makanan (misalnya hanya mau makan karbohidrat saja) hal ini merupakan suatu kondisi patologis yang dapat menyebabkan malnutrisi. Protein hewani sendiri biasanya merupakan makanan berserat, sehingga seringkali sulit diolah mulut anak.
Kondisi ini diperparah jika anak sejak dini mudah terdistraksi ketika makan (misalnya makan sambil jalan-jalan atau menonton) anak akan kesulitan untuk berkonsentrasi mengembangkan kemampuan oromotornya, sehingga anak seringkali tidak dapat mengunyah protein hewani yang padahal penting bagi pertumbuhannya.
Anak-anak yang biasanya untuk makan harus disogok dengan jalan-jalan atau menonton, akan berisiko mengalami gangguan makan, anak-anak ini akan cenderung mengemut makanan, tidak bisa mengunyah dengan baik dan membuat anak tidak mampu mengenali sinyal lapar dan kenyangnya dengan baik.
Perlu diingat, selain pemberian makanan perlu juga diperhatikan apakah ada masalah lain yang menyebabkan pertumbuhan anak tidak adekuat, misalnya adanya penyakit atau infeksi yang dialami anak.
Setiap anak memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda, maka yang paling penting sebagai orang tua adalah terus melakukan pemantauan dan evaluasi pertumbuhan dan perkembangan anak kita masing-masing. (dr Regina Suriadi, bekerja di RSUD Lewoleba)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.