Berita Lembata
Uskup Larantuka Tidak Suka Masyarakat Disebut Miskin Ekstrim
masyarakat untuk mengelola berbagai macam potensi sumber daya alam yang ada seperti pertanian, kelautan dan perkebunan.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Uskup Larantuka Mgr Fransiskus Kopong Kung tidak suka umatnya disebut miskin ekstrim, sebagaimana yang diklaim pemerintah Kabupaten Lembata.
Uskup juga baru dengar istilah kemiskinan ekstrim yang disematkan tersebut. Orang nomor satu di Keuskupan Larantuka ini tidak suka masyarakat disebut miskin ekstrim di tengah pelbagai potensi sumber daya alam yang menjanjikan.
Uskup Frans berpesan kepada umatnya supaya jangan menganggap diri miskin.
“Kalau kita menganggap diri miskin, kita tidak maju. Mungkin perlu dilihat bagaimana masyarakat melihat potensi-potensi yang ada di daerah,” katanya, saat ditemui di Paroki Gereja Santa Maria Banneux Lewoleba, Minggu, 10 September 2023.
Baca juga: Ranperda RTRW Lembata: Komitmen Jaga Lahan Pertanian dan Tutup Pintu untuk Tambang Emas
Dia menekankan pentingnya memberdayakan masyarakat untuk mengelola berbagai macam potensi sumber daya alam yang ada seperti pertanian, kelautan dan perkebunan.
Lebih dari itu, masyarakat juga perlu dibantu untuk melihat usaha-usaha ekonomi baru yang tidak pula bergantung pada pertanian. Untuk itu, Uskup Fransiskus meminta pemerintah membuka peluang usaha baru seperti peternakan yang bisa dikembangkan di Lembata.
Menurutnya, potensi-potensi yang tidak dikembangkan ini yang jadi pendorong masyarakat Flores Timur dan Lembata banyak yang merantau ke luar negeri dengan menjadi tenaga kerja non prosedural.
“Kenapa harus ke perantauan. Daerah kita ini juga kan menjanjikan. Masa daerah sendiri kita tinggalkan, sementara orang dari luar masuk. Kenapa mereka masuk? Karena mereka lihat di sini ada potensi, bisa maju dan berkembang, lalu mereka datang. Lalu karena kita pikir daerah kita miskin, berat, lalu kita tinggalkan saja,” Uskup Fransiskus menegaskan.
Dia berpandangan bahwa mental masyarakat perlu diubah. Jangan menganggap diri miskin. “Kita ini kaya potensi alam, potensi manusia, bagaimana pemberdayaan itu penting. Kita ini kaya. Biar susah, kita masih ada kebun, masih ada laut, masih ada sayur. Masalahnya, bagaimana karakter kita yang harus diubah dan mengatur ekonomi,” ujarnya.
Kemiskinan masih jadi masalah serius di Kabupaten Lembata. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Lembata mencatat sebanyak 12.010 warga Lembata tergolong miskin ekstrim di tahun 2022.
Baca juga: Askab PSSI Lembata Pastikan Persebata Ikut Soeratin U-17 di Kabupaten Ngada
Data ini diperoleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Jika dibandingkan dengan tahun 2021, jumlah warga yang tergolong miskin ekstrim pada tahun 2022 menurun. Pada tahun 2021 jumlah warga yang miskin ekstrim sebanyak 14.640.
Penjabat Bupati Lembata Matheos Tan mengungkapkan tiga strategi untuk mengatasi kemiskinan ekstrim di Lembata.
Hal ini diungkapkan Matheos Tan dalam Seminar Akhir Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) tahun 2023-2026.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.