Berita Papua

Benny Wenda Sambut Baik Seruan MSG untuk Membuka Akses Kunjungan PBB di Papua Barat

Benny Wenda menyambut baik seruan dari KTT Pemimpin MSG di Port Vila Vanuatu agar mengizinkan PBB melakukan penyelidikan di Papua Barat.

Editor: Agustinus Sape
X/Youngsolwara Pacific
Delegasi Indonesia di KTT MSG Port Vila Vanuatu. KTT ini menolak usulan keanggotaan penuh ULMWP pimpinan Benny Wenda di MSG, antara lain karena adanya penolakan dari Indonesia karena ULMWP tidak memenuhi kriteria sebagai negara berdaulat. 

POS-KUPANG.COM - Para pemimpin negara-negara Melanesian Spearhead Group (MSG) telah menolak permintaan menjadi anggota penuh oleh kelompok separatis Papua yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (ULWP) dengan pimpinan Benny Wenda.

Meskipun demikian, Benny Wenda menyambut baik seruan dari KTT Pemimpin MSG di Port Vila Vanuatu pekan lalu agar Indonesia mengizinkan kunjungan yang telah lama ditunggu-tunggu oleh Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB untuk Papua Barat.

“Saya berharap ketua MSG akan menghormati komitmen untuk menulis surat kepada Indonesia sebagai hal yang mendesak, karena setiap hari intervensi internasional tertunda menyebabkan semakin banyak warga Papua Barat menderita dan semakin banyak pertumpahan darah di Melanesia,” kata Presiden ULMWP Benny Wenda.

Benny Wenda, kiri, bersama perdana menteri sementara ULMWP pada KTT Pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) ke-22 di Port Vila Vanuatu.
Benny Wenda, kiri, bersama perdana menteri sementara ULMWP pada KTT Pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) ke-22 di Port Vila Vanuatu. (RNZ Pacific / Kelvin Anthony)

“Bahkan menjelang KTT MSG, dengan perhatian kawasan Pasifik terhadap hak asasi manusia di Papua Barat, Indonesia secara brutal menindak demonstrasi damai yang mendukung keanggotaan penuh ULMWP, menangkap puluhan orang dan membunuh warga sipil yang tidak bersalah,” katanya di sebuah pernyataan.

Baca juga: Separatis Papua ULMWP Pimpinan Benny Wenda Ditolak Jadi Anggota MSG Karena Tidak Memenuhi Kriteria

Sebagai anggota asosiasi MSG, Indonesia harus menghormati permintaan ketua MSG, kata Benny Wenda.

“Jika mereka terus menolak akses PBB, mereka akan melanggar kehendak terpadu kawasan Melanesia.

“Seperti yang dinyatakan dalam komunike para pemimpin, kunjungan PBB harus dilakukan tahun ini agar laporan komisioner dapat diajukan sebelum KTT MSG berikutnya pada tahun 2024.”

Wenda mengatakan dia juga menyambut baik komitmen MSG yang akan menulis surat kepada ketua Forum Kepulauan Pasifik (PIF - Pacific Islands Forum) untuk memastikan kunjungan PBB tersebut dilakukan.

Jaminan kunjungan PBB

“PIF harus menghormati seruan ini dan melakukan semua yang mereka bisa untuk menjamin kunjungan PBB,” katanya.

“Kita harus ingat bahwa kunjungan PBB telah diminta oleh lebih dari 85 negara, termasuk semua negara Melanesia yang menjadi anggota PIF, dan 79 anggota Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik.”

Benny Wenda mengatakan bahwa pada tahun 2019, para pemimpin Pasifik menggambarkan Papua Barat sebagai “masalah hak asasi manusia yang parah” dan menyerukan intervensi PBB sesegera mungkin.

“Sejak itu, kami telah melihat 100.000 warga Papua Barat mengungsi akibat operasi militer Indonesia, desa-desa yang dikosongkan dan dibakar, serta pembantaian di Wamena, Timika dan tempat lain.

“Namun Indonesia belum mau memberikan akses kepada PBB. Kata-kata saja jelas tidak cukup: KTT Pemimpin MSG harus menjadi pemicu tekanan internasional yang sangat besar sehingga Indonesia tidak punya pilihan selain mengizinkan kunjungan PBB.

“Meskipun kami kecewa karena ditolak menjadi anggota penuh pada kesempatan ini, semangat kami kuat dan komitmen kami untuk pulang ke keluarga Melanesia tidak berkurang.

Baca juga: Dua Warga Sipil Tewas di Tangan Orang Tak Dikenal, Belum Pastikan Apakah Benar Ulah KKB Papua

“Kita tidak aman dengan Indonesia, dan kita hanya bisa mendapatkan keamanan dengan berdiri bersama saudara-saudari kita di Pasifik.

“Keanggotaan penuh adalah hak asasi kami: secara budaya, bahasa, etnis, dan nilai-nilai kami, kami tidak dapat disangkal dan bangga menjadi orang Melanesia.”

Youngsolwara Pacific mengkritik MSG

Sementara itu, gerakan Youngsolwara Pasifik telah mengeluarkan serangkaian pernyataan kritis mengenai komunike MSG, termasuk menyesalkan fakta bahwa pertemuan puncak para pemimpin bukanlah tempat untuk membahas pelanggaran hak asasi manusia dan mengingatkan para pemimpin akan “visi pendirian”.

Mereka meminta Sekretariat MSG untuk “menetapkan persyaratan, bahwa jika Indonesia tidak mengizinkan dan menghormati kunjungan misi pencarian fakta independen oleh PIF, dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, maka Indonesia harus DILARANG dari MSG.”

Mereka juga menuntut “kejelasan mengenai kriteria anggota asosiasi dan keterlibatan mereka masing-masing”.

Indonesia merupakan satu-satunya anggota asosiasi MSG sedangkan ULMWP berstatus pengamat.

PBB akui Papua Barat bagian dari NKRI

Sementara itu, beredar sebuah video yang isinya PBB menolak usulan negara-negara Pasifik untuk melaksanakan referendum di Papua dan mengakui Papua bagian dari NKRI sebagaimana ditetapkan sebelumnya pada tahun 1962 dan pertemuan New York 2019.

PBB melihat kemajuan perhatian terhadap wilayah Papua selama pemerintahan Presiden Jokowi dan memahami kelompok separatis membuat berita hoaks dan melakukan aksi anarkis. PBB menginginkan agar polisi menahan diri.

Benny Wenda dalam KTT MSG di Port Vila Vanuatu pekan lalu secara terang-terangan menyatakan tidak meminta kemerdekaan, tetapi meminta keanggotaan penuh organisasi yang dipimpinnya di MSG.

Baca juga: Para Pemimpin MSG Tolak Bahas Keanggotaan ULMWP di KTT Port Vila Vanuatu

Tetapi KTT MSG menolak permintaan tersebut karena tidak memenuhi kriteria. Menurut MSG, yang boleh menjadi anggota penuh MSG adalah bangsa Melanesia yang memiliki kedaulatan penuh sebagai negara.

Keanggotaan Papua di MSG sudah terakomodir dalam keanggotaan Indonesia karena Papua bagian integral dari NKRI sebagai negara berdaulat

Pada saat Benny Wenda menyampaikan pidato di KTT MSG Port Vila, delegasi Indonesia meninggalkan ruang sidang (walk out) sebagai tanda tidak mengakui posisinya dan menyebutnya sebagai pembohong besar mengenai situasi Papua. Bahkan Benny Wenda sendiri dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus kekerasan di Papua.

(*/asiapacificreport.nz)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved