Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Prof Siti Zuhro: Lembaga Survei Harus Transparan Siapa Pendananya

Fungsi lembaga survei sejatinya menyempurnakan pilar demokrasi terutama menjelang Pemilu Presiden 2024.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Logo acara Periset Talks bersama Tribun Network. 

Ini kan istilahnya berpihak pada wong cilik jangan merasa kalau sudah lembaga survei sarjana semua. Saya menganggap lembaga survei sebagai penyempurna dari media.

Kalau media kurang ini dibantu oleh lembaga survei bagaimana literasi atau edukasi kepada masyarakat. Ini boro-boro edukasi malah menyorongkan lawannya.

Dalam enam bulan kebelakang terjadi suatu koalisi yang dinamis dan kemudian selalu mulai memadat ketika injury time? Apakah ini fenomena umum di negara demokrasi atau hanya ciri khas Republik Indonesia?

Kita masih belajar demokrasi. Jadi learning by doing. Kita sepakat berdemokrasi sejak 1998 dan pemilu pertama 1999. Semenjak itu kita juga diberikan pembelajaran dengan sistem partai pemilu banyak bahkan ekstrem.

Karena ratusan partai politik lahir pada pemilu 1999. Yang bisa ikut pemilu 48 baru mulai berkurang sampai saat ini di pemilu 2024 sudah di bawah 25. Sekarang ini 16 partai politik peserta pemilu.

Apa yang kita pelajari dari lima pemilu di level nasional dan di level daerah itu ada 1.500 pilkada di level kabupaten/kota. Lesson dan learn ini jadi catatan berharga dan penting bagi partai politik serta bagi kita semua.

Supaya menyongsong pemilu 2024 ini ada persiapan yang jauh lebih matang. Persiapan yang lebih memadai sehinggi kita semacam naik kelas dalam berdemokrasi dalam berpemilu kita.

Naik kelas itu semestinya diekspresikan melalui partai politik yang sudah melembaga. Ketika melembaga punya party identity maka sebetulnya sosialisasi tidak perlu dilakukan.

Kita masyarakat sudah merasa memiliki partai. Tidak perlu lagi melakukan door to door. Karena seharusnya partai politik itu tidak hanya saat pilkada atau pemilu pilpres tetapi setiap saat dia terus menerus mensosialisasikan apa plaform partainya dan apa programnya.

Dan itu sangat menguntungkan bagi partai maupun rakyat. Sehingga tercerahkan masyarakat. Kita itu heboh kalau mau pilkada, heboh kalau mau pilpres, heboh kalau mau pemilu legislatif.

Nah kita sudah mau enam kali pemilu agaknya tertatih-tatih karena tidak cukup mengambil pembelajaran untuk peningkatan kualitas. Jadi katakan pemilu serentak yang lalu di 2019 banyak kekurangan, ada distorsi, ada penyimpangan.

Seharusnya adalah tekad yang bulat bahwa di pemilu 2024 kita tidak boleh mengalami itu lagi. Itu nggak terjadi kelihatannya. Maka memang kekuasaan itu cenderung power to corrupt. Absolute power corrupt absolutely.

Ini yang terjadi pada Indonesia yang menurut saya kita belum mampu memutus mata rantai legacy. Dengan nilai-nilai demokrasi yang kita sepakati.

Memang kita tidak mencontek demokrasi ala Amerika, Jerman ataupun Italia. Ini Indonesia kita yang masyarakat komunal dan tentu memiliki nilai budaya yang mulia ini harus di satu padankan supaya kita tidak tercabut dari akar.

Tapi fenomena bahwa koalisi di Republik Indonesia ini cair dan baru memadat ketika injury time apakah wajar?

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved