Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Rabu 16 Agustus 2023, Tegurlah Dia di Bawah Empat Mata
Pio Hayon menulis Renungan Harian Katolik ini dengan merujuk bacaan pertama dari Kitab Ulangan 34: 1-12, dan bacaan Injil Matius 18:15-20.
Bagi yang tidak dipilih tetapi tetap menjalankan tugasnya, maka pasti akan turun atas cara Allah sendiri.
Karena seperti Musa telah menjadi nabi yang tak dapat digantikan oleh siapa pun karena hanya Musa-lah yang bisa berbicara dengan Allah muka dengan muka bahkan ketika Allah menegur bangsa Israel pun langsung berhadapan dengan bangsa itu dan bangsa itu mendengar sabda Allah yang diperdengarkan kepada mereka.
Ketika bersama Musa pun Allah menegur bangsa itu berhadapan muka langsung dengan Musa bahkan Musa bisa bernegosiasi dengan Allah ketika Allah menjatuhkan hukuman kepada bangsa Israel.
Di sinilah letak kebesaran Musa yang mendapat kasih karunia di hadapan Allah.
Berhadapan muka dengan muka atau di bawah empat mata inilah yang ditegaskan oleh Yesus dalam pengajaranNya kepada para muridNya.
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.”
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 16 Agustus 2023, Kode Etik Berkomunikasi ala Yesus
Tekanan Yesus dalam pengajaranNya hari ini adalah sebuah keterbukaan dan kejujuran. Siapa yang mampu menjalankan satu tugas penting untuk menasihati saudaranya yang berbuat salah atau dosa haruslah bicara dari hati ke hati, di bawah empat mata, muka dengan muka.
Mengapa cara ini menjadi cara pertama yang diangkat Yesus sebagai cara paling pertama sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan memanggil para saksi sampai ke pengadilan.
Ini bukan sekadar sebuah cara menasihati orang tetapi lebih dari itu adalah sebuah cara untuk “mendapatkannya kembali” orang itu kepada jalan yang benar.
Cara ini menjadi sangat baik dan bermartabat karena Allah sendiri telah menunjukkan jalan ketika bicara langsung dengan Musa.
Maka tindakan menegur atau mengkritik tujuan utamanya adalah menyelamatkan orang bersangkutan atau dalam bahasa Yesus, mendapatkannya kembali.
Dan cara yang paling tepat adalah bicara empat mata, hati dengan hati.
Sekarang ini, baik dalam level lingkungan keluarga, atau tetangga atau masyarakat, atau komunitas atau bahkan dalam negara kita, kecenderungan kita untuk menyelamatkan orang yaitu dengan bicara terbuka bahkan pakai cara teriak-teriak atau maki-makian dengan satu dalil adalah mau memperbaiki atau menyelamatkan orang yang “dianggap” telah berbuat salah.
Orang tua-tua tidak lagi bicara muka dengan muka dengan anak yang salah, tapi dengan kata-kata kasar dan makian.
Para guru pun demikian atau kotbah di mimbar pun jadinya salah kaprah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.