Opini

Opini Frits Fanggidae: Konsumsi Pangkal Kaya!

Adakah perubahan ini suatu anomali? Rasanya bukan. Fenomena ini merupakan keniscayaan ekonomi.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Ilustrasi konsumsi masyarakat Indonesia 

Didalam Laporan Perekonomian NTT Mei 2023, BI Perwakilan NTT mencatat bahwa, sampai dengan triwulan I 2023, total kredit yang disalurkan perbankan di NTT sebesar Rp. 42,829 trilyun, terdiri dari kredit modal kerja Rp. 16,121 trilyun (37,64 % ); investasi Rp. 2,667 trilyun (6,23 % ) dan konsumsi Rp. 24,041 trilyun
(56,13 % ).

Data ini menegaskan pernyataan di atas, bahwa konsumsi memang menjadi panglima pertumbuhan ekonomi di NTT.

Bagaimana implikasi dari perekonomian yang pertumbuhannya sebagian besar didorong konsumsi? Jawabannya adalah ketergantungan terhadap impor barang konsumsi dari luar daerah semakin tinggi. Belanja konsumsi tidak ditransmisikan ke pelaku ekonomi lain di dalam daderah, melainkan mengalir ke pelaku ekonomi di luar daerah (NTT).

Tidak tercipta multiplier belanja yang cukup untuk menciptakan pendapatan bagi pelaku ekonomi setempat. Implikasi inilah yang menjadi problematik akut dalam perekonomian NTT.

Perekonomian yang pertumbuhannya sebagian besar dari konsumsi, adalah perekonomian yang minim nilai tambah. Kondisi demikian tidak boleh dibiarkan terus. Kehidupan masyarakat semakin sulit. Lapangan kerja dan kesempatan kerja produktif sulit bertambah. Pada gilirannya kemiskinan sulit diturunkan.

Perekonomian yang minim nilai tambah harus ditransformasi menjadi perekonomian dengan nilai tambah yang memadai. Nilai tambah diperoleh dari aktivitas produksi, bukan konsumsi.

Peningkatan produksi harus didukung dengan kualitas SDM yang baik, ketersediaan modal (uang dan teknologi) yang memadai, adanya enterpreneur yang mampu mengelola faktor produksi secara effisien dan effektif untuk menghasilkan nilai tambah.

Kalau demikian, pendulum konsumsi pangkal kaya harus ditransformasi, bukan kembali ke hemat pangkal kaya, tetapi menjadi cerdas pangkal kaya. Pada pendulum inilah kebijakan Moneter Bank Indonesia dan Kebijakan Fiskal Pemerintah harus bersinergi menghasilkan pelaku ekonomi yang cerdas, yaitu pelaku ekonomi yang mampu menggunakan pendapatan dan aset untuk produksi dan konsumsi. (Penulis merupakan Dosen FE – UKAW Kupang dan Local Expert Mitra Kanwil Perbendaharaan NTT)

 

Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved