Opini Frits O Fanggidae

Konsumsi Pangkal Kaya

Demikianlah arus melingkar perputaran pendapatan diantara pelaku ekonomi, pada akhirnya berakumulasi pada konsumsi.

|
Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Pengamat Ekonomi UKAW Kupang, Frits Fanggidae 

POS-KUPANG.COM - Pepatah orang-orang tua dulu mengatakan: Hemat Pangkal Kaya ! Akan tetapi perkembangan ekonomi terkini, telah merubah pepatah tersebut menjadi Konsumsi Pangkal Kaya ! Adakah perubahan ini suatu anomali? Rasanya bukan anomali.

Fenomena ini merupakan keniscayaan ekonomi. Suatu pergeseran dalam dinamika ekonomi. Pelaku ekonomi, perumus kebijakan pemerintah dan masyarakat pada umumnya, perlu mencermati fenomena ini, agar respons yang diberikan tidaklah keliru.

Perekonomian global masih dihantui ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan tumbuh 2,7 persen; sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,50 persen -5,30 persen .

Hal yang menonjol dari pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia adalah sumber pertumbuhannya, yaitu konsumsi rumah tangga. Pada sisi lain, pertumbuhan investasi sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, meningkat tetapi dengan laju pertumbuhan 2,21 % (Q1-2023), lebih rendah dari konsumsi rumah tangga 4,54 % .

Baca juga: Konsumen dan Masyarakat Jadi Penyokong Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Informasi dan Komunikasi. Sementara secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan wilayah Kalimantan dan Jawa yang masih kuat sejalan dengan
terjaganya permintaan domestik.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), sampai triwulan 1 (Q1) 2023, pertumbuhan ekonomi tumbuh 3,37 % (yoy), dan 2,61 % pertumbuhan ekonomi berasal dari gabungan konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non pemerintah yang melayani rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Intinya, konsumsi menjadi
penggerak pertumbuhan ekonomi NTT.

Baca juga: Pengamat Ekonomi Frits Fanggidae  Sebut Ekspor ke Timor Leste  Buka Ruang Pasar

Dari segi lapangan usaha, terdapat 5 (lima) sektor dengan kontribusi terbesar terhadap nilai produksi barang dan jasa (PDRB), yaitu pertanian (29,97 % ), Konstruksi (9,93 % ), Perdagangan Besar, Eceran dan Reparasi (12,26 % ), Informasi dan Komunikasi (7,48 % ) dan Administrasi Pemerintahan (11,71 % ).

Sebagian besar dari kelima lapangan usaha tersebut, menghasilkan nilai tambah, yang kemudian
ditransmisi ke rumah tangga, pemerintah dan lembaga non pemerintah, dan digunakan untuk konsumsi.

Demikianlah arus melingkar perputaran pendapatan diantara pelaku ekonomi,
pada akhirnya berakumulasi pada konsumsi. Pelaku ekonomi diantara produsen dan  konsumen, yaitu pedagang, mendapatkan keuntungan, kemudian diinvestasi dalam bentuk penambahan stok, untuk kemudian dialirkan kepada masyarakat. Hal yang sama juga berlaku pada aras nasional. Jadilah perekonomian nasional maupun regional NTT, tumbuh karena konsumsi. Inilah yang dimaksud dengan Konsumsi
Pangkal Kaya !
Dalam perpektif Hemat Pangkal Kaya, secara metodologis ilmu ekonomi menyimpulkan dalam persamaan yang sederhana: Investasi (I) = Saving/Tabungan(S). Saving berasal dari sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dikonsumsi. 

Baca juga: Pengamat ekonomi NTT, Dr. Fritz O. Fanggidae: Tidak Terhindarkan

Karena itu, semakin berhemat, semakin banyak pendapatan yang ditabung. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat disalurkan kepada pengusaha untuk kepentingan investasi.

Dengan demikian, semakin banyak tabungan, investasi  juga semakin banyak jumlahnya, dan dampaknya terlihat pada laju pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, kesempatan kerja yang semakin banyak dan pada
akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat. Inilah hakekat Hemat Pangkal  Kaya.
Dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu, terdapat sejumlah orang  yang memiliki kelebihan likuiditas dan menyimpan uangnya di bank, tetapi hanya sedikit pelaku ekonomi yang berminat meminjam uang di bank untuk berinvestasi disektor produksi. Sebaliknya, banyak orang yang kekurangan likuiditas, meminjam
uang di bank untuk kepentingan konsumsi.

Didalam Laporan Perekonomian NTT Mei 2023, BI Perwakilan NTT mencatat bahwa, sampai dengan triwulan I 2023, total kredit yang disalurkan perbankan di NTT sebesar Rp. 42,829 trilyun, terdiri dari kredit modal kerja Rp. 16,121 trilyun (37,64 % ); investasi Rp. 2,667 trilyun (6,23 % ) dan konsumsi Rp. 24,041 trilyun (56,13 % ).

Baca juga: Jokowi Undang Frits Fanggidae

Data ini menegaskan pernyataan di atas, bahwa konsumsi memang menjadi panglima pertumbuhan ekonomi di NTT.

Bagaimana implikasi dari perekonomian yang pertumbuhannya sebagian besar didorong konsumsi? Jawabannya adalah ketergantungan terhadap impor barang konsumsi dari luar daerah semakin tinggi.

Belanja konsumsi tidak ditransmisikan ke pelaku ekonomi lain di dalam daderah, melainkan mengalir ke
pelaku ekonomi diluar daerah (NTT). Tidak tercipta multiplier belanja yang cukup untuk mnciptakan pendapatan bagi pelaku ekonomi setempat.

Implikasi inilah yang menjadi problematik akut dalam perekonomian NTT. Perekonomian yang pertumbuhannya sebagian besar dari konsumsi, adalah perekonomian yang minim nilai tambah.

Baca juga: Optimalisasi Inisiatif RCEP Didorong Bantu Pulihkan Ekonomi Global dan Ketahanan Ekonomi

Kondisi demikian tidak boleh dibiarkan terus.  Kehidupan masyarakat semakin sulit. Lapangan kerja dan kesempatan kerja produktif sulit bertambah. Pada gilirannya kemiskinan sulit diturunkan.

Perekonomian yang minim nilai tambah harus ditransformasi menjadi perekonomian dengan nilai tambah yang memadai. Nilai tambah diperoleh dari aktivitas produksi, bukan konsumsi.

Peningkatan produksi harus didukung dengan kualitas SDM yang baik, ketersediaan modal (uang dan teknologi) yang memadai, adanya enterpreneur yang mampu mengelola faktor produksi secara effisien dan effektif untuk menghasilkan nilai tambah. 

Kalau demikian, pendulum konsumsi pangkal kaya harus ditransformasi, bukan kembali ke hemat pangkal kaya, tetapi menjadi cerdas pangkal kaya. Pada pendulum inilah kebijakan Moneter Bank Indonesia dan Kebijakan Fiskal Pemerintah harus bersinergi menghasilkan pelaku ekonomi yang cerdas, yaitu pelaku ekonomi
yang mampu menggunakan pendapatan dan aset untuk produksi dan konsumsi. (Frits O Fanggidae – Dosen FE – UKAW Kupang -  Local Expert Mitra Kanwil Perbendaharaan NTT)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved