Berita NTT
Pengamat ekonomi NTT, Dr. Fritz O. Fanggidae: Tidak Terhindarkan
Hanya saja Bansos sifatnya sementara atau jangka pendek untuk menjaga atau mempertahankan daya beli masyarakat.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dari segi ekonomi, mengingat tekanan subsidi BBM yang demikian besar terhadap APBN (sampai agustus 2021 sebesar 503 trilyun rupiah), maka kenaikan BBM adalah sesuatu yang niscaya, tidak dapat dihindarkan.
Persoalannya adalah dari sisi politik, berapa besar kenaikan yang dapat ditoleransi berkaitan dengan kemampuan atau daya beli masyarakat.
Jadi kenaikan itu pasti, cuma berapa besar kenaikannya, secara politis harus diperhitungkan betul oleh Pemerintah Pusat.
Baca juga: Pemprov NTT Tunda Penetapan Tarif Masuk TNK, Anggota DPRD Manggarai Barat Sebut Solusi Terbaik
Selain itu, dampak kenaikan BBM akan diikuti dengan kenaikan harga-harga secara umum atau inflasi. Target inflasi sekitar 3-4 persen per tahun sudah terlampaui.
Per Juli 2022, inflasi telah mencapai 4,94 persen , dan rencana kenaikan BBM (Pertalite) minggu depan, niscaya akan mendongkrak inflasi, yang akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
Mengurangi subsidi BBM dan dialihkan ke Bansos, tidak salah. Hanya saja Bansos sifatnya sementara atau jangka pendek untuk menjaga atau mempertahankan daya beli masyarakat.
Dampaknya terhadap peningkatan aktivitas ekonomi relatif kecil. Aktivitas ekonomi akan meningkat bila daya beli masyarakat meningkat bukan statis atau tetap.
Daya beli meningkat bila terjadi belanja untuk investasi (termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat), bukan belanja untuk bansos.
Baca juga: Pemprov NTT Tunda Penetapan Tarif Masuk TNK, Anggota DPRD Manggarai Barat Sebut Solusi Terbaik
sudah pasti kenaikan harga BBM akan membuat beban subsidi yg ditanggung APBN berkurang. Berapa besar berkurangnya sangat tergantung besarnya kenaikan BBM.
Makin besar kenaikan, makn keciul tekanan bagi APBN. Hanya persoalannya adalah Pemerintah tidak bisa serta merta menentukan kenaikan yg tinggi. Secara politis harus diperhitungkan dampaknya bagi masyarakat.
Karena itu pilihan menaikan harga pertalite pada kisaran 2-3 ribu per liter adalah pilihan yg realistis. Yang langsung menanggung kenaikan ini adalah pemilik kendaraan.
Bagi masyarakat miskin yg tidak memiliki kendaraan, mereka terkena dampak dari kenaikan harga, karena itu mereka perlu diberi bansos supaya daya belinya tidak berkurang (bukan bertambah).
Baca juga: Pemprov NTT dan BTNK Lounching Sistem Wildlife Komodo Dalam Aplikasi INISA
Yang dimaksud kondisi saat ini bukan hanya persoalan covid 19 saja, tetapi dinamika ekonomi dan politik global, yang berakibat pada kenaikan harga minyak dunia, bahan pangan, dan sebagainya.
Subsidi untuk BBM terkait dengan APBN dan sikuls APBN ya dari Januari sampai dengan Desember. Jadi sekarang bulan Agustus, subsidi BBM sudah 503 trilyun, sudah melebihi subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN, jadi kalau tidak dinaikan sekarang pasti pemerintah akan kesulitan, karena defisit akan semakin besar. (*)
Ikuti berita Pos-kupang.com di GOOGLE NEWS
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/dr-fritz-o-fanggidae.jpg)