Berita Lembata
Tour 4 Pulau di NTT, Energi d'Lamaholot Band 'Menjaga Api Rock and Roll' Belum Habis
Selain Lembata, band cadas ini akan singgah di Adonara, Solor, Larantuka dan Hokeng. Tetapi, Lembata merupakan tempat yang spesial.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Rafa Rianghepat berjingkrak-jingkrak di atas panggung. Sembari membetot gitar bas, dia mengajak penonton bernyanyi Gadis Hitam Manis, salah satu hits d’ Lamaholot Band. Di sebelahnya, Hans Lamen bersiap memainkan riff-riff cadas dihiasi kepulan asap panggung dan cahaya lampu kelap kelip. Distorsi gitarnya beradu cepat dengan gebukan drum Yance Bahi sebagai penjaga tempo. Sebuah pertunjukan konser rock hadir lagi di bumi Lepan Batan.
“Zaman boleh berubah, tetapi rock itu abadi,” teriak Hans disambut riuh ratusan penonton di Taman Kota Swaolsa Titen Lewoleba, Kamis, 13 Juli 2023.
Band legendaris yang terbentuk di Kota Jogjakarta pada tahun 2005 itu memulai tur 4 pulau di Kabupaten Lembata. Selain Lembata, band cadas ini akan singgah di Adonara, Solor, Larantuka dan Hokeng. Tetapi, Lembata merupakan tempat yang spesial.
Baca juga: Politik Uang Masih Terjadi di Kabupaten Lembata
Bagi Hans, datang ke Lembata seperti menuntaskan rindu. Dia dan para punggawa d’Lamaholot Band pernah menggelar konser rock di tempat yang sama pada 2009. Hans rindu pada keindahan pulau Lembata dan keramahan orang-orangnya. Dari kerinduan ini, dia menciptakan lagu berjudul, ‘Tanah Lembata.’
Meski mengusung aliran musik 'keras dan berat', lagu-lagu hits d’ Lamaholot band seperti Oa Lesung Pipi, Kita Orang Lamaholot, Nusa Bunga dan Gadis Hitam Manis, sempat menghiasi masa-masa remaja generasi milenial di era tahun 2005-2010.
Misalnya, Andri Atagoran, jurnalis asal Adonara, masih ingat d’Lamaholot Band konser di kampungnya di Horowura. Saat itu, dia baru saja tamat SMA. Penonton membludak. Beberapa anak remaja bahkan datang ke konser hanya ingin melihat Hans Lamen memainkan gitar dobel neck.
Alfred Ike Wurin, gitaris Lembata Akustik asal Adonara, bahkan mengidolakan Hans Lamen kala dia masih bersekolah di SMAK Frateran Podor. Alfred mengenang, lagu-lagu d’ Lamaholot Band sering dimainkan di pentas seni (pensi) di sekolahnya.
Baca juga: TJPS Tak Capai Target, Petani di Buyasuri Lembata Gagal Lunasi Utang di Bank
“Sebagai gitaris yang baru bertumbuh, bisa memainkan intro dan riff gitar lagu Nusa Bunga di panggung sekolah itu merupakan suatu kebanggaan,” kenang Alfred.
Setelah masa keemasan itu, d’Lamaholot Band sempat vakum bikin album untuk waktu yang cukup lama.
“Kami vakum buat album tapi tidak vakum bikin karya. Kesulitan waktu itu harus rekaman ke Jawa. Lalu kami berpikir bagaimana untuk bisa tetap rekaman meski bukan di Jawa,” ujar Hans Lamen yang mengidolakan gitaris Steve Vai dan Paul Gilbert ini.
Pindah ke Kupang
Setelah vakum cukup lama, takdir mempertemukan lagi Hans, Rafa dan Yance di Kota Kupang. Di Kota Karang, ketiganya kemudian berpikir untuk bikin album secara indie (independen).
“Karena itu, seniman harus jadi pengusaha sehingga minimal ada dana untuk bikin album. Akhirnya kami juga punya studio di Kupang,” kata Hans.
Pada tahun 2020, d’ Lamaholot Band seolah ‘bangkit lagi’ dengan album ketiga bertajuk ‘Kembali.’ Setahun kemudian, di tengah pandemi, mereka sempat menggelar konser secara virtual.
Baca juga: Sinyal Internet Jadi Tantangan Pemilu 2024 di Lembata
Rencananya, tahun 2024 mendatang, d'Lamaholot Band akan merilis dua album sekaligus. Materi albumnya sedang disiapkan. Ini menunjukkan kalau ketiga musisi ini masih 'membara'
Yance Bahi merefleksikan, bermusik itu cara untuk terapi kehidupan secara gratis. Pesan ini juga ingin Yance cs bawa dalam tur kali ini.
“Dalam keterbatasan sekalipun kita tidak pernah berhenti berkarya. Kami harus berani untuk hasilkan karya sendiri. Kami semua selalu bangga dengan karya kami sendiri,” ujar penggebuk drum yang mengidolakan Guns N Roses dan Roy Jeconiah Boomerang ini.
Baca juga: BPBD Lembata Buat Rencana Operasi Bencana Erupsi Gunung Api Ile Lewotolok
D’Lamaholot Band sadar eksistensi mereka juga turut digoyang perkembangan musik digital yang marak akhir-akhir ini. Seperti band indie lainnya, d’Lamaholot enggan tunduk pada selera pasar.
“Kalau kami bikin lagu joget di pesta pasti kami sudah bubar. Tapi musik rock juga bisa bikin orang berjoget,” timpal Hans.
“Kami tidak ingin kreativitas manusia digantikan mesin, kami tidak ingin skill musik digantikan mesin,” tambahnya.
Hans percaya kemampuan bermusik adalah rahmat yang Tuhan berikan dan karena itu harus terus dikembangkan. “Kalau tidak kita tidak bisa berkarya lagi tapi mesin yang berkarya.”
Seperti yang kita saksikan di Lembata, energi d’Lamaholot Band belum habis. Yance, Hans dan Rafa masih menjaga nyala api ‘rock and roll’ di NTT. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.