Pilpres 2024

Pengakuan Jokowi Ikut Campur dalam Pilpres Meningkatkan Masalah Politik Tetapi Tidak Melawan Hukum

Pengakuan Presiden Indonesia Joko Widodo alias Jokowi baru-baru ini bahwa ia akan ikut campur dalam pemilihan presiden tahun depan telah memicu kritik

Editor: Agustinus Sape
Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
(Dari kiri) Presiden Joko Widodo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunjungi sawah di Jawa Tengah pada 9 Maret 2023. 

Pada 2 Mei, Jokowi bertemu dengan ketua enam partai politik yang saat ini berada di pemerintahan, mengajukan pertanyaan tentang apakah mereka menyusun strategi untuk pemilu yang akan datang.

Namun, Jokowi menepis kekhawatiran intervensi dengan mengatakan pada 5 Mei bahwa mereka hanya berdiskusi.

“Saya tidak ikut campur. Soal capres dan cawapres, itu soal parpol atau gabungan parpol, saya sudah beberapa kali menyampaikan ini,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta saat itu.

Padahal, pada 29 Mei lalu, dalam wawancara dengan beberapa pemimpin redaksi media nasional, Jokowi mengaku ingin ikut campur.

“Campur tangan untuk negara, untuk kepentingan nasional. Saya memutuskan untuk ikut campur dalam arti positif. Mengapa saya tidak bisa? Tidak bisakah (saya) berpolitik? Tidak ada konstitusi yang dilanggar. Untuk negara ini, saya bisa ikut campur,” katanya.

Alasan untuk ikut campur

Jokowi mengatakan dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi bahwa dia ingin ikut campur dalam pemilihan agar pembangunan di negara ini tetap berjalan meskipun ada transisi kepemimpinan.

Istana bereaksi dengan cepat. Dalam keterangan tertulis, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Sekretariat Media Presiden Bey Machmudin menjelaskan, Jokowi mengatakan ingin turun tangan karena ingin pemilu mendatang berlangsung aman.

“Presiden ingin memastikan Pilkada serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur, dan adil. Presiden berkepentingan menyelenggarakan pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi sosial atau konflik di masyarakat.”

Machmudin menambahkan bahwa Jokowi ingin pemimpin berikutnya melanjutkan program-programnya, seperti membangun ibu kota baru Nusantara di Kalimantan.

“Presiden menginginkan calon pemimpin bangsa mampu mengawal dan melanjutkan kebijakan strategis seperti pembangunan Nusantara, program hilirisasi, transisi energi bersih, dan lain-lain,” katanya.

PDIP yang beranggotakan Jokowi juga membela sikap presiden tersebut.

Pada 4 Juni, sekretaris jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan keprihatinan Jokowi terletak pada perlunya kemajuan.

“Kekhawatiran Presiden Jokowi adalah perlunya lompatan kemajuan. Maka Presiden Jokowi akan turun tangan untuk mempertahankan lompatan kemajuan ini,” ujar Hasto Kristiyanto.

Tantangan Jokowi pedang bermata dua

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved