Pilpres 2024

Pengakuan Jokowi Ikut Campur dalam Pilpres Meningkatkan Masalah Politik Tetapi Tidak Melawan Hukum

Pengakuan Presiden Indonesia Joko Widodo alias Jokowi baru-baru ini bahwa ia akan ikut campur dalam pemilihan presiden tahun depan telah memicu kritik

Editor: Agustinus Sape
Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
(Dari kiri) Presiden Joko Widodo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunjungi sawah di Jawa Tengah pada 9 Maret 2023. 

Analis politik Yunarto Wijaya dari think-tank Charta Politika mengatakan "tidak ada masalah" dengan campur tangan Jokowi jika alasannya murni untuk memastikan pemilu yang aman dan lancar.

Dia menambahkan bahwa campur tangan Jokowi bisa menjadi positif jika tujuannya adalah untuk memastikan pembangunan berkelanjutan, karena banyak pemerintahan baru cenderung memulai kembali dan menghentikan program sebelumnya begitu mereka berkuasa.

Meskipun demikian, dia berpendapat bahwa hal yang sebaliknya bisa terjadi.

“Tapi campur tangan juga bisa dilihat secara negatif sebagai keberpihakan politik untuk pemenangnya,” tegas Wijaya.

Adi Prayitno, dosen politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah memiliki pandangan yang sama.

Ia khawatir dukungan Jokowi terhadap tokoh tertentu terlalu diekspos.

“Yang tidak baik adalah jika dukungan tersebut diekspos secara berlebihan dan disampaikan kepada publik secara terbuka. Ini tidak elegan karena seorang presiden harus berdiri di atas semua golongan,” ujarnya.

Prayitno mencatat bahwa Jokowi telah menunjukkan preferensinya dalam banyak kesempatan.

“Presiden telah berbicara dalam banyak kesempatan. Di depan relawan, di depan partai, ini yang bikin heboh,” ujarnya.

“Ini polemik. Beberapa kandidat secara terbuka mendapatkan dukungan, dan kemudian ada yang tidak.”

Bisa juga berbahaya karena berpotensi memicu institusi seperti TNI dan Polri untuk tidak memihak, ujarnya.

Sebelum Jokowi menegaskan niatnya untuk ikut campur, calon presiden potensial Anies Baswedan mengatakan pada 7 Mei bahwa negara tidak boleh ikut campur dalam pemilu, yang banyak ditafsirkan ditujukan kepada Jokowi.

“Biarlah rakyat tanpa pengaruh negara, tanpa campur tangan negara, dan biarkan negara netral…,” kata Baswedan.

Oposisi Partai Demokrat yang mendukung Baswedan juga menanggapi negatif niat campur tangan Jokowi.

Anggotanya Syarif Hasan yang juga anggota DPR meminta Jokowi tidak ikut campur.

“Partai Demokrat memandang campur tangan itu berkonotasi negatif. Jadi, sebaiknya sebagai presiden RI, presiden kita, presiden rakyat Indonesia… sebaiknya memang tidak ikut campur soal ini karena banyak telah menafsirkannya secara negatif," kata Syarief kepada media pada 7 Juni 2023.

Untuk mencegah campur tangan Jokowi dalam pemilihan presiden, analis Prayitno mengatakan bahwa masyarakat harus memantau situasi dan menyuarakan keprihatinan mereka.

“Campur tangan tidak apa-apa jika dia memiliki preferensi pribadi karena presiden memiliki hak politik.

“Namun yang tidak diperbolehkan adalah jika dukungan tersebut disampaikan terlalu terbuka dan berlebihan, di setiap tempat, setiap peristiwa, berbicara tentang pemilihan presiden atau menunjukkan kedekatan politik dengan kandidat tertentu dan ketidaksukaan pada kandidat tertentu,” tegasnya.

Analis Yunarto Wijaya dari Charta Politika berharap Jokowi akan mengambil kursi belakang setelah calon presiden mendaftar ke KPU dan menjadi calon presiden resmi.

Mirip dengan Pak Prayitno, dia juga percaya bahwa rakyat memiliki kekuatan untuk mengendalikan situasi.

“Kita sebagai warga negara harus ikut mengawal netralitas pemilu. Sehingga apa pun yang dilakukan pihak berwenang untuk mengintervensi atau jika ada yang mencoba mengintervensi, kami dapat menanganinya.”

(channelnewsasia.com)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved