Opini

Opini Reinard L Meo: Peristiwa Abu Dhabi dan Dialog dari Hati ke Hati

Peristiwa penting dalam daftar panjang keakraban relasi Islam dan Katolik kembali diinisiasi Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik.

|
Editor: Alfons Nedabang
rte.ie
Paus Fransiskus. Sementara Opini Reinard L Meo menulis opini tentang Peristiwa Abu Dhabi dan Dialog dari Hati ke Hati. 

Dengan ini, dialog yang ditawarkan Küng mestilah sebuah dialog yang kritis, mana kala semua agama ditantang untuk tidak hanya menjustifikasi segala sesuatu, tetapi menyampaikan pesan terdalam mereka dengan baik dan tepat.

Ringkasnya, dialog yang dibutuhkan ialah dialog dengan tanggung jawab saling menjelaskan dan sadar bahwa tidak satu pun agama memiliki kebenaran “yang telah tercipta”, tetapi semua menuju pada kebenaran “yang lebih mulia”.

Di sini, kemantapan pada pendirian dan keseriusan dalam menjalankan agama oleh setiap pemeluk, menjadi mutlak. Tanpa keduanya, tidak ada dialog, apalagi dialog yang kritis, yang masuk hingga ke fondasi agama-agama dengan segala konsekuensinya.

Dokumen Abu Dhabi merupakan konsensus yang dihasilkan dari dialog antara 2 (dua) pemimpin yang tentu saja sudah memenuhi syarat intelektual.

Baca juga: Opini Dr. Yonas KGD Gobang: Inovasi Merdeka Belajar dalam Menjembatani Kesenjangan Pendidikan

Sekali lagi, kalau kita membaca dengan saksama dan cermat seluruh isi Dokumen Abu Dhabi, kita akan menemukan hasil dari sebuah observasi, riset, dan pemaknaan yang serius yang dikerjakan dalam kurun waktu yang tidaklah singkat. Dokumen Abu Dhabi, bagi saya, dapat juga disebut sebagai sebuah konsensus ilmiah.

Kedua, dialog pada tataran hati. Setelah membaca dan memahami Dokumen Abu Dhabi, kita tentu saja akan tiba pada kesimpulan bahwa tanpa hati yang terbuka, tanpa keprihatinan mendalam, tanpa refleksi dan doa, dokumen ini tidak akan menemui titik berangkatnya.

Tanpa menjelaskan lebih detail pokok ini, saya tertarik untuk mengorelasikan Dokumen Abu Dhabi dengan Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia (ke-57), 21 Mei 2023 mendatang.

“Bicara dengan Hati” merupakan ajakan utama Paus Fransiskus yang referensinya diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus, “Berbicara dari hati menurut kebenaran dalam kasih” (4:15).

Sepintas, ajakan ini sangatlah normatif. Siapa saja dapat mengajak kita atau bahkan kita sendiri bisa mengajak orang lain untuk “bicara dengan hati”.

Namun, bagi saya, ajakan Paus Fransiskus ini sangat mendesak karena setidak-tidaknya berdasar pada 2 (dua) konteks.

Konteks pertama, perkembangan teknologi dan internet yang amat dahsyat dewasa ini, memosisikan kita sebagai manusia baru yang cenderung bicara dengan jari.

Ujaran kebencian, hoax, ataupun komunikasi ke segala arah tanpa tanggung jawab moral merupakan hasil dari intensitas bicara dengan jari yang nyaris tanpa kontrol.

Konteks kedua, “Peristiwa Abu Dhabi”. Saya tertarik untuk menarik korelasi antara “Peristiwa Abu Dhabi” dengan ajakan “Bicara dengan Hati”.

Kesediaan Paus Fransiskus untuk terbang ke Uni Emirat Arab (UEA) merupakan contoh nyata bagaimana bicara dengan hati.

Sebelum mengajak, Paus Fransiskus jauh di 2019 terlebih dahulu memberi contoh, sehingga “Bicara dengan Hati” tidak lagi ditanggapi sebagai ajakan normatif, melainkan ajakan yang datang dari praktik hidupnya.

Lebih dari itu, dari apa yang telah Yesus sendiri perbuat, dengan tujuan agar kita meneladani-Nya.

Selamat membaca (lagi) Dokumen Abu Dhabi, memaknai “Peristiwa Abu Dhabi”, dan merayakan Hari Komunikasi Sosial Sedunia tahun ini. (Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pertahanan RI)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved