Opini

Opini Frans X Skera: Makna Pencapresan Ganjar Pranowo

Keputusan Megawati menetapkan Ganjar Pranowo membuktikan bahwa dia pemimpin negarawan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Tokoh masyarakat NTT, Frans Skera. Anggota DPR RI periode 1987-1997 menulis opini Makna Pencapresan Ganjar Pranowo. 

POS-KUPANG.COM - Setelah penetapan Anies Baswedan sebagai capres oleh Partai Nasdem yang didukung Partai Demokrat dan PKS dengan nama Koalisi Perubahan, serta terjalinnya kerja sama Partai Gerindra dan PKB yang mengajukan Prabowo sebagai capres, masyarakat dibuat penasaran dan terus menebak siapa gerangan yang akan diusung PDIP dan kapan pengumumannya.

Keinginan publik untuk mengetahui semakin kuat karena elektabilitas Ganjar Pranowo selalu lebih tinggi dari pada kedua pesaingnya, tetapi di saat yang sama upaya gencar memasyarakatkan Puan Maharani di seluruh Indonesia juga sangat serius.

Apalagi sementara Pengurus Pusat PDIP secara terang-terangan tidak memihak Ganjar Pranowo dan malah menudingnya kurang berprestasi serta hanya piawai bermedsos.

Namun dengan keputusan Megawati menetapkan Ganjar Pranowo menjadi calon Presiden pada tanggal 21-4-2023, berakhir sudah berbagai spekulasi dan reka tebak publik.

Penetapan calon presiden dari PDIP yang juga dihadiri Presiden Jokowi tidak saja sarat makna tetapi juga merubah peta politik.

Baca juga: PDIP Lirik Figur NU Jadi pendamping Ganjar Pranowo, Nasaruddin: Saya Suka Kerja di Belakang Layar

Berbicara tentang makna pencapresan Ganjar Pranowo, pada dasarnya berbicara tentang apa saja arti keputusan Ketum PDIP Megawati dalam menentukan Ganjar sebagai Capres PDIP 2024.

Sebagai pemimpin partai besar yang lagi berkuasa, keputusan Megawati menunjukkan bagaimana ciri, sifat dan tipe kepemimpinannya.

Demikian juga keputusannya tidak saja berdampak internal tetapi juga eksternal dan sangat memengaruhi derap langkah PDIP dalam memenangkan pemilu dan Ganjar Pranowo.

Berikut empat makna penetapan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden :

Pertama, keputusan Megawati menetapkan Ganjar Pranowo membuktikan bahwa dia pemimpin negarawan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingan pribadi, dan keluarga Proklamator Bung Karno.

Sudah dua kali Megawati menunjukkan bahwa dia rela berkorban dan mengenyampingkan kepentingan diri sendiri. Saat Jokowi dicalonkan periode pertama.

Kalau saja Megawati berambisi dan mau maju sebagai capres pasti bisa karena dia ketum partai dan kewenangan mutlak ada di tangannya.

Baca juga: KH Nasaruddin Umar Digadang-gadang Jadi Cawapres Dampingi Ganjar Pranowo

Namun hal itu tak dilakukannya dan dia memutuskan memilih Jokowi. Kemauan dan kemampuannya mendengarkan aspirasi rakyat dan mengakui ada kader yang lebih pantas dan layak diajukan, patut diapresiasi. Hal yang sama dilakukan saat menetapkan Ganjar Pranowo.

Dengan kewenangan mutlak di tangannya dia bisa saja menetapkan putrinya Puan Maharani, tetapi tak dilakukannya juga. Megawati realistis melihat kenyataan bahwa elektabilitas Puan sulit terdongkrak meski sudah dimasyarakatkan secara luas, masif dan lama.

Mengajukan Puan berati tidak peka dan tanggap terhadap aspirasi banyak orang yang pada gilirannya dapat mendatangkan mudarat bagi partai. Disinilah nampak kematangan dan kebesaran jiwa Megawati sebagai pemimpin partai besar yang telah banyak makan asam garam.

Kedua, penetapan Ganjar Pranowo menunjukkan bahwa Megawati pemimpin yang peka, tanggap dan realistis.

Dukungan rakyat yang terus meningkat kepada Ganjar meski belum ada sentuhan partai menggerakkan hati nurani sang pemimpin untuk cepat tanggap terhadap keinginan rakyat, dan segera menetapkan Ganjar sebagai capres.

Dengan berbuat demikian dia menunjukkan bahwa pengkaderan partainya berjalan baik sebab Ganjar Pranowo yang pernah ditugaskan sebagai Wakil Rakyat dan Gubernur ternyata berhasil dan disenangi banyak orang.

Baca juga: Ganjar Pranowo Tak Bakal Berani Sodorkan Nama Cawapres 2024, Begini Kata Ujang Komaruddin

Ketiga, penetapan Ganjar sebagai capres, merupakan momentum penting untuk merapatkan barisan dan menguatkan konsolidasi internal PDIP.

Silang pendapat yang selama ini ada, misalnya antara pendukung Puan Maharani dan Ganjar Pranowo harus segera diakhiri dan bersatu padu berjuang untuk memenangkan pemilu dan Ganjar Pranowo.

Meski tak mudah tetapi kebesaran jiwa dan kematangan berpolitik mestinya dapat menghilangkan berbagai aral melintang untuk merapatkan barisan terutama karena keterpilihan Ganjar Pranowo belum mencapai angka 50 persen.

Keempat, pencapresan Ganjar Pranowo sangat erat kaitannya dengan dukungan Presiden Jokowi kepada Gubernur Jawa Tengah yang dinilai dapat meneruskan program-program yang telah dilaksanakannya.

Keberlanjutan pembangunan yang telah menelan banyak biaya dan bermanfaat bagi rakyat harus dipertahankan. Presiden Jokowi ingin memastikan bahwa segala sesuatu yang telah dicapai akan terus dipelihara, dirawat dan yang belum selesai tak akan dibiarkan terbengkelai tetapi dilanjutkan hingga rampung.

Baca juga: Cocok Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, Nasaruddin Umar Ngaku Belum Komunikasi dengan PDIP

Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi yang begitu tinggi tidak disia-siakan Megawati dan keputusan menetapkan Ganjar Pranowo dengan sendirinya akan menarik sekian banyak pendukung Jokowi untuk memenangkan Ganjar dan PDIP.

Selanjutnya, penetapan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden juga merubah peta dan memanaskan suhu politik. Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN dengan sendirinya bubar karena PPP telah memutuskan merapat ke PDIP dan mendukung Ganjar demi keuntungan elektoralnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh PAN. Sedangkan Golkar yang telah memutuskan dalam Munas untuk menetapkan Ketumnya sebagai capres tidak akan serta merta merapat ke PDIP, apalagi saat membicarakan koalisi besar sepertinya ada silang pendapat anatara PDIP dan Golkar.

Meski faktor Presiden Jokowi penting dalam menentukan arah kerja sama partai-partai pendukung Pemerintah, tetapi sebagai partai besar berpengalaman nampaknya Golkar tidak terburu-buru dan sepertinya lebih condong ke Gerindra, siapa tahu bisa menjadi cawapresnya Prabowo.

Baca juga: Ganjar Pranowo Bertekad Kalahkan Prabowo Subianto di Jawa Barat, Kinerja Jokowi Jadi Ukuran

Perhitungan peluang siapa yang akan menang dan keuntungan elektoral bagi partai dalam beberapa bulan ke depan akan menentukan ke mana Golkar akan berlabuh.

Ada dua hal penting yang lebih krusial pasca pencapresan Ganjar Pranowo. Pertama, siapa bakal calon wapres mendampingi Ganjar, Prabowo dan Anis.

Bakal calon wapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo nampaknya akan mengulangi pola Jokowi- Maruf Amin. Dalam arti guna meraih kemenangan PDIP cendrung berpaling ke Organisasi Islam terbesar yaitu Nahdatul Ulama (NU).

Organisasi ini memiliki masa banyak dan punya hubungan baik dengan PDIP. Ada dua calon potensial yang bisa dipilih yaitu Prof Mafud MD, Menko Polhukam yang lagi digandrungi karena keberanian dan tekadnya memberantas suap dan KKN, serta Gubernur Jawa Timur yang memiliki masa besar pemilih perempuan.

Adapun bakal Cawapres Prabowo, tergantung kesepakatan antara Prabowo dan Muhaimin Iskandar. Melihat gelagat merapatnya Golkar ke Gerindra, apakah Muhaimin Iskandar rela memberikan kursi cawapres ke Airlangga Hartarto?

Sedangkan bakal calon wapres Anis Baswedan sepertinya masih belum menentu karena tarik menarik kepentingan antara PKS dan Demokrat.

Selain itu karena Anis diberikan keistimewaan untuk memilih capres sendiri dan nampaknya Gubernur Jatim lebih diutamakan dari pada AHY, tentu akan merupakan masalah pelik mengingat bagi Demokrat, AHY harga mati dan punya dana kampanye memadai.

Skenario diatas merupakan perkiraan manakala ada tiga pasangan yang bertarung. Tetapi bilamana hanya ada dua pasangan yang maju karena Gerindra mau bergabung dengan PDIP demi memuluskan kemenangan maka Prabowo bisa menjadi cawapres Ganjar Pranowo.

Baca juga: Ulama Kharismatik Beri Pesan Spesial ke Ganjar Pranowo: Kalau Sudah Terpilih, Jangan Lupa Rakyat

Melihat kenyataan bahwa Prabowo pernah rela berkorban dengan menjadi pembantunya Presiden Jokowi, maka kemungkinan untuk menjadi cawapres terbuka lebar.

Masalah kedua berkaitan dengan peluang menang bilamana ada tiga pasangan yang bertarung. Mengingat elektabilitas Ganjar, Prabowo dan Anis belum mencapai 50 persen, maka peluang terjadinya dua putaran pemilu terbuka lebar.

Kalau hitung-hitungannya Anis gugur dan yang berhadapan pada putaran kedua adalah Ganjar vs Prabowo, mungkin tidak begitu mengkhawatirkan siapapun pemenangnya, karena keduanya berasal dari kubu Nasionalis.

Namun kalau yang berhadapan adalah Ganjar Pranowo vs Anis Baswedan misalnya, maka terbuka kemungkinan banyak pendukung Prabowo yang memilih Anis pada putaran kedua.

Hal ini tentu tak diinginkan kubu Nasionalis, sehingga kerja sama partai politik pendukung Jokowi bisa saja berubah sebelum pemilu.

Inilah politik yang selalu dinamis dan sarat kemungkinan, sehingga dalam berpolitik tak ada kawan abadi tetapi yang ada ialah kepentingan abadi. (Penulis adalah Anggota DPR RI 1987-1997)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved