KKB Papua
KKB Papua Tolak Tawaran Pendeta Bebaskan Pilot Susi Air, Sebby: Kami Berjuang Bukan Demi Gereja
TPNPB-OPM menolak tawaran pendeta untuk membebaskan pilot Susi Air, Phillips Mark Merthens. Itu disampaikan melalui juru bicara KKB Papua Sebby Sambom
POS-KUPANG.COM - TPNPB-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka ) menolak tawaran pendeta untuk membebaskan pilot Susi Air, Phillips Mark Merthens yang disandera selama ini.
Sikap Kelompok Kriminal Bersenjata tersebut disampaikan KKB Papua melalui Juru Bucara KKB Papua, Sebby Sambom.
Dikatakannya, keinginan perwakilan gereja dan uskup di Papua untuk menjadi mediator dalam membebaskan Phillips Mark Merthens, adalah sebuah kekeliruan.
Pasalnya, lanjut dia, sejak awal TPNPB-OPM senantiasa bersikeras untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia dan Selandia Baru.
Negosiasi itu, katanya, untuk menentukan masa depan Papua, yakni Papua merdeka, bebas dari jajahan negara mana pun termasuk Indonesia.
"Kami berjuang bukan demi gereja, tapi untuk menentukan hak kemerdekaan bangsa Papua. Selama ini kami bicara hak politik penentuan nasib sendiri bangsa Papua yang dilanggar," tandas Sebby Sambom.
Sebby juga menandaskan, TPNPB-OPM tidak akan membiarkan Egianus Kogoya berbicara dengan perwakilan gereja. Sebab keputusan penyanderaan itu ada di tangan seluruh panglima KKB Papua.
"Keputusan tentang nasib pilot Susi Air itu bukan ada pada Egianus Kogoya, tapi ada di tangan seluruh panglima komando pertahanan," tandasnya.
Dengan demikian, kata Sebby Sambom, TPNPB-OPM tak akan mengizinkan Egianus Kogoya untuk melakukan pembicaraan dengan Pendeta dan uskup Papua.
Baca juga: Sebelum Bebaskan Tawanan, KKB Papua Nekat Minta Uang Tebusan Rp 500 Juta, Endingnya Malah Terbalik
Untuk diketahui, sampai saat ini upaya pembebasan pilot Susi Air dari tangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, terus berlangsung.
Salah satunya melalui para tokoh gereja dan uskup. Bahkan pihak gereja kini menawarkan diri untuk menjadi mediator dengan KKB pimpinan Egianus Kogoya.

Tawaran itu disampaikan lantaran hingga saat ini, pilot asal Selandia Baru, Phillips Mark Merthens itu masih disandera oleh kelompok separatis teroris.
Sementara itu, Mantan Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, Pendeta Benny Giay, berkata niat itu datang usai melihat kondisi masyarakat di Kabupaten Nduga yang memprihatinkan.
Namun, dia menilai negosiasi bisa berhasil jika TNI-Polri menarik pasukan dari Nduga demi menciptakan suasana damai.
Menjawab permintaan itu, Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz, Donny Charles Go, menyerahkan sepenuhnya keputusan pada pemerintah.
Sementara, Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyatakan menolak tawaran gereja dan berkukuh untuk bernegosiasi dengan Indonesia di satu meja.
Pendeta Benny Giay mengatakan, masyarakat yang tinggal di sejumlah distrik di Kabupaten Nduga telah diungsikan sejak TNI-Polri melancarkan operasi keamanan pasca penculikan pilot Susi Air oleh kelompok bersenjata OPM.
Mereka yang diungsikan itu, sambungnya, hidup dalam ketidakpastian tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan makanan.
Mendengar dan melihat situasi tersebut, para pemuka agama di Papua memutuskan untuk menjadi mediator antara pemerintah dengan TPNPB-OPM.
Harapannya, masyarakat Nduga bisa kembali ke kampungnya dan situasi sedikit damai.
"Keadaan di sana sangat memprihatinkan. Sehingga kami pikir ada baiknya ada pihak ketiga yang memediasi," ujar Pendeta Benny Giay kepada BBC News Indonesia, Kamis 11 Mei 2023.
Pendeta Benny Giay berkata, keyakinan bisa memediasi kedua pihak ini datang dari pengalaman tahun 2001 lalu.
Kapolda Papua kala itu Made Mangku Pastika, katanya, bisa diajak komunikasi dengan gereja dan mengikuti arahan mereka untuk menarik pasukannya dari Puncak Jaya.
Tujuan penarikan pasukan, ujar dia, demi mengurangi ketegangan dan tensi kekerasan sehingga membuka ruang dialog.
Hingga akhirnya, TPNPB-OPM bersedia membebaskan dua sandera asal Belgia yang ditawan di Ilaga, Kabupaten Puncak Jaya pada 1 Agustus 2001.
Untuk upaya pembebasan pilot asal Selandia Baru itu, Pendeta Benny Giay menawarkan cara yang sama, yakni menarik pasukan dan menghentikan operasi militer dari Kabupaten Nduga.
"Kalau pasukan terlalu banyak akan mengganggu masyakat sipil, OPM juga akan semakin keras. Gereja juga dianggap mendukung TNI-Polri. Itu pengalaman kami. Kami sampaikan kepada Kapolda, ini pekerjaan yang tidak gampang," imbuhnya.
"OPM juga manusia, bisa diajak bicara"
Pendeta Benny Giay belum bisa memastikan kapan proses negosiasi akan dilangsungkan.
Sebab, para perwakilan gereja dan uskup harus rapat terlebih dahulu untuk menyusun langkah di lapangan.
Di sisi lain, dia menunggu keputusan TNI-Polri apakah bersedia untuk mengikuti syarat yang ditawarkan pihak gereja.
"Daerah itu harus bersih dulu kalau mau dapat komunikasi dengan Egianus Kogoya. Tak ada tentara baru bisa negosiasi di situ," ucapnya. "Kalau pasukan masih kuasai daerah, saya belum yakin bisa nego," jelas Benny Giay.
Kelompok TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya disebut sebagai pihak yang menculik dan menyandera pilot Susi Air, Philip Max Mehrtens.
Meskipun tak menjamin Egianus mau menerima perwakilan gereja sebagai mediator, tapi Pendeta Benny menilai hal itu bukan mustahil terjadi.
Baca juga: Pendeta Distrik Okbab Bebaskan Tawanan dari Tangan KKB Papua, Kapolda: Benar, Mereka Sudah Dilepas
"Egianus bergerak dengan caranya sendiri dan bertentangan dengan prinsip gereja, namun OPM juga manusia. Masak dia harga mati mau bunuh orang? Tidak mungkin," katanya.
"Mereka (OPM) tetap manusia yang bisa diajak bicara. Saya kira Egianus akan lebih santai bicara kalau tidak ada aparat keamanan di situ," ungkap Benny Giay. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.