Ketua LPA NTT Veronika Ata Minta BB Guru Pelaku Pencabulan 7 siswi SD di Ende Dihukum Kebiri
Pengamat Hukum Veronika Ata, SH, M.Hum mengatakan BB guru honorer pelaku pencabulan terhadap 7 siswi SD di Ende, harus dihukum kebiri
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum mengatakan, BB si guru honorer pelaku pencabulan terhadap tujuh siswi Sekolah Dasar (SD) di Ende harus dihukum kebiri.
Hal ini dikemukakan Veronika Ata, SH, MHum saat diminta komentarnya terkait hukuman apa yang pantas diberikan kepada pelaku pencabulan, khususnya guru honorer, BB, yang melakukan pencabulan terhadap tujuh siswi SD di salah satu sekolah di Kbaupaen Ende, Provinsi NTT.
Veronika Ata yang juga adalah Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT ini mengencam keras tindakan tak terpuji seorang guru honor (BB) yang mencabuli 7 orang siswa SD di Kabupaten Ende, Provinsi NTT.
"Kami mengecam kejahatan seksual yang terjadi pada 7 orang anak di Ende. Sangat disesali karena dilakukan oleh seorang guru yang wajib melindungi anak-anak namun sebaliknya, dia melakukan tindakan kejahatan seksual," kata Veronika Ata.

Terhadap pelaku BB, wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis. Pelaku BB harus mendapatkan hukuman maksimal atau seberat-beratnya agar memberikan rasa keadilan bagi korban maupun efek jera bagi pelaku.
"Sangat miris karena semakin banyak regulasi, namun orang tidak memiliki kesadaran untuk mematuhinya. Kami mendukung Pihak Kepolisian -Polres Ende yang saat ini sudah menahan pelaku," tuturnya.
Lebih lanjut Veronika tegaskan, sanksi yang pantas bagi Pelaku BB harus menerapan pasal berlapis terhadap pelaku, antara lain UU Perlindungan Anak, KUHP dan secara khusus UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.
"Selain hukuman kebiri yang diatur oleh UU Perlindungan anak, Pelaku dapat dikenakan pasal 12 UU no. 12/ tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Sexual (UU TPKS). Pasal 12 ini mengatur tentang Eksploitasi sexual, dengan hukuman maximum 15 tahun," sebutnya.
Bahkan, kata dia, ketentuan pasal 15 UU TPKS bahwa pidana ditambah 1/3 jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang. Selain itu, adapun Pidana tambahan yakni pengumuman identitas pelaku.
Menurutnya, Anak-anak yang menjadi korban wajib dilindungi terutama harus mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan.
"Negara wajib memberi perlindungan bagi korban terutama pemenuhan hak secara psikologis, sesuai amanat UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," tegasnya.
Baca juga: Tim Kemensos RI ke Ende Dampingi 7 Siswi SD Korban Pencabulan Guru Dapat Kepastian Hukum
"Anak-anak yang menjadi korban harus didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan," sambungnya.
Veronika menambahkan, Kasus kekerasan seksual tidak diperkenankan untuk restoratif justice, tetapi Wajib ditempuh jalur hukum.
"Sangat jelas diatur dalam UU Perlindungan Anak dan UU TPKS. Karena itu pelaku, wajib proses hukum, dikenakan pasal berlapis dan hukuman maksimal," tutupnya.
Menurutnya, untuk bisa meminimalisir kasus serupa terjadi di sekolah, maka seluruh Kepala sekolah baik SD- SMA, wajib menerapkan kebiajakan safeguarding- kebijakan keamanan anak di sekolah agar semua pihak di lingkup sekolah tertib dalam berinteraksi dengan anak.
SAKSIMINOR NTT Keluarkan 6 Poin Tuntutan Atas Kasus yang Melibatkan Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Akhmad Bumi : Yang Diproduksi dan Dikonsumsi Bukanlah Manusia Melainkan Jasa |
![]() |
---|
Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi |
![]() |
---|
Buntut Kematian Prada Lucky Namo, YKBH Justitia NTT Sebut Pelanggaran HAM Berat |
![]() |
---|
Kejati NTT Prihatin, Jamin Tim JPU Siap Perang Buktikan Perbuatan Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.