Idul Fitri 2023

Presiden Astronomi Jeddah: Idul Fitri Jatuh pada Hari Jumat 21 April 2023

Majed Abu Zahra, presiden Masyarakat Astronomi di Jeddah, menyatakan perhitungan astronomi menunjukkan bahwa Jumat menjadi hari pertama Idul Fitri.

Editor: Agustinus Sape
saudigazette.com.sa
Perhitungan Masyarakat Astronomi Jeddah menunjukkan Idul Fitri akan jatuh pada hari Jumat 21 April 2023. Hal ini akan didahului gerhana matahari hibrida pada Kamis 20 April 2023. 

”Menyaksikan gerhana Matahari adalah pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup karena tidak ada fenomena lain di Bumi yang bisa menyaingi keindahan kosmik seperti saat terjadi gerhana Matahari,” tambah astronom dan wartawan senior Kompas, Ninok Leksono, yang sudah empat kali mengamati GMT di Indonesia, yaitu 11 Juni 1983, 18 Maret 1988, 24 Oktober 1995, dan 9 Maret 2016.

Lintasan Gerhana Matahari Hibrida di Indonesia 20 April 2023_01
Lintasan gerhana Matahari total 20 April 2023 yang melintasi wilayah timur Indonesia di Maluku, Papua Barat, dan Papua. Gerhana ini merupakan bagian dari gerhana Matahari hibrida yang jalurnya terentang dari selatan Samudra Hindia hingga ke barat Samudra Pasifik.

Saat peradaban modern makin maju dan sains sudah menjadi pengetahuan kita, manusia malah makin sedikit meluangkan waktunya melihat langit. Bagaimanapun, manusia masih menggantungkan banyak aspek hidupnya pada Matahari.

Secara teoretis, GMT paling lama bisa berlangsung selama 7 menit 32 detik. Namun, GMT 1 menit 16 detik yang akan terjadi pada 20 April 2023 nanti tetap memberi dampak luar biasa hingga banyak orang mengejarnya, termasuk sejumlah wisatawan. GMT pada 9 Maret 2016 yang melintasi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara mendongkrak kedatangan wisatawan nusantara dan mancanegara.

GMT terjadi tatkala bayangan inti (umbra) Bulan yang terbentuk akibat piringan Bulan menutupi piringan Matahari jatuh ke permukaan Bumi. Jika bayangan yang jatuh ke permukaan Bumi adalah perpanjangan inti Bulan (antumbra), maka akan terjadi GMC. GMH merupakan rangkaian GMC dan GMT sehingga, pada satu waktu secara bergantian, bayangan Bulan yang jatuh ke Bumi adalah antumbra, diikuti umbra, dan kembali antumbra.

Seperti dikutip dari Space, 20 November 2022, GMH terjadi karena jarak Bulan ke Bumi berada di sekitar batas bayangan umbra menyentuh Bumi dan melengkungnya permukaan Bumi. Saat awal dan akhir GMH, ujung bayangan umbra Bumi berada sedikit di atas permukaan Bumi sehingga bayangan yang jatuh ke permukaan Bumi adalah bayangan antumbra. Akibatnya, terjadi GMC di daerah yang dilalui antumbra Bulan tersebut.

Namun, di tengah jalur GMH, lengkungan Bumi membuat bayangan umbra Bulan yang jatuh ke permukaan Bumi. Lengkungan Bumi itu membuat jarak Bumi sedikit lebih dekat ke Bulan dibandingkan jarak daerah di Bumi yang dilintasi antumbra Bulan ke Bulan. Karena itu, satu tempat di Bumi tidak mungkin bisa untuk mengamati GMC dan GMT sekaligus.

Unik

Gerhana Matahari adalah fenomena unik. Menurut Muhammad Yusuf, peneliti di Observatorium Bosscha, tidak ada tempat di Tata Surya yang bisa menikmati gerhana Matahari seperti yang terjadi di Bumi. Jarak rata-rata Matahari-Bumi adalah 400 kali jarak rata-rata Bulan-Bumi, demikian pula lebar Matahari sekitar 400 kali lebar Bulan.

Kesamaan rasio itu membuat ukuran piringan Bulan di langit dilihat dari Bumi setara dengan lebar piringan Matahari sehingga memungkinkan terjadinya gerhana Matahari. Jika ukuran piringan Bulan lebih kecil, maka piringan Bulan tidak bisa menutupi seluruh piringan Matahari hingga ketampakannya akan seperti peristiwa transit Venus, yaitu saat piringan Venus yang kecil melintas di depan Matahari.

Sebaliknya, ”Jika ukuran piringan Bulan lebih besar dibanding ukurannya saat ini, maka saat terjadi gerhana Matahari, pengamat di Bumi tidak bisa menyaksikan korona Matahari dan lapisan kromosfer Matahari,” tambahnya.

Selain itu, GMH adalah peristiwa yang jarang terjadi. Data Five Millennium Canon of Solar Eclipses: -1999 to +3000 yang disusun Fred Espenak dan Jean Meeus dan dipublikasikan NASA menyebut antara tahun 2000 sebelum Masehi (SM) hingga tahun 3000 Masehi terdapat 11.898 gerhana Matahari dalam berbagai tipe. Dari jumlah itu, jumlah GMH hanya 569 kali atau 4,78 persen.

Sementara selama abad ke-21, hanya ada 7 GMH atau 3,1 persen dari 224 gerhana Matahari yang terjadi. GMH 20 April 2023 adalah GMH ketiga selama abad ini. GMH terakhir terjadi 3 November 2013 yang bisa diamati di utara Samudra Atlantik dan tengah Afrika. Sementara GMH setelah ini akan terjadi pada 14 November 2031, yang melintasi tengah Samudra Pasifik.

Peneliti Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Andi Pangerang Hasanuddin mengatakan, GMH terakhir di Indonesia terjadi pada 6 Juni 1807, yang melintasi selatan Sumatera dan Laut Jawa. GMH berikutnya di Indonesia akan terjadi pada 25 November 2049, yang melewati selatan Sumatera, pesisir selatan Kalimantan, bagian tengah Sulawesi, dan Halmahera.

”Tidak di semua abad akan terjadi GMH di Indonesia,” katanya. Setelah GMH 2049, GMH di Indonesia baru akan terjadi lagi 13 Oktober 2349 dan 17 Februari 2827.

Sebagian

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved