Berita Timor Tengah Utara
Kurikulum Merdeka Belajar, Wadah SMPN Maubeli Menjahit Puing Peradaban
satu sekolah contoh bagi sekolah tingkat pertama di Kabupaten Timor Tengah Utara. Karena sekolah SMP Negeri adalah sekolah penggerak.
Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Rosalina Woso
Perihal tenunan khas Timor, khususnya Kabupaten Timor Tengah Utara, secara historis masyarakat setempat sudah mengenal kain tenun sekitar abad 13 atau 14. Tetapi kain tenun "Atoin Meto" ini lahir dari pengaruh budaya Donsong (di Vietnam) dan Lapita (di bagian Utara Papua). Budayawan Kondang Asal Kabupaten Timor Tengah Utara, Yohanes Sanak mengisahkan hal ini beberapa waktu lalu.
Kapas juga disebutkan bukan merupakan tanaman asli di Pulau Timor. Sekitar abad 13 atau 14 para pedagang dari China membawa kapas dan ditanam di Pulau Timor lalu berkembang. Ketika itu, hanya kelompok bangsawan atau "Usif" di kalangan masyarakat Kabupaten TTU yang memiliki kain tenun.
Seiring berjalannya waktu, kepemilikan kain tenun ini pada akhirnya berkembang hingga sampai pada masyarakat dengan kasta yang terendah atau disebut "amaf". Ada perbedaan mencolok antara kain tenun yang dikenakan oleh seorang bangsawan dan yang dikenakan oleh kelompok "amaf".
Kain tenun yang dikenakan oleh perempuan dinamakan "Tais" dan yang dikenakan laki-laki bangsawan dinamakan "Bete".
Kain tenun yang dikenakan seorang Usif (bangsawan) biasanya mencapai mata kaki. Sedangkan seorang amaf atau masyarakat pada kasta terendah saat mengenakan kain tenun hanya serendah betis atau lutut. Perbedaan lain tampak dalam motif dan warna kain tenun. Khusus untuk kaum "amaf" warna yang dominan adalah hitam dan putih dengan sedikit motif. Sementara bagi kaum bangsawan ada banyak warna dan banyak motif dan motif itu dipatenkan oleh masing-masing penemunya.
Selain memiliki fungsi sosial, kain tenun juga memiliki fungsi ekonomis. Pada zaman dahulu, kain tenun digunakan sebagai alat tukar. Apabila tidak memiliki uang, warga setempat menukar kain tenun dengan sapi atau barang lainnya.
Sementara itu ada juga fungsi politik dalam wujud kain tenun. Hubungan antar kerajaan tidak hanya diikat melalui perkawinan tetapi juga melalui kain tenun. Keterikatan hubungan antara dua kerajaan melalui kain tenun dinilai sangat kuat.
Langkah SMPN Maubeli menerapkan project menenun dalam kurikulum merdeka belajar patut diapresiasi. Pasalnya, generasi muda di zaman ini jarang sekali ditemukan orang yang bisa menenun. Hal ini juga menjadi harapan Yohanes Sanak beserta para budayawan lainnya jika program ini menjadi pelajaran di sekolah. Dengan demikian, kelompok muda bisa melestarikan warisan leluhur.
Peradaban berkaitan dengan banyak hal. Menenun atau kain tenun merupakan bagian daripada peradaban. Di mana sebelumnya masyarakat Dawan belum mengenal kain tenun dan akhirnya mengenal kain tenun atas pengaruh Budaya Dongson dan Lapita.
Seiring berjalannya waktu, kain tenun mulai mengalami transformasi menjadi pakaian dan lain sebagainya seirama dengan perkembangan jaman saat ini.
Hilangnya budaya menenun beberapa generasi di Kabupaten Timor Tengah Utara menjadi kekhawatiran dan menimbulkan kegamangan tersendiri bagi masyarakat secara khusus budayawan. Kegamangan ini perlahan diobati dengan hadirnya kurikulum merdeka belajar dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Lahirnya kurikulum merdeka belajar dengan mengedepankan kurikulum lokal, menjadi bagian dari wadah bagi lembaga pendidikan di Kabupaten Timor Tengah Utara menjahit kembali puing-puing peradaban yang perlahan hilang tergerus waktu.
Langkah SMPN Maubeli menerapkan project menenun dalam P5 Kurikulum Merdeka Belajar, memberikan harapan baru atas pelestarian sisa-sisa peradaban yang kian uzur di tengah lautan modernisasi. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.