KKB Papua
KKB Papua - Kini Terungkap, Penembakan Prajurit TNI di Yahukimo Atas Perintah Elkius Kobak
Akhirnya terungkap, bahwa penembakan prajurit TNI di Yahukimo oleh KKB Papua, atas perencanaan TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat).
POS-KUPANG.COM - Akhirnya terungkap, bahwa penembakan prajurit TNI di Yahukimo oleh Kelompok Kriminal Bersenjata, atas perencanaan TPNPB ( Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat ).
Terungkap pula bahwa penembakan tersebut dilakukan KKB Papua atas perintah pimpinan Kodap XVI Yahukimo, Elkius Kobak.
Elkius Kobak mengatakan bahwa pada Rabu 1 Maret 2023, ia bersama anggotanya telah melakukan kontak senjata dengan prajurit TNI dan Polri.
Penyerangan secara mendadak tersebut dilakukannya di KM 4, jalan Paradiso Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Baca juga: Tolak Permintaan KKB Papua, Mahfud MD: Sedang Diatur Taktik untuk Bebaskan Pilot Susi Air
Dalam kontak senjata tersebut, Elkius Kobak mengklaim telah menembak mati satu prajurit TNI.
“Kami TPNPB-OPM Kodap XVI di bawah pimpinan Elkius Kobak bertanggung jawab atas penyerangan anggota TNI dan Polri di Kabupaten Yahukimo," ujar Kobak melalui keterangan tertulis, Kamis 2 Maret 2023 pagi.
Elkius Kobak menyebutkan, pasukan TPNPB berhasil menembak mati satu anggota TNI dan melukai lima anggota lainnya.
"Kontak tembak hingga menewaskan satu anggota TNI itu terjadi pada pukul 15.30 WIT," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) berulah lagi, Mereka melakukan aksi kriminalnya dengan menembak prajurit TNI yang bertugas di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.

Dalam insiden tersebut, Pratu LW meninggal dunia. Ia tewas terkena amunisi yang ditembak KKB.
Selain korban meninggal, dua prajurit lainnya yakni Pratu NS dan Sertu RS menderita luka-luka. Tiga korban adalah personel Kodim 1715/Yahukimo.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman, mengatakan penyerangan terjadi pada pukul 15.30 WIT.
Baca juga: KKB Papua - Sebby Sambom Angkat Bicara: Kami Siap Hadapi TNI Polri Kalau Negosiasi Buntu
"Gerombolan KST telah menyerang dan menembak Personel Kodim 1715/Yahukimo di Km 4 Jalan Paradiso Distrik Dekai," ujarnya secara tertulis, Rabu sore.
Sementara itu, Pratu NS dan Sertu RS dalam kondisi sadar dan dirawat RSUD Yahukimo.
"Sampai pukul 16.20 WIT, gerombolan KST masih melakukan penembakan sehingga terjadi kontak tembak," pungkasnya.
Selandia Baru Kirim Tim ke Timika
PILOT Susi Air berkebangsaan Selandia Baru, Kapten Philips Max Mehrtens, menjadi korban penyanderaan dari kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB – OPM) di hutan Nduga, Papua.
Pasukan gabungan TNI-Polri kini dalam upaya menyelamatkan Kapten Philips dari kelompok yang dipimpin oleh Egianus Kogoya tersebut.
Kelompok separatis ini hanya bersedia membebaskan sang pilot apabila permintaannya dipenuhi, yaitu barter dengan sejumlah senjata dan uang tebusan dari pemerintah.
Permintaan ini tentu saja tidak rasional dan ditolak mentah-mentah oleh TNI-Polri. Hingga saat ini, upaya dalam membebaskan Pilot Susi Air tersebut masih dalam tahap negosiasi.
Metode ini dikedepankan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa dari kedua belah pihak, termasuk dari masyarakat Papua itu sendiri.
Cara-cara kekerasan dan penindakan dengan menggunakan senjata sudah sepatutnya menjadi “last resort” dalam setiap konflik.
TNI-Polri tentunya bersiap apabila langkah-langkah negosiasi ini gagal.
Juru Bicara OPM juga menyebut bahwa kelompok mereka siap menghadapi TNI-Polri apabila hal-hal yang menjadi permintaan mereka tidak digubris pemerintah.
Namun disadari atau tidak, penyanderaan pilot Susi Air yang dilakukan oleh TPNPB – OPM justru menjadi bukti kuat bahwa kelompok ini tidak memiliki strategi yang matang untuk meraih tujuannya dan cenderung bergerak secara sporadis.
Baca juga: KKB Papua - Egianus Kogoya Cs Selalu Berpindah-Pindah, Pilot Susi Air Makin Sulit Ditemukan
Aksi penyanderaan ini seakan menjadi senjata makan tuan bila dikaitkan dengan salah satu tujuan politiknya dalam menarik dukungan lebih dari komunitas internasional.
Mengapa demikian? Dukungan bagi gerakan-gerakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) OPM ini sebenarnya tidak hanya berasal dari berbagai pihak di internal masyarakat.
Dukungan juga datang dari dunia internasional atas dasar perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat Papua.
Setidaknya, saat ini terdapat sembilan negara yang diketahui mendukung gerakan OPM, yaitu Selandia Baru, Inggris, Australia, Vanuatu, Tuvalu, Nauru, Kepulauan Solomon, Pulau Marshall, dan Republik Palau.
Dua pekan sejak Kapten Philip disandera oleh OPM, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengonfirmasi bahwa pihak pemerintah Selandia Baru telah mengirimkan perwakilan ke Timika, Papua, untuk memantau perkembangan kondisi pilot Susi Air tersebut.
Perwakilan tersebut terdiri atas tiga diplomat Selandia Baru, yaitu wakil Kepala Misi Diplomatik Selandia Baru untuk ASEAN Brendan Andrew Stanbury, serta Patrick John Fitzgibbon dan Alexander Mcsporran dari Kedutaan Besar Selandia Baru.
Selain itu, mereka juga didampingi staf Kementerian Luar Negeri Dionisius Elvan Swasono dan Nicolas Hendrik Theodorus.
Penyanderaan yang dilakukan terhadap pilot berkebangsaan Selandia Baru ini justru berpotensi menjadi backfire bagi kelompok OPM itu sendiri.
Berkembangnya kasus penyanderaan ini menjadi urusan diplomatik berpotensi menghasilkan preseden dan narasi yang buruk bagi OPM di mata negara pendukungnya, khususnya Selandia Baru.
Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi Indonesia dalam membuka mata dunia terkait tindakan OPM yang justru mengancam keselamatan masyarakat, tak peduli apapun latar belakangnya.
Selain itu, Presiden Sementara Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP), Benny Wenda, justru menjadi sorotan setelah pernyataannya yang tidak mendukung gerakan penyanderaan yang dilakukan OPM terhadap Pilot Susi Air tersebut.
Baca juga: KKB Papua - Philip Mark Merthens Belum Dilepas, Pilot Susi Air Ini Masih Disandera Egianus Kogoya
Ia justru meminta kepada TPNPB-OPM agar Kapten Philip dibebaskan, karena menilai bahwa Selandia Baru bukanlah ancaman bagi Papua Barat.
Seruan ini, sayangnya, justru tidak diindahkan sama sekali oleh kelompok TPNPB-OPM, dengan menyebut bahwa mereka tidak mengakui Benny Wenda sebagai bagian dari mereka.
Ketidakpaduan gerakan separatis ini juga dapat diamati dari banyaknya faksi-faksi dari OPM, yang meskipun arah perjuangannya sama, akan tetapi berbeda dalam hal pendekatan yang dilakukan.
Benny Wenda diketahui sebagai salah satu tokoh yang sangat memperjuangkan kemerdekaan bagi Papua Barat melalui metode-metode diplomatis, seperti melakukan seruan-seruan kepada dunia internasional akan isu HAM Papua.
Akan tetapi, selain perjuangan melalui jalur diplomatik dan propaganda media, gerakan pembebasan Papua Barat diketahui memiliki beberapa sayap kelompok militer yang dipimpin oleh panglima yang berbeda-beda.
Pada Januari 2023 lalu, juru bicara TPNPB-OPM menyebut bahwa pihaknya menolak eksistensi dari kelompok Benny Wenda, Damianus Yogi, dan Manaseh Tabuni, serta menegaskan bahwa pihaknya bukan bagian dari mereka.
Ia bahkan menyebut bahwa Damianus Yogi, Panglima West Papua Army, telah melakukan manipulasi dokumen yang menjadi dasar arah perjuangan mereka.
Hal ini seakan menegaskan bahwa sesungguhnya gerakan perjuangan OPM tidaklah sentralistis, dan bahkan terkesan egosentris.
Ketidaksepahaman antarpemimpin masing-masing kelompok inilah yang seharusnya menjadi bukti bahwa gerakan pembebasan Papua Barat sangat sporadis dan terpecah, layaknya konflik antaretnis yang saling berebut kekuasaan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Mahfud MD, sempat menyampaikan bahwa titik lokasi penyanderaan Kapten Philip sebenarnya sudah ditemukan dan dikepung oleh pasukan TNI-Polri.
Akan tetapi, sebelum ada pergerakan lebih lanjut, Pemerintah Selandia Baru justru datang dan memohon agar tidak ada tindak kekerasan yang dilakukan. Permohonan ini didasarkan atas kekhawatiran Pemerintah Selandia Baru pada keselamatan jiwa pilot tersebut.
Sudah seharusnya pemerintah dapat menggunakan momen penyanderaan ini, dengan tentunya tambahan justifikasi yang tepat, sebagai momentum untuk dapat membuka mata dunia bahwa gerakan OPM tidaklah didasari atas keinginan kolektif masyarakat Papua untuk merdeka, melainkan oleh ketidakpuasan sebagian kelompok saja.
Baca juga: KKB Papua - Egianus Kogoya Minta Uang dan Senjata Bila TNI Polri Minta Pilot Susi Air Dibebaskan
Selain itu, cara-cara OPM dalam melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat serta penyanderaan terhadap warga asing harus terus digaungkan, agar menutup celah bagi gerakan ini untuk mengembangkan narasi dan mencari dukungan yang lebih luas di dunia internasional.
Upaya dalam memberantas segala bentuk gerakan separatisme tidak selalu harus menggunakan hard approach, akan tetapi juga dengan menghadang segala bentuk upaya mereka dalam meraih dukungan internasional.
Stabilitas wilayah Papua harus tetap dikedepankan, agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari pembangunan yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah di wilayah timur Indonesia tersebut. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.