Unwira Kupang
PITP Unwira Kupang Gelar Kuliah Umum Bertajuk “Bahaya Laten dan Pencegahan Kekerasan Seksual”
termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan untuk melaksanakan Pendidikan Tinggi
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Elisabeth Eklesia Mei
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Di awal Semester Genap Tahun Ajaran 2022/2023, Pusat Inovasi dan Teknologi Pembelajaran (PITP) Universitas Katolik Widya Mandira atau Unwira Kupang menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema Bahaya Laten dan Pencegahan Kekerasan Seksual
Kegiatan ini bertempat di Aula St. Hendrikus, Gedung Rektorat, Lantai IV, Kampus UNWIRA Penfui, Senin, 20 Februari 2023.
Kuliah Umum ini dihadiri oleh Marleny Purnamasary Panis, S.Psi., M.Si., Dosen Psikologi UNDANA Kupang, sebagai pembicara pertama, Ernesta Uba Wohon, SH., M.Hum., Dosen Fakultas Hukum UNWIRA, sebagai pembicara kedua, dan Civitas Academica Unwira Kupang.
Baca juga: Unwira Kupang Perkenalkan Kampus kepada Pelajar SMKN 2 Oetmatnunu Kabupaten Kupang
Dalam sambutan pembuka Kuliah Umum, Dr. Samuel Igo Leton, M.Pd., Wakil Rektor I Unwira Kupang, mengatakan bahwa Kuliah Umum ini dibuat supaya kita semua, baik dosen maupun mahasiswa/i, dapat mengetahui dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan seksual, seperti tindakan-tindakan yang terkategori dalam tindakan kekerasan seksual.
“Dengan demikian, Kuliah Umum ini bertujuan untuk menghindari kita dari kekerasan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban kekerasan seksual,” ujar Samuel
Sementara itu, Menurut Igo, saat ini, kekerasan seksual menjadi isu atau pembahasan yang sangat penting di lingkungan Perguruan Tinggi (PT), sehingga Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS.
“Kuliah Umum kali ini merupakan salah satu upaya Unwira Kupang untuk menjadi entitas yang aman dan nyaman bagi semua Civitas Academica Unwira Kupang. Apalagi, Unwira Kupang sedang membentuk Satuan Tugas (Satgas) anti kekerasan seksual di kampus. Sebab, kita harus mengakui bahwa Civitas Academica Unwira Kupang sangat rentan dengan kasus-kasus semacam ini dan memang sudah pernah terjadi di Unwira Kupang, meskipun belum tampak di permukaan karena mahasiswa/i belum berani dan takut untuk berbicara,” ungkap Igo.
Dikatakan Igo bahwa, Salah satu hal yang dibuat Unwira Kupang untuk meminimalisasi atau mencegah kekerasan seksual, ialah melarang dosen dan mahasiswa/i untuk melakukan bimbingan proposal, skripsi, dan tesis di rumah.
Baca juga: Peserta KKN Unwira Kupang bersama Lurah dan Bhabinkamtibmas Bersihkan Sampah di Kelurahan Penkase
Marleny Purnamasary Panis, S.Psi., M.Si, Selaku pembicara pertama, dengan mengutip definisi dalam Permendikbudristek pasal 1 ayat 1 mengatakan, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat mengakibatkan penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan untuk melaksanakan Pendidikan Tinggi dengan aman dan optimal.
“Dampak psikologis kekerasan seksual ialah kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), ketakutan, dan muncul keinginan untuk bunuh diri,” ujar Marleny
Menurut Marleny, Negara dan kampus bertanggung jawab terhadap kekerasan seksual yang terjadi di kampus. Berdasarkan Behavioral Intervention Teams (BIT) Process, penanganan kekerasan seksual di kampus dapat dilakukan dengan beberapa cara.
"Menerima ekspresi-ekspresi ungkapan keprihatinan, mengumpulkan informasi tentang mahasiswa/i, dan mendiskusikan perilaku yang menimbulkan kekhawatiran, Menjaga kerahasiaan dan menangani semua masalah secara diam-diam,
Selanjutnya, Memberikan konsultasi dan mendukung pihak fakultas dan para staf di kampus, Mengintervensi dan menghubungkan mahasiswa/i dengan sumber daya-sumber daya, Mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah,
Kemudian, Membuat rekomendasi-rekomendasi tentang disposisi berdasarkan investigasi-investigasi yang mengikuti kebijakan perguruan tinggi; dan Mengoordinasikan tindak lanjut yang efektif,” tutur Ibu Marleny Purnamasary Panis, S.Psi., M.Si., Pakar Psikologi Klinis.
Baca juga: Kemenkumham NTT Musnakan 6.787 Arsip Fisik Substantif Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua
Sementara itu, Ernesta Uba Wohon, SH., M.Hum., Dosen Fakultas Hukum UNWIRA, selaku pembicara kedua, mengatakan bahwa ada Undang-undang khusus yang mengatur masalah kekerasan seksual, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“UU TPKS merupakan upaya pembaruan hukum untuk mencegah, menangani segala bentuk kekerasan seksual, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual. Pembaruan hukum ini memiliki tujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban,” ungkap Ernest.
Selain itu, lanjut Ernest, dalam Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021, langkah pencegahan kekerasan seksual oleh kampus dilakukan melalui kegiatan pembelajaran, penguatan tata kelola, serta penguatan budaya komunitas mahasiswa/i, pendidik, dan tenaga kependidikan.
“Langkah penanganan diwujudkan dalam empat langkah nyata berupa pendampingan terhadap korban, perlindungan korban, pemulihan korban secara fisik maupun psikis, dan pengenaan sanksi administratif kepada pelaku,” ujar Ernest
Menurut Ketua Pusat Studi Hukum, HAM, dan Gender UNWIRA Periode 2012 - 2016, UNWIRA dapat membangun gerakan menuju kampus bebas kekerasan seksual dengan cara melindungi dan meningkatkan martabat manusia dan warisan budaya melalui penelitian, pengajaran, dan berbagai pelayanan yang diberikan kepada komunitas setempat, nasional, dan internasional.
“Dalam Ex Cordae Ecclesiae, sebagai lembaga dengan identitas Katolik, tugas utama komunitas akademik adalah tugas kemanusiaan, yakni upaya untuk memperkuat kapasitas lembaga Perguruan Tinggi di bawah APTIK dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual adalah bagian dari tugas kemanusiaan, panggilan untuk melindungi dan meningkatkan martabat manusia,” pungkasnya.
Baca juga: 15 Mahasiswa Unwira Kupang Mengikuti KKNT-PPM di Desa Tetaf TTS
Dalam sesi tanya jawab, David Lisu, mahasiswa Fakultas Ilmu Filsafat Semester 6, mengatakan bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk melakukan kekerasan seksual.
“Bagaimana cara kita mengantisipasi potensi kekerasan seksual?” tanya David Lisu.
Menanggapi pertanyaan David Lisu, Marleny mengatakan, cara kita mengantisipasi potensi kekerasan seksual ialah dengan memperbanyak potensi pengembangan diri, seperti minat, bakat, dan kemampuan-kemampuan yang lainnya. (Cr.20)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Unwira Kupang Kembali Gelar Seminar Nasional VISTA |
![]() |
---|
Unwira Kupang Undang Nono Beri Motivasi Mahasiswa |
![]() |
---|
Rektor Unwira Kupang Kunjungi Mahasiswa/i KKNT-PPM di Kolbano Timor Tengah Selatan |
![]() |
---|
Unwira Kupang, Mahasiswa Sosialiasi Organisasi dan Kesiapan Kuliah Bagi Siswa SMA Advent Kupang |
![]() |
---|
Terima SK LLDIKTI XV, Unwira Kupang Resmi Buka Prodi Pendidikan Profesi Guru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.