Sidang Ferdy Sambo

Sidang Vonis Ferdy Sambo, Hakim Sebut Tak Ada Bukti Pelecehan Seksual Terhadap Putri Candrawathi

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak yakin terdakwa Putri Candrawathi mengalami pelecehan seksual.

Editor: Alfons Nedabang
TANGKAPAN LAYAR
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan atau vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 13 Februari 2023. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak yakin terdakwa Putri Candrawathi mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan atau vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin 13 Februari 2023.

Saat membacakan pertimbangan, Wahyu Iman Santoso mengatakan tak yakin lantaran Ferdy Sambo pernah mengatakan pelecehan itu adalah sebuah ilusi kepada saksi Sugeng Putut Wicaksono.

Keterangan saksi Sugeng menyebut beberapa kali terdakwa Ferdy Sambo menyebut pelecehan seksual di Magelang adalah sebuah ilusi.

"Hal tersebut saksi sampaikan karena setelah beberapa hari, tanggal pastinya saksi lupa, saksi Sugeng Putut Wicaksono beberapa kali diingatkan oleh terdakwa (Ferdy Sambo) bahwa cerita (pelecehan) di Magelang itu tidak ada. Itu hanya ilusi," kata Wahyu Iman Santoso.

Ferdy Sambo juga disebut mengucapkan hal yang sama untuk meyakinkan Sugeng bahwa pelecehan seksual itu adalah ilusi pada 21 Juli 2022.

Baca juga: Sidang Vonis Ferdy Sambo, Hakim Yakin Suami Putri Candrawathi Bersarung Tangan Tembak Brigadir J

"Menimbang bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," ujar Wahyu Iman Santoso.

Majelis Hakim juga megatakan, sangat kecil kemungkinan terjadinya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi. Dilihat dari unsur relasi kuasa, posisi Putri Candrawathi lebih unggul ketimbang Brigadir J.

"Dengan adanya ketergantungan relasi kuasa yang dimaksud, sangat kecil kemungkinannya kalau korban melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi," Wahyu Iman Santoso.

Hakim mengatakan, ihwal relasi kuasa ini termaktub dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.

Beleid itu menyebutkan, relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan atau pendidikan, dan ekonomi yang menimbulkan kekuasaan satu pihak terhadap pihak lain dalam konteks relasi antargender sehingga merugikan pihak dengan posisi lebih rendah. Ada dua unsur penting dalam pengertian relasi kuasa ini.

Pertama, sifat hierarkis yang meliputi posisi antarindividu yang lebih rendah dan atau lebih tinggi dalam suatu kelompok atau tanpa kelompok.

Baca juga: Jelang Vonis, Ferdy Sambo Ikhlas Putri Candrawathi Cemas

Kedua, ketergantungan. Artinya, seseorang bergantung pada orang lain karena status sosial, budaya, pengetahuan atau pendidikan, dan ekonomi.

"Kedua unsur relasi kuasa tersebut menimbulkan adanya ketimpangan relasi kuasa, sehingga penyebab utama terjadinya kekerasan seksual," ujar Hakim.

Hakim melanjutkan, ketimpangan relasi kuasa ini dapat terjadi ketika pelaku merasa dirinya memiliki posisi yang lebih unggul dan dominan dibanding korban.

Dalam kasus Brigadir J, menurut hakim, posisi Putri Candrawathi lebih dominan dibanding Yosua. Sebab, Putri merupakan istri Ferdy Sambo yang saat itu berkedudukan sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri. Dia juga seorang dokter gigi.

Sementara, Yosua hanya lulusan SLTA yang ketika itu merupakan anggota Polri berpangkat brigadir dengan tugas sebagai sopir dan membantu pekerjaan rumah tangga untuk Sambo dan Putri.

"Dari pengertian di atas maka disebutkan orang yang memiliki posisi lebih unggul juga dominan dalam hal ini adalah Putri Candrawati," kata hakim.

Majelis Hakim mengaskan, tidak ada bukti pendukung adanya pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J.

“Menimbang bahwa apabila mencermati keadaan yang terjadi pada tanggal 7 Juli tersebut, tidak ada bukti pendukung mengarah pada kejadian yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan seksual atau lebih dari itu,” ujar Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved