Berita NTT

FPK NTT Gelar Seminar Pembauran Kebangsaan Bagi Generasi Muda di Kota Kupang

Raymundus Lema yang tampil sebagai pembicara pertama menjelaskan tentang proses kelahiran Pancasila di Ende.

Penulis: Ray Rebon | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO-IR. THEO WIDODO
POSE BERSAMA, Pengurus FPK NTT dengan pemateri dan peserta seminar di Kampus Muhammadiyah Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Forum Pembauran Kebangsaan atau FPK NTT menyelenggarakan seminar pembauran kebangsaan dikalangan generasi muda di Kota Kupang.

Kegiatan tersebut bertempat di auditorium Universitas Muhammadiyah Kupang, Senin 30 Januari 2023.

Hadir pada seminar bertema "Mewujudkan Generasi Muda Berwawasan Kebangsaan Menuju NTT Bangkit NTT Sejahtera" ini kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik NTT  Ir. Yohanes Oktovianus, MM dan Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang Associate Professor Dr. Zainur Wula S.Pd., M.Si beserta jajaran pengurus FPK NTT.

Baca juga: Kapolda NTT Irjen Pol Johni Asadoma Kunjungi Polres Kupang

Seminar ini juga melibatkan seluruh Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Organisasi Kepemudaan dan perwakilan pemuda etnis sekota Kupang yang seluruhnya berjumlah 400 orang.

Para undangan disambut dengan tarian penerimaan tamu Woleka asal Sumba dilanjutkan dengan upacara pembukaan dan ceramah serta dialog yang menghadirkan 2 pembicara yaitu mantan rektor 2 periode Prof Ir. Frans Umbu Datta M App.Sc, PhD dan mantan anggota DPRD NTT 2 periode Raymundus Lema dengan moderator Aloysius Sukardan SH M. Hum.

Raymundus Lema yang tampil sebagai pembicara pertama menjelaskan tentang proses kelahiran Pancasila di Ende.

Menurut dia, selama masa pembuangan Bung Karno di Ende antara tahun 1934-1938, dalam pergaulannya dengan penduduk Ende pesisir yang mayoritas muslim dan penduduk asal pedalaman Flores yang Katolik, Bung Karno mengalami sendiri betapa harmonisnya hubungan antara kedua komunitas ini.

Relasi ideal hidup ini harus jadi model hidup berbangsa dan bernegara kelak ketika negara Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa, agama dan budaya terbentuk. 

Selanjutnya kata dia, pergaulan Bung Karno dengan para misionaris Katolik antara lain Pater Bouma dan pater Huijtink yang membolehkannya membaca buku-buku di perpustakaan biara ditambah permenungan dibawah pohon sukun ditepi pantai kota Ende selama masa pengasingan telah memperkuat keyakinannya bahwa nilai-nilai luhur inilah yang harus jadi rumusan dasar falsafah negara nanti. 

Hasil permenungan ini akhirnya melahirkan 5 butir falsafah hidup bangsa yang kemudian dirangkum dan diberi nama Pancasila. 

Baca juga: 24 Peserta Senior Pengprov Percasi NTT Ikut Seleksi Untuk Berlaga di Kejurnas 2023

Dalam masa pengasingan di Ende ini, bung Karno sempat melahirkan 12 tonil (sandiwara) yang berisi pesan tentang pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Prof Frans Umbu Datta selanjutnya menekankan betapa pentingnya Pancasila dalam menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia memiliki sejarah panjang dan pernah jadi sebuah kesatuan wilayah dibawah pemerintahan kerajaan Sriwijaya yang mencapai usia lebih dari 700 tahun.

"Kita harus bersyukur karena memiliki Pancasila sebagai dasar hidup bangsa yang tetap akan mempersatukan kita  untuk selamanya sebagai sebuah bangsa yang besar," ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved