Berita Nasional

Kepal Nilai Perppu Cipta Kerja Melanggar Putusan MK dalam Perkara Pengujian Formil UU Ciptaker

Aksi protes terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terus berlanjut. Kepal sambangi Gedung KPK.

Editor: Agustinus Sape
Naufal Lanten via Tribunnews.com
Kuasa Hukum Komite Pembela Hak Konstitusional atau Kepal Putra Rezeki Simatupang (tengah) dan Penasihat Senior IHCS sekaligus Perwakilan Kepal, Gunawan (kanan) saat mengajukan Pengaduan Konstitusional dan Permohonan Fatwa atas Putusan MK dalam pengujian formil UU Cipta Kerja, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat 27 Januari 2023. 

Mereka mencakup, antara lain, Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional, Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan, serta Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan. Firma hukum Integrity menjadi kuasa hukum serikat pekerja tersebut.

Seperti diketahui, firma hukum Integrity juga menjadi kuasa hukum sepuluh asosiasi pengusaha dalam pengajuan uji materi Peraturan Menteri Ketenagekerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 ke Mahkamah Agung. Pendaftaran uji materi ini dilakukan pada Senin 28 November 2022.

Senior Partner Integrity Law Firm, Denny Indrayana, saat dikonfirmasi, Kamis 26 Januari 2023, di Jakarta, mengatakan, pihaknya mengadvokasi kedua perkara itu karena melihat ada masalah kepastian hukum dan konstitusi yang dilanggar oleh pemerintah.

Dalam Permenaker No 18/2022, kata Denny, hal yang dilanggar adalah UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 36/2021 tentang Pengupahan.

Unjuk rasa Perppu Cipta Kerja_041
Massa melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Sulawesi Selatan, Makassar, Jumat 9 Oktober 2020.

Sama halnya penerbitan Perppu No 2/2022, dia menilai hal yang dilanggar pemerintah adalah konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi soal UU No 11/2020.

”Kami memandang pelanggaran norma hukum dan konstitusi itu tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.

Denny menambahkan, sebelum mengajukan uji formil Perppu No 2/2022, firma hukum Integrity telah menyampaikan ke Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

”Sekali lagi, hal yang sama-sama kami lawan di sini adalah kepastian hukum yang diabaikan. Peraturan, bahkan konstitusi yang dilanggar. Itu tidak boleh dibiarkan,” ucapnya.

Selain 13 serikat pekerja tersebut, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) telah mendaftarkan permohonan uji formil sekaligus uji materi Perppu No 2/2022 ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/1/2023), dengan Akta Registrasi Perkara Nomor 6/PUU/PAN.MK/ARPK/01/2023.

Sekretaris Jenderal Federasi Logam, Mesin, dan Elektronik (F-Lomenik) afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Eduard Parsaulian Marpaung, saat dihubungi, mengatakan, perumusan UU No 11/2020 tidak melibatkan pemangku kepentingan ketenagakerjaan dari sisi serikat pekerja.

Lalu, pemerintah malah mengeluarkan Perppu No 2/2022. Dia menilai, ini merupakan tindakan yang otoriter.

Dari sisi substansi, Eduard mencontohkan beberapa isi Perppu No 2/2022 yang tidak disepakati oleh kelompok buruh. Misalnya, soal pengupahan.

Sama seperti UU No 11/2020, sistem pengupahan minimum yang ada di Perppu No 2/2022 tidak mempertimbangkan peningkatan kebutuhan hidup layak. Padahal, hal ini bersifat dinamis.

”Kami memandang, substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu No 2/2022 adalah kelanjutan UU No 11/2020 yang meliberalisasi sistem ketenagakerjaan dan meminimalkan intervensi pemerintah. Sebagai contoh membiarkan pekerjaan buruh dan informal meluas; mempromosikan alih daya; serta pekerjaan kontrak berdurasi pendek tanpa batasan jumlah perpanjangan yang jelas,” katanya.

Eduard menambahkan pandangannya bahwa pemerintah seharusnya terus mengupayakan promosi kerja layak. Hal seperti ini akan semakin meningkatkan perlindungan hak - hak pekerja.

Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care Siti Badriyah mengatakan, pada saat UU No 11/2020 diundangkan, Migrant Care turut mengajukan permohonan uji formil. Permohonan Migrant Care ini digabung dengan pemohon uji formil sebelumnya yang terdaftar dengan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Pada saat itu, sorotan Migrant Care adalah ditambahkannya Pasal 89A dalam UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ke UU Cipta Kerja.

Isi Pasal 89A itu adalah, pada saat berlakunya UU Cipta Kerja, pengertian atau makna Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai perizinan berusaha.

Migrant Care menilai pengaturan perizinan berusaha bagi perusahaan penempatan pekerja secara filosofi seharusnya berbeda dengan perizinan berusaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang lain.

”Mahkamah Konstitusi menyatakan, UU No 11/2020 inkonstitusional bersyarat, harus diperbaiki proses pembentukannya, dan diberikan waktu maksimal dua tahun. Ini malah pemerintah menerbitkan Perppu No 2/2022. Sekarang, kami juga mendukung uji formil Perppu No 2/2022,” ujarnya.

Di Perppu No 2/2022, isi Pasal 89A yang sebelumnya ada di UU Cipta Kerja masih sama. Siti mengatakan, jika ada perbaikan substansi UU Cipta Kerja, Migrant Care akan melakukan advokasi ke DPR supaya pasal-pasal mengenai pelindungan pekerja migran Indonesia dikeluarkan.

Saat dikonfirmasi Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, gugatan uji formil atau materi terhadap Perppu No 2/2022 dapat dilakukan oleh siapa saja yang memenuhi persyaratan sebagai pemohon. “Jadi, di sini, kami pemerintah tentu akan menyiapkan jawaban/tanggapan atas semua gugatan uji formil ataupun materi itu,“ katanya.

Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan, Indrasari Tjandraningsih, berpendapat, upaya uji formil ataupun materi Perppu No 2/2022 adalah salah satu cara yang dilakukan serikat pekerja untuk melindungi pekerja. Upaya itu merupakan cara legal yang disediakan negara.

Nasib Perppu No 2/2022 kini sedang menunggu sah atau tidak dari DPR. Jika DPR mengesahkan Perppu, semua gugatan yang diajukan oleh serikat pekerja akan gugur. Ini akan menjadi tantangan ketenagakerjaan yang harus dihadapi oleh pekerja selanjutnya.

Terkait dengan substansi, dia menilai, inti ketentuan kluster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja ataupun Perppu No 2/2022 relatif tidak banyak berubah, yakni mengakomodasi tren fleksibilitas pasar kerja. Ketentuan yang ada juga dinilai berpotensi jadi cara menurunkan biaya tenaga kerja.

Dia menambahkan, situasi ketenagakerjaan berubah cepat dalam beberapa tahun terakhir. Kepentingan pengusaha dan pekerja pada hakikatnya cenderung berseberangan. Kehadiran pemerintah dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan yang tepat tanpa mengabaikan perlindungan kerja layak.

Sumber: tribunnews.com/kompas.id

Ikuti berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved