Pemilu 2024
Peneliti Senior ICW: Partai Politik Agar Tak Beri Tempat ke Mantan Terpidana Korupsi
Partai politik diminta agar tak memberi tempat ke mantan narapidana kasus korupsi, terutama untuk duduk di jabatan struktural partai.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Partai politik diminta agar tak memberi tempat ke mantan narapidana kasus korupsi, terutama untuk duduk di jabatan struktural partai.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berkaca pada pengalaman Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini menempatkan mantan terpidana korupsi, Romahurmuziy, ke jabatan struktural partai saat ini.
Menurut Kurnia, bergabungnya mantan terpidana korupsi ke struktural parpol menggambarkan bahwa institusi partai politik di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi.
"Kami merekomendasikan kepada seluruh partai politik peserta pemilu tahun 2024 tidak lagi memberikan tempat kepada mantan terpidana korupsi masuk sebagai jajaran struktural partai politik di seluruh Indonesia," kata Kurnia, Selasa, 3 Januari 2023.
Meski demikian, Kurnia mengaku tidak terkejut dengan langkah PPP menerima kembali Romahurmuziy. Hal itu kata dia, lantaran sejak dulu partai cenderung tak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
"Partai politik sejak dulu memang tidak berpihak pada penguatan pemberantasan korupsi," ujar Kurnia.
Padahal, korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Konsekuensinya, penanganannya tidak bisa dengan cara biasa. Tak hanya penegakan hukum di persidangan dan lembaga pemasyarakatan, setelah terpidana bebas, harus ada pemberian efek jera tambahan, yakni tidak diperkenankan masuk wilayah politik.
Baca juga: Keluar dari Penjara, Romy Jadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP
Selain itu, partai politik bukan institusi swasta. Menurut Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik, parpol dikategorikan sebagai badan publik. Jika merujuk Pasal 34 Ayat (1) huruf c Undang-Undang tentang Partai Politik.
Disebutkan peran serta negara, bahwa keuangan parpol bersumber dari bantuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dengan logika tersebut, partai politik semestinya mempertimbangkan aspek atau nilai-nilai di masyarakat ketika hendak menerbitkan kebijakan atau mengambil tindakan terkait pemberantasan korupsi.
"Apalagi kalau mengangkat mantan terpidana korupsi sebagai jajaran struktural partai politik tersebut," ujar Kurnia.
Belum lagi, Pasal 1 Ayat (1) UU Partai Politik juga mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan parpol adalah memperjuangkan dan membela kepentingan masyarakat.
Menurut Kurnia, tujuan itu tak mungkin tercapai jika masih menempatkan mantan terpidana korupsi dalam jajaran struktural partai politik.
Tak hanya itu, Pasal 11 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 13 huruf e juncto Pasal 31 Ayat (1) UU Partai Politik menyebutkan bahwa fungsi parpol adalah sebagai sarana pendidikan politik, tidak hanya bagi anggotanya, tetapi juga untuk masyarakat.
Baca juga: Sandiaga Uno Segera Pindah Partai, Dulu Jadi Kader Andalan Gerindra, Kini Siap Bela PPP
"Bagaimana mungkin mereka akan mendidik masyarakat dengan konteks politik berintegritas jika mereka tidak bisa memberikan contoh yang baik ketika memberikan karpet merah kepada mantan terpidana korupsi untuk masuk ke jajaran struktural partai politik," kata Kurnia.