Berita NTT

Warga Besipae Kembali Protes Pemprov NTT, Tuntut Penyelesaian Konflik 

Pemprov NTT untuk hadir di sini sampai tuntutan diterima," kata Yerim Yos Fallo dalam orasinya di depan kantor Gubernur NTT

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
DEMONSTRASI -Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) TTS, ITA PKK, Dema Pospera NTT, Aliansi Solidaritas Besipae bersama masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor gubernur NTT menuntut adanya penyelesaian konflik Besipae. Kamis 8 Desember 2022. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Warga Besipae Timor Tengah Selatan atau TTS kembali melakukan protes ke Pemerintah provinsi atau Pemprov NTT. Masyarakat menuntut adanya penyelesaian konflik panjang itu. 

Sebagaimana yang terjadi pada, Kamis, 8 November 2022, Posko Perjuangan Rakyat atau Pospera TTS, ITA PKK, Dema Pospera NTT, Aliansi Solidaritas Besipae bersama masyarakat menggelar aksi demonstrasi.

Aliansi tersebut menggeruduk kantor Gubernur NTT dibawah komando Koordinator Umum, Yerim Yos Fallo serta tiga orang koordinator lapangan atau koorlap, yakni  Yohanis I. Obije, Dema Pospera NTT, Nikodemus Manao (ITA PKK), dan Dedy Taoet.

Baca juga: Unwira Kupang, Melalui MBKM Mahasiswa Mengalami Hasil Transformasi Pendidikan

Dengan jumlah massa aksi ratusan orang itu, menuntut adanya penyelesaian konflik agraria dan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.

"Kami mendesak pemerintah atau Pemprov NTT untuk hadir di sini sampai tuntutan diterima," kata Yerim Yos Fallo dalam orasinya di depan kantor Gubernur NTT, Kota Kupang.

Ketua DPC Pospera Timor Tengah Selatan (TTS) itu mendesak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur harus melakukan identifikasi batas-batas lokasi yang telah diklaim oleh Pemprov NTT sesuai dengan serifikat yang seluas 3.780 Ha.

Selain itu, pihaknya mendesak penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Pemprov NTT melalui aparat Kepolisian dan Polisi Pamong Praja (POL PP) terhadap masyarakat Pubabu  Besipae.

"Pemprov NTT harus bertanggung jawab atas barang-barang rakyat Pubabu - Besipae yang telah hilang saat penggusuran," tuntut massa aksi. 

Baca juga: Kuliner Khas NTT, Bayam vs Indomie Saat Nonton Semifinal Sepakbola Piala Dunia 2022 Ini Hasilnya

Dalam kesempatan itu, demonstran juga mendesak Kapolda NTT, Drs. Jhoni Asadoma untuk segara memroses pelaku tindakan kekerasan yang telah dilakukan oleh aparat negara terhadap anak-anak dan ibu-ibu di Pubabu saat penggusuran tahun 2020 silam.

"Kembalikan tanah adat rakyat Besipae,"  tuntut mereka

Disisi lain, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur harus memenuhi hak atas pendidikan bagi anak-anak di Besipa’e yang terbengkalai akibat konflik.

Jauh sebelum itu, sejumlah kelompok yang menamai diri Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) berdemonstrasi di Kota Kupang terkait konflik agraria di Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan atau TTS, Jumat, 28 Oktober 2022.

Massa aksi mulanya melakukan aksi di depan pasar Inpres, Kelurahan Naikoten Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang dan dilanjutkan (long march) ke kantor Gubernur NTT dan berakhir di kantor DPRD Provinsi NTT.

Massa aksi menuntut Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mengidentifikasi batas-batas lahan Besipa’e seluas 3.780m2, dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemprov Nusa Tenggara Timur melalui aparat kepolisian dan Polisi Pamong Praja terhadap masyarakat Besipae.

Baca juga: Pos Kupang Awards 2022, Dirut Bank NTT: Jadi Motivasi Untuk Kerja Lebih Cerdas

Dalam orasi salah satu masa aksi mengatakan wajah fasisme negara menyata dalam dua tahun terakhir di Besipae-Amnuban Selatan-Timor Tengah Selatan.

Dirinya menyebut hutan Kio yang menjadi milik sah masyarakat adat di sana, kembali diklaim secara sepihak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, masyarakat adat diusir dari tanahnya, perempuan, dan anak dipukuli. 

"Sudah tiga puluh lima tahun konflik belum berakhir. Pemerintah malah menerbitkan sertifikat hak pakai tahun 2013 dengan nomor: 00001/2013-BP,794953 secara sepihak sebagai dasarnya untuk melakukan sekian aktivitas  di wilayah konflik. Sertifikat tersebut malah baru disampaikan kepada masyarakat adat Besipae pada 2020 lalu," ungkap orator saat itu. 

Kisruh yang berkecamuk ditanggapi oleh Komnas HAM dengan merekomendasikan beberapa hal pada tahun 2011 dengan nomor surat 873/K/PMT/IV/2011. Rekomendasi lembaga hak asasi negara itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi. 

Konflik 2020 pun demikian Komnas HAM menyurati Gubernur NTT dengan perihal penundaan pengosongan dan penertiban rumah terkait dengan konflik lahan Pubabu-Besipae. 

Baca juga: 8 Daerah di NTT Dapat Peringatan BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem Hujan Petir dan Angin Kencang Hari Ini

Surat bernomor 016/K-PMT/I/2021 tidak disikapi secara serius oleh pihak pemprov Nusa Tenggara Timur. Malah penggusuran terbaru pada tanggal 20-22 Oktober 2022, kembali dilakukan oleh pemerintah provinsi kepada 19 kepala keluarga, dan korbannya mencapai 86 jiwa.

Orator lain menyebut penggusuran itu mengangkangi keputusan yang dibuat sendiri oleh pemerintah bersama dengan pihak masyarakat adat pada 21 Agustus 2020 lalu. 

"Teror dan perilaku inkonstitusional yang dilakukan oleh negara dengan alat-alatnya membuktikan bahwa tidak ada sikap demokratis di dalam menyelesaikan konlik perampasan lahan," tegasnya.

Rakyat, kata dia, dijadikan  sebagai objek di dalam setiap kebijakan yang selalu digaungkan demi kesejahteraan rakyat.

"Semenjak proyek investasi dimulai di Besipae 1982 silam, masyarakat adat dan sekitarnya tidak mendpatkan hasil langsung dari sekian jenis investasi yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi mulai dari; intensifikasi peternakan bibit sapi unggul, program gerakan nasional rehabilitasi hutan yang malah membabat hutan Besipae seluas 1050 ha, sampai dengan program penanaman kelor dan jagung di wilayah konflik," ujarnya Jumat siang saat itu. (Fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved