Berita NTT

Warga Besipae Kembali Protes Pemprov NTT, Tuntut Penyelesaian Konflik 

Pemprov NTT untuk hadir di sini sampai tuntutan diterima," kata Yerim Yos Fallo dalam orasinya di depan kantor Gubernur NTT

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
DEMONSTRASI -Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) TTS, ITA PKK, Dema Pospera NTT, Aliansi Solidaritas Besipae bersama masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor gubernur NTT menuntut adanya penyelesaian konflik Besipae. Kamis 8 Desember 2022. 

Dalam orasi salah satu masa aksi mengatakan wajah fasisme negara menyata dalam dua tahun terakhir di Besipae-Amnuban Selatan-Timor Tengah Selatan.

Dirinya menyebut hutan Kio yang menjadi milik sah masyarakat adat di sana, kembali diklaim secara sepihak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, masyarakat adat diusir dari tanahnya, perempuan, dan anak dipukuli. 

"Sudah tiga puluh lima tahun konflik belum berakhir. Pemerintah malah menerbitkan sertifikat hak pakai tahun 2013 dengan nomor: 00001/2013-BP,794953 secara sepihak sebagai dasarnya untuk melakukan sekian aktivitas  di wilayah konflik. Sertifikat tersebut malah baru disampaikan kepada masyarakat adat Besipae pada 2020 lalu," ungkap orator saat itu. 

Kisruh yang berkecamuk ditanggapi oleh Komnas HAM dengan merekomendasikan beberapa hal pada tahun 2011 dengan nomor surat 873/K/PMT/IV/2011. Rekomendasi lembaga hak asasi negara itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi. 

Konflik 2020 pun demikian Komnas HAM menyurati Gubernur NTT dengan perihal penundaan pengosongan dan penertiban rumah terkait dengan konflik lahan Pubabu-Besipae. 

Baca juga: 8 Daerah di NTT Dapat Peringatan BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem Hujan Petir dan Angin Kencang Hari Ini

Surat bernomor 016/K-PMT/I/2021 tidak disikapi secara serius oleh pihak pemprov Nusa Tenggara Timur. Malah penggusuran terbaru pada tanggal 20-22 Oktober 2022, kembali dilakukan oleh pemerintah provinsi kepada 19 kepala keluarga, dan korbannya mencapai 86 jiwa.

Orator lain menyebut penggusuran itu mengangkangi keputusan yang dibuat sendiri oleh pemerintah bersama dengan pihak masyarakat adat pada 21 Agustus 2020 lalu. 

"Teror dan perilaku inkonstitusional yang dilakukan oleh negara dengan alat-alatnya membuktikan bahwa tidak ada sikap demokratis di dalam menyelesaikan konlik perampasan lahan," tegasnya.

Rakyat, kata dia, dijadikan  sebagai objek di dalam setiap kebijakan yang selalu digaungkan demi kesejahteraan rakyat.

"Semenjak proyek investasi dimulai di Besipae 1982 silam, masyarakat adat dan sekitarnya tidak mendpatkan hasil langsung dari sekian jenis investasi yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi mulai dari; intensifikasi peternakan bibit sapi unggul, program gerakan nasional rehabilitasi hutan yang malah membabat hutan Besipae seluas 1050 ha, sampai dengan program penanaman kelor dan jagung di wilayah konflik," ujarnya Jumat siang saat itu. (Fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved